Senin, 11 Januari 2016

MAKALAH KARANGAN NARASI

HAKIKAT KARANGAN NARASI
oleh Ardian Asát
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Keterampilan menulis mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan. Selain dapat menunjang kesuksesan hidup seseorang, juga dapat melibatkan diri dalam persaingan global yang saat ini terjadi. Pada era globalisasi, semua informasi disajikan secara instan dengan media yang beragam, termasuk media cetak. Melalui karya tulis seseorang dapat mengaktualisasikan diri dan ikut menjadi bagian kemajuan zaman.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan menulis memiliki kedudukan yang sangat penting di dalam dunia pendidikan, khususnya dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Oleh karenanya, perlu adanya upaya untuk meningkatkan keterampilan menulis. Keterampilan dalam menulis harus dibina dan dikuasai sejak dini sebagai salah satu keterampilan berbahasa.
Untuk meningkatkan keterampilan menulis perlu melalui pelatihan yang kontinyu untuk mengembangkan suatu tulisan dengan baik. Oleh karena itu, seseorang harus menguasai kemampuan dasar dalam menulis, yaitu yang berkaitan dengan masalah pilihan kata, efektivitas kalimat, dan penalaran. (Akhadiah, dkk, 1996: 71).
Kegiatan menulis memang tidaklah mudah. Akhadiah (1996: 1) mengemukakan bahwa banyak orang yang menganggap kegiatan menulis sebagai beban berat. Anggapan tersebut timbul karena kegiatan menulis meminta banyak tenaga, waktu, serta perhatian yang sungguh-sungguh. Dalam semua kurikulum yang pernah diterapkan tersebut, pada hakikatnya kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa dan sastra secara baik dan benar, baik secara lisan maupun tulisan.
Keterampilan menulis yang dimiliki seseorang, diperoleh dengan latihan yang intensif. Kemampuan menulis bukanlah keterampilan yang diwariskan secara turun temurun, tetapi merupakan hasil proses belajar dan ketekunan berlatih. Untuk memiliki keterampilan menulis tidak cukup dengan mempelajari pengetahuan tentang teori menulis, ataupun hanya melafalkan definisi yang terdapat dalam bidang menulis, tetapi diperlukan proses berlatih secara terus menerus dan berkelanjutan.
Oleh karena itu, pembinaan terhadap kemampuan dan keterampilan berbahasa hendaknya dilakukan secara terprogram dan berorientasi pada pengembangan dan peningkatan kompetensi siswa ataupun mahasiswa. Mengingat semua jenis dan jenjang pendidikan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional), maka penguasaan keterampilan bahasa Indonesia menjadi kunci keberhasilan pendidikan di Indonesia.
Sementara itu, pembinaan menulis mampu meningkatkan keterampilan seseorang khususnya bagi kaum pelajar dan mahasiswa dalam mencurahkan gagasan informasi, penalaran atau sebuah ide. Dengan pertimbangan tersebut penulis memilih pengenalan terhadap karangan narasi dalam pembinaan keterampilan menulis. Karangan narasi mampu memfasilitasi seseorang dalam mencurahkan hati, misalnya buku harian, atau dengan menuliskan sebuah pengalaman-pengalaman mengesankan yang menghibur dan menambah wawasan. Melalui karangan narasi, pembinaan keterampilan menulis akan lebih menyenangkan serta tanpa adanya paksaan, karena seseorang menulis atas pengalamannya sendiri bahkan atas dasar imajinasinya.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan hakikat narasi ?
2.      Apa saja prinsip-prinsip yang dimiliki oleh karangan narasi ?
3.      Bagaimana dengan karakteristik karangan narasi ?
4.      Berapa jenis kah pembagian karangan narasi ?
5.      Bagaimana dengan langkah-langkah pembuatan karangan narasi ?

C.    Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk:
1.      Menjelaskan mengenai hakikat narasi yang berawal dari asal-usul munculnya karangan narasi hingga mampu menyimpulkan pengertian dari karangan narasi.
2.      Memberikan prinsip-prinsip dari karangan narasi sebagai pedoman untuk mempelajari karangan narasi lebih lanjut.
3.      Menginformasikan mengenai karakteristik karangan narasi sebagai acuan dalam mengidentifikasi karangan narasi.
4.      Memberikan penjelasan mengenai pembagian jenis-jenis karangan narasi sehingga mampu menentukan topik disaat menulis karangan narasi sesuai dengan tujuannya.

5.      Memberikan informasi mengenai langkah pembuatan karangan narasi.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Landasan Teori
1.      Karangan
KBBI (2003:506), karangan adalah menulis dan menyusun sebuah cerita, buku, sajak. Karangan adalah karya tulis hasil dari kegiatan seseorang untuk mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami (http://id.wikipedia.org/wiki/karangan). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa karangan adalah hasil dari kegiatan menulis dan menyusun sebuah cerita agar dapat dipahami oleh pembaca.

2.      Karangan Narasi
Maryuni (2006:6) Karangan narasi adalah karangan yang mengisahkan suatu peristiwa yang disusun secara kronologis (menurut urutan waktu). KBBI (2003:506) Karangan adalah menulis dan menyusun sebuah cerita, buku, sajak. Sedangkan narasi adalah pengisahan suatu cerita atau kejadian. Karangan narasi adalah cerita yang dipaparkan berdasarkan urutan waktu (http://id.wikipedia.org/wiki/karangan). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa karangan narasi adalah karangan yang di tulis berdasarkan urutan waktu.

B.     Pengertian Narasi
Menulis merupakan kegiatan yang produktif dan ekspresif. Produktif karena kegiatan ini akan menghasilkan suatu produk berupa tulisan. Ekspresif karena menulis, menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan. Berdasarkan penelitian Mathew Lieberman, menulis ternyata dapat menghilangkan stres karena meningkatkan aktivitas ventrolateral prefrontal cortex, bagian otak yang berfungsi mengurangi perasaan negatif. Tentunya tanpa mengesampingkan keterampilan berbahasa lain, kegiatan menulis akan berhasil dengan baik jika ditunjang keterampilan reseptif, yakni membaca dan menyimak.
Pinoza memaparkan bahwa berdasarkan penyajian dan tujuan dalam penyampaian suatu tulisan, menulis dibedakan atas enam jenis, yaitu deskripsi, narasi, eksposisi, argumentasi, persuasi, dan campuran. Deskripsi merupakan pelukisan, narasi berarti pengisahan, eksposisi pemaparan, argumentasi adalah pembahasan, persuasi sifatnya mengajak, dan campuran yang berarti kombinasi. Dalam pembelajaran menulis di sekolah, pembelajaran berdasarkan jenis-jenis tersebut telah diajarkan sejak tingkat pendidikan dasar (SD), hingga ke kuliah.
Sistem penulisan tidak terlepas dari bentuk sebuah karangan. Karangan dalam (http://ryansikep.blogspot.com/2009/12/pengertian-karangan-dan-contoh karangan.html)  merupakan karya tulis hasil dari kegiatan seseorang untuk mengungkapkan gagasan dan menyampaikanya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami.  Sedangkan dalam dalam Kamus Bahasa Indonesia (2008:640) karangan yaitu hasil mengarang; tulisan; cerita; artikel; buah pena. Jadi karangan merupakan suatu hasil buah pena atau hasil ungkapan gagasan yang disampaikan secara tertulis.
Menurut Anton M. Moliono (1989:124) berdasarkan tujuannya ada beberapa bentuk karangan yaitu (1) penulisan yang bertujuan memberikan informasi, penjelasan, keterangan, atau pemahaman termasuk golongan pemaparan, hasilnya dapat disebut pemaparan atau eksposisi, (2) jika bertujuan meyakinkan orang, membuktikan pendapat atau pendirian pribadi, atau membujuk pihak lain agar pendapat pribadi diterima, termasuk golongan pembahasan, hasilnya dapat disebut bahasan, persuasi, atau argumentasi, (3) penulisan yang sifatnya bercerita, baik berdasarkan pengamatan maupun berdasarkan perekaan, dan yang tujuannya lebih banyak mengimbau, tergolong kategori pengisahan, hasilnya dapat disebut kisahan atau narasi, (4)  penulisan yang menggambarkan bentuk objek pengamatan, rupanya, sifatnya, rasanya, atau coraknya termasuk golongan pemerian, hasilnya dapat disebut pemerian atau deskripsi.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa karangan adalah suatu bentuk pengungkapan ide, gagasan, perasaan atau hasil tulisan sesorang yang disampaikan kepada orang lain dalam bahasa tulis dengan tujuan tertentu. Berdasarkan tujuannya ada beberapa bentuk karangan yaitu narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi.
Narasi dipaparkan sebagai jenis pengembangan paragraf dengan gaya bercerita. Narasi dalam Bahasa Inggris (narration) berarti cerita. Dalam buku The Oxford Essential Guide to Writing, narasi didefinisikan sebagai urutan peristiwa bermakna dengan alur maju. Narasi pada dasarnya adalah suatu cerita. Dalam Kamus Besar Indonesia (2008:196) narasi adalah penceritaan suatu peristiwa atau kejadian juga cerita atau deskripsi dari suatu  kejadian atau peristiwa. Sehingga narasi juga hampir mirip dengan deskripsi.
Yang membedakan narasi dengan deskripsi ialah terletak pada “waktu” sebagaimana pernyataan Gorys Keraf (2003:136) “…kalau narasi hanya menyampaikan kepada pembaca suatu kejadian atau peristiwa, maka tampak bahwa narasi akan sulit dibedakan dari deskripsi karena setiap peristiwa atau suatu proses dapat juga disajikan menggunakan metode deskripsi. Sebab itu ada unsur lain yang harus diperhitungkan, yaitu unsur waktu. Dengan demikian pengertian narasi itu mencakup dua unsur dasar, yaitu perbuatan dan tindakan yang terjadi dalam suatu rangkaian waktu. …. Bila deskripsi menggambarkan suatu objek secara statis, maka narasi mengisahkan suatu kehidupan yang dinamis dalam suatu rangkaian waktu.”
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa narasi merupakan suatu penggambaran peristiwa atau proses yang memperhatikan unsur waktu.  Sementara itu, dari pendapat- pendapat di atas, dapat diketahui ada beberapa halyang berkaitan dengan narasi. Hal tersebut meliputi: 1.) berbentuk cerita atau kisahan, 2.) menonjolkan pelaku, 3.) menurut perkembangan dari waktu ke waktu, 4.) disusun secara sistematis.



C.    Prinsip-Prinsip Narasi
Prinsip-prinsip dasar narasi merupakan tumpuan berpikir bagi terbentuknya karangan narasi. Prinsip tersebut antara lain :
1.      Alur (plot)
Alur dengan jalan cerita tidak dapat terpisahkan,tetapi harus dibedakan. Jalan cerita memuat kejadian, tetapi suatu kejadian terjadi karena ada sebab dan alasannya. Yang menggerakkan kejadian cerita tersebut adalah alur, yaitu segi rohaniah dari kejadian. Suatu kejadan baru dapat disebut narasi jika didalamnya ada perkembangan kejadian. Dan suatu kejadian berkembang  jika ada yang menyebabkan terjadinya perkambangan. Dalam hal ini disebut konflik. Alur sering dikupas menjadi elemn sebagai berikut : (1) pengenalan, (2) timbulnya konflik, (3) konflik memuncak, (4) klimaks, (5) pemecahan masalah. Alur merupakan kerangka dasar yang sangat penting. Alur mengatur bagaimana tindakan-tindakan harus bertalian satu sama lain, bagaimana tokoh harus digambarkan dan berperan, bagaimana situasi dan karakter( tokoh) dalam suatu kesatuan waktu.

2.      Penokohan
Penokohan ialah mengisahkan tokoh cerita yang bergarak dalam suatu rangkaian perbuatan atau mengisahkan tokoh cerita terlibat dalam suatu peristiwa dan kejadian. Tindakan, peristiwa, kejadian disusun bersama-sama sehingga mendapat kesan atau efek tunggal.

3.      Latar (setting)
Latar ialah tempat atau waktu terjadinya perbuatan tokoh atau peristiwa yang dialami tokoh. Sering kita jumpai cerita hanya mengisahkn latar secara umm. Misalnya disebutkan: di tepi hutan, di sebuah desa,dll. Dalam latar waktu misalnya disebutkan: pada zaman dahulu, pada suatu senja, dll.
Penyebutan nama latar secara pasti atau secara umum dalam narasi sebenarnya menyangkut esensi dan tujuan yang hendak dicapai narasi itu sendiri. Narasi informasional esensinya merupakan hasil pengamatan pengarang diinformasikan kepada pembaca. Narasi artistik esensinya adalah hasil imajinasi pengarang untuk memberikan pengalaman estetik kepada pembaca. Konsistensi antara dunia latar(latar fisik) dan dunia dalam (kejiwaan, suasana hati) tokoh. Dunia mandiri dan utuh tidak harus sesuai dengan dunia keseharian. Dunia mandiri dan utuh adakalanya terpisah dengan dunia keseharian, dan sering disebut dunia imajinasi memiliki jarak estetis(aesthetical distance).

4.      Sudut Pandang (point of view)
Sudut pandang menjawab pertanyaan siapakah yang menceritakan kisah ini. Apapun sudut pandang yang dipilih pengarang akan menentukan sekali gaya dan corak cerita. Sebab watak dan pribadi si pencerita akan banyak menentukan cerita yang ditutrkan pada pembaca. Jika pencerita(narator) berbeda maka detail-detail cerita yang dipilih juga berbeda. Ada empat macam kedudukan pokok narator dalam cerita yaitu:
a.       Narator serba tahu (Omniscient point of view)
Dalam kedudukan ini narator bertindak sebagai pencipta segalanya. Ia bisa menciptakan apa saja yang ia perlukan untuk malangkapi ceritanya, sehingga mencapai efek yang diinginkan.
b.      Narator bertindak objektif (Objective point of view)
Dalam kedudukan ini pengarang bekerja seperti dalam teknik omniscient hanya pengarang sama sekali tidak memberi komentar apapun. Pembaca hanya disuguhi “pandangan mata’’. Pengarang menceritakan apa yang terjadi, seperti penonton melihat pementasan drama. Pengarang sama sekali tidak mau masuk ke dalam pikiran para pelaku.
c.       Narator (ikut) aktif (Narator acting)
Narator juga aktor yang terlibat dalam cerita. Kadang-kadang fungsinya sebagai tokoh sentral. Cara ini tampak dalam penggunaan kata ganti orang pertama (aku, saya, kami).
d.      Narator sebagai peninjau
Dalam teknik ini pengarang memilih salah satu tokohnya untuk bercerita. Seluruh kejadian cerita kita ikuti bersama tokoh ini. Tokoh ii bisa bercerita tentang pendapat atau perasaanya sendiri.

B.     Tujuan Narasi
1.      Hendak memberikan informasi atau wawasan dan memperluas pengetahuan.
2.      Memberikan pengalaman estetis kepada pembaca.

C.    Karakteristik Narasi
Ciri-ciri/ karakteristik karangan Narasi:
1.      Menyajikan serangkaian berita atau peristiwa.
2.      Disajikan dalam urutan waktu serta kejadian yang menunjukkan peristiwa awal sampai akhir.
3.      Menampilkan pelaku peristiwa atau kejadian.
4.      Latar (setting) digambarkan secara hidup dan terperinci.

D.    Jenis Narasi
1.      Narasi Ekspositorik (Narasi Informasional)
Narasi Ekspositorik adalah narasi yang memiliki sasaran penyampaian informasi secara tepat tentang suatu peristiwa dengan tujuan memperluas pengetahuan orang tentang kisah seseorang. Dalam narasi ekspositorik, penulis menceritakan suatu peristiwa berdasarkan data yang sebenarnya. Pelaku yang ditonjolkan biasanya, satu orang. Pelaku diceritakan mulai dari kecil sampai saat ini atau sampai terakhir dalam kehidupannya. Karangan narasi ini diwarnai oleh eksposisi, maka ketentuan eksposisi juga berlaku pada penulisan narasi ekspositorik. Ketentuan ini berkaitan dengan penggunaan bahasa yang logis, berdasarkan fakta yang ada, tidak memasukan unsur sugestif atau bersifat objektif.


Untuk lebih jelasnya, kita dapat melihat contoh berikut ini.

Contoh 1
Sudah Tua Renta Tapi Banyak Berjasa

Nama dia sendiri Tarkimi. Tapi lebih dikenal dengan panggilan Bu Dar’an, karena telah puluhan tahun menjadi istri Pak Dar’an. Kini, Bu Tarkimi atau Bu Dar’an ini usianya sekitar 65 tahun, sudah tua renta, lagi berstatus janda, sebab hampir setahun yang lalu Pak Dar’an meninggal dunia. Namun demikian, ketuaannya tidak menjadi penghalang pekerjaan pokoknya sebagai tukang memperbaiki alat-alat musik yang terbuat dari kayu, mulai cuk yang kecil sampai bass yang besar, mulai gitar model kuno sampai gitar listrik—model terakhir.
Sebenarnya, Pak Dar’an itulah yang sejak kecil suka main musik terutama keroncong, yang pandai memperbaiki alat-alat musik, dan begitu terkenal sejak zaman penjajahan Belanda dulu, sampai detik-detik terakhirnya sebelum meninggal dunia. Pak Dar’an dikenal sangat teliti dan rapi dalam bekerja, sehingga banyak pemilik alat-alat musik yang kebetulan mengalami kerusakan, membawa alat-alatnya kesana untuk diperbaiki. Mereka yang datang bukan hanya dari kota Tegal saja sebagai tempat kelahiran sekaligus tempat praktek Pak Dar’an, tetapi juaga dari kota-kota lain, seperti Pemalang, Pekalongan, Slawi, Bumiayu, Brebes, pendek kata seluruh Keresidenan Pekalongan. Rupanya kebolehan Pak Dar’an dengan istrinya  dalam hal mereparasi alat-alat musik ini tak ada duanya di Keresidenan Pekalongan.
Bagaimana kisah Bu Tarkimi bisa bertemu Pak Dar’an? Tanya penulis. “Wah mula-mula saya hanya menjadi juru masak perkumpulan orkes yang bernama “Mata Roda”. Salah seorang anggotanya adalah Pak Dar’an itu”, katanya. “Ke mana-mana kalau orkes Mata Roda mengadakan pertunjukan, saya tentu selalu dibawa serta sebagai tukang mengurus makanan dan minuman. Lama-kelamaan karena kami sering bertemu pandang, dia melamar saya dan akhirnya saya diambil sebagaia istrinya, dengan maskawin tujuh ringgit”, sambungnya.
Dan sejak Pak Dar’an meninggal dunia, semua pekerjaan memperbaiki alat-alat musik diambil oper oleh Bu Dar’an. Karena keterbatasan kemampuan serta tenaganya, maka Bu Dar’an tidak mampu membuat gitar, cuk, bass, atau cello lagi. Dulu, ketika Pak Dar’an masih hidup, dia memang bukan hanya pandai memperbaiki saja. Bahkan gitar, cello, bass, atau cuk buatannya sangat terkenal karena mutunya tidak kalah jauh dengan buatan luar negeri.
Pak Dar’an di masa mudanya memang dikenal sebagai “buaya keroncong”. Dan perkumpulannya yang bernama “Mata Roda”  merupakan perkumpulan orkes keroncong yang paling top pada masa itu. Dan rupanya Bu Tarkimi yang masih gadis itu sangat terpesona pada kemahiran pemuda Dar’an dalam memainkan melodi atau cuk, sehingga akhirnya dia pun jatuh cinta pada si “buaya keroncong” ini. Dan jadilah Bu Dar’an berkenalan dengan alat-alat musik, sampai dikenal jauh dari kota asalnya.
Sampai kini, Bu Dar’an yang tua renta ini tidak pernah kekurangan pekerjaan. Selalu saja ada orang-orang yang datang minta jasa baiknya untuk membantu memperbaiki alat-alat musik mereka yang rusak.
“Ya, dari sini Nak, saya makan. Habis saya tak punya anak seorang pun, dan juga tak ada pekerjaan lain yang mendatangkan uang,” katanya . Berapa tarifnya utuk memperbaiki alat-alat musik ini? “Itu sih bergantung dari kerusakannya, termasuk ringan atau berat. Gitar yang ,masih rusak ringan cukup dengan ongkos Rp500,00, tapi yang berat Rp1000,00 sampai Rp2000,00. Biola, biar kecil tapi lebih rumit ongkos reparasinya sekitar Rp1000,00 sampai Rp2000,00” katanya mengakhiri omong-omong dengan penulis suatu sore di rumahnya yang sangat sederhana, di kampung Krobogan Kotamadya Tegal.
(H.D. Haryo Sasongko, Kompas)


2.      Narasi Sugestif (Narasi Artistik)
Narasi sugestif adalah narasi yang berusaha untuk memberikan suatu maksud tertentu, menyampaikan suatu amanat terselubung kepada para pembaca atau pendengar sehingga tampak seolah-olah melihat. Sementara itu, sasaran utamanya bukan memperluas penegtahuan seseorang tetapi berusaha memberikan makna atas peristiwa atau kejadian sebagai suatu pengalaman. Di bawah ini, akan dicontohkan karangan narasi sugestif / artistik.

Contoh 2
Sebuah Penantian

Ia melintas kamar untuk menutup jendela ketika saya masih di tempat tidur. Ia kelihatan menggigil, mukanya pucat dan dia berjalan pelan-pelan seakan-akan sakit kalaun bergerak.
“Kenapa, Schatz?”
“Pusing,”
“Sebaiknya kamu tidur saja.”
“Tidak, saya tidak apa-apa.”
“Tidurlah, saya berganti pakaian dulu, nanti saya periksa kamu.”
Tapi ketika saya selesai berganti pakaian dan datang menemuinya, ternyata ia telah duduk di dekat perapian. Anak yang baru berumur 9 tahun itu kelihatannya sangat sakit. Saya raba dahiny-demam-pikirku.
“Tidurlah, kamu demam.”
“Saya tidak apa-apa,” katanya.
Dokter yang kupanggil datang, dan dia langsung memeriksa suhu badan anak itu.
“Berapa Dok?” tanyaku.
“Seratus dua.”
Dokter itu meninggalkan tiga macam obat. Satu untuk menurunkan demam, satu lagi untuk membunuh virus influenza, dan yang ketiga untuk menetralkan asam, dokter itu menerangkan.
“Tidak usah cemas selama panasnya dibawah serarus empat. Ini hanya flu ringan saja dan tidak berbahaya jika radang paru-parunya dapat dihindarkan.”
Saya kembali ke kamar anak saya dan menulis suhu badan anak itu serta membuat catatan tentang waktu untuk meminum kapsul-kapsul itu.
“Kamu ingin dibicarakan sesuatu?”
“Kalau papa mau.”
Muka anak itu pucat sekali dan di sekeliling matanya ada daerah kehitam-hitaman. Ia berbaring kaku di ranjang dan matanya menerawang.
Saya membaca keras-keras kisah tentang bajak laut, dari buku karangan Howard Pyle, tapi saya tahu ia tidak mengikutinya.
“Bagaimana rasanya Schatz?”
“Sama saja, rasanya.”
Saya duduk di ujung ranjang dan membaca untuk diriku sendiri sambil menanti sampai tibanya waktu untuk memberikan kapsul yang lainnya. Satu kapsul sudah diminumnya ketika dokter memberikannya tadi. Mustinya ia sudah tidur, ternyata ia masih melihat ujung tempat tidur dengan pandangan yang kosong dan aneh.
“Kenapa kau tidak tidur? Nanti papa bangunkan kalau harus minum obat.”
“Sebaiknya saya bangun saja.” Ia berhenti sejenak lalu menambahkan, “Papa tidak usah menunggui saya kalau itu menganggu papa.”
“Sama sekali tidak mengganggu papa.”
Mungkin ia agak gelisah pikirku. Saya beri dia kapsul jam 11:00 lalu saya pergi sebentar.
Hari sangat dingin. Pepohonan dan semak-semak tertutup salju yang membeku. Saya membawa anjing saya berjalan-jalan di atas permukaan salju yang licin. Anjing saya berkali-kali tergelincir. Juga saya telah dua kali jatuh, sekali dengan senapan meluncur jauh di atas es.
Kami melihat sekelompok burung puyuh, dan saya menembak dua ekor, selagi mereka menghilang di balik tebing. Lincinnya es membuatku sukar untuk menembak karena kaki menjadi tidak tetap. Saya toh cukup gembira bahwa masih banyak yang tinggal hidup untuk ditembak lain kali.
Di rumah saya mendengar kabar bahwa anak saya menolak orang masuk ke kamarnya.
“Kalian tidak boleh masuk, kalian tidak boleh ketularan.”
Ketika saya masuk ia masih tetap memandang ujung ranjang, sama seperti ketika saya meninggalkannya tadi. Saya mengambil suhu badannya.
“Berapa?”
“Seratus dua empat persepuluh.”
“Ooo, seratus dua.”
“Suhu badanmu tak perlu dicemaskan.”
“saya tidak cemas hanya saya tidak dapat berpikir.”
“jangan pikirka apa-apa, tenang-tenang saja.”
“saya berusaha tenang.”
Ia, melihat lurus ke depan. Tenang sekali ia berusaha menyimpan sesuatu persoalan.
“Minumlah obat ini.”
“Apakah ini menolong?”
“Tentu saja.”
Saya membaca lagi keras-keras tetapi karena ia tidak mengikutinya, saya berhenti.
“Jam berapa kira-kira saya mati?”
“Apa?”
“Berapa lama lagi saya hidup?”
“Kau tak akan mati. Ada apa sih?”
“Ya saya akan mati, saya dengar dokter berkata seratus dua.”
“Saya tahu orang akan mati dengan panas seratus dua. Di sekolah dikatakan orang tak dapat hidup dengan panas empat puluh empat derajat. Saya seratus dua derajat.”
Ia rupanya sedang menunggu kematian sepanjang hari, sejak jam sembilan pagi.
“Schatz, kau benar-benar keeterlaluan. Inikan seperti mil dan kilometer. Termometer yang itu normalnya 37o, yang ini 98o.  Tepat berapa kilometer kita tempuh bila kita berjalan tujuh puluh mil dengan mobil, tepat seperti itu.
“Oh,....”
Ia mengawasi tepi ranjang sambil berpikir, pelan-pelan ia menjadi tenang. Besoknya ia menjadi sangat tenang, sdan berteriak-teriak lagikarena yang hal-hal kecil seperti biasanya.
(Ernest Hemingway, A Day’s Wait, terjemahan Irsan Gautama)

Agar perbedaan antara narasi informasional dan narasi artistik dapat dilihat lebih jelas, berikut  ciri-ciri dominan pada kedua macam karangan narasi.
Narasi Informasional
Narasi Artistik
1.       Memperluas pengetahuan.

2.       Menyampaikan informasi faktual mengenai sesuatu kejadian.
3.       Didasarkan pada penalaran untuk mencapai kesepakatan rasional.


4.       Bahasa lebih condong ke bahasa informatif dengan titi berat pada percakapan kata-kata denotatif.
1.       Menyampaikan suatu makna atau suatu amanat yang tersirat.
2.       Menimbulkan daya khayal.

3.       Penalaran hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan makna, sehingga kalau perlu penalaran dapat dilanggar.
4.       Bahasanya lebih condong ke bahasa figuratif dengan menitik beratkan penggunaan kata-kata konotatif.













Dari uraian dan contoh di atas dapatlah kita simpulkan bahwa narasi informasional atau narasi ekspositoris digunakan untuk karangan faktual seperti biografi, autobiografi, sejjarah, atau proses dan cara melakukan sesuatu hal. Sebaliknya, karangan narasi artistik atau narasi sugestif digunakan untuk karangan imajinatif seperti cerpen, novel, roman, dan drama.

E.     Langkah Menulis Karangan Narasi
Untuk memandu dalam menulis narasi, berikut ini disajikan langkah-langkah praktis mengembangkan karangan narasi.
1.      Tentukan dulu tema dan amanat yang akan disampaikan. Anda mau menulis tentang apa? Pesan apakah yang hendak disampaikan kepada pembaca?
2.      Tetapkan sasaran pembaca kita. Siapa yang akan membaca karangan kita, orang dewasa, remaja, ataukah anak-anak?
3.      Rancang peristiwa-peristiwa utama yang akan ditampilkan dalam bentuk skema alur. Kejadian-kejadian apa saja yang akan dimunculkan? Apakah kejadian-kejadian yang akan disajikan itu penting? Adakah kejadian penting yang belum ditampilkan?
4.      Bagi peristiwa utama itu ke dalam bagian awal, perkembangan, dan akhir cerita. Peristiwa-peristiwa apa saja yang cocok untuk setiap bagian cerita? Apakah peristiwa-peristiwa itu telah tersusun secara logis dan wajar?
5.      Rinci peristiwa-peristiwa utama ke dalam detail-detail peristiwa sebagai pendukung cerita. Kejadian-kejadian penting dan menarik apa saja yang berkaitan dan mendukung peristiwa utama?
6.       Susun tokoh dan perwatakan, latar, dan sudut pandang.
BAB III
KOMPETENSI DASAR MENULIS

A.    Kompetensi Dasar yang Merujuk pada Pembelajaran Karangan Narasi
No.
SD
SMP
SMA
KLS
dan
SMT
Kompetensi Dasar
Menulis
KLS
dan
SMT
Kompetensi Dasar Menulis
KLS
dan
SMT
Kompetensi Dasar
Menulis
1
Kelas 4, SMT 1
Menulis surat untuk teman sebaya tentang pengalaman atau cita-cita dengan bahasa yang baik dan benar  dan memperhatikan penggunaan ejaan (huruf besar, tanda titik, tanda koma, dll.)
Kelas VII, SMT 1
1    Menulis buku harian atau pengalaman pribadi dengan memperhatikan cara pengungkapan dan bahasa yang baik dan benar
2    Menulis surat pribadi dengan memperhatikan komposisi, isi, dan bahasa
3    Menulis kembali dengan bahasa sendiri dongeng yang  pernah dibaca atau didengar
Kelas X, SMT 1
Menulis gagasan dsengan menggunakan pola urutan waktu  dan tempat dalam bentuk paragraf naratif

2
Kelas 5, SMT 1
1      Menulis karangan berdasarkan pengalaman dengan memperhatikan  pilihan kata dan penggunaan ejaan
2      Menulis surat undangan (ulang tahun, acara agama, kegiatan sekolah, kenaikan kelas, dll.) dengan kalimat efektif dan memperhatikan penggunaan ejaan
3      Menulis dialog sederhana antara dua atau tiga  tokoh dengan memperhatikan isi serta perannya
Kelas VII, SMT 2
Mengubah  teks wawancara menjadi narasi dengan memperhatikan cara penulisan kalimat langsung dan tak langsung
             
Kelas X, SMT 2
1      Menulis karangan berdasarkan  kehidupan diri sendiri dalam   cerpen (pelaku, peristiwa, latar)
2      Menulis karangan berdasarkan  pengalaman orang lain dalam   cerpen (pelaku, peristiwa, latar)
3
Kelas 6, SMT 2
1   Menyusun naskah pidato/sambutan (perpisahan, ulang tahun, perayaan sekolah, dll.)  dengan bahasa yang baik dan benar, serta  memperhatikan penggunaan ejaan
2   Menulis surat resmi dengan memperhatikan pilihan kata sesuai dengan orang yang dituju
Kelas VIII, SMT
1
1    Menulis kreatif naskah drama satu babak dengan     memperhatikan keaslian ide
2   Menulis kreatif naskah drama satu babak dengan       memperhatikan kaidah penulisan naskah drama

Kelas XII, SMT 1
Menulis cerpen  berdasarkan kehidupan orang lain (pelaku, peristiwa, latar)
4


Kelas IX, SMT 1
1   Menuliskan kembali  dengan kalimat sendiri  cerita pendek yang pernah dibaca
2   Menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami



5


Kelas IX, SMT 2
1   Menulis naskah drama berdasarkan cerpen yang sudah dibaca
2   Menulis naskah drama berdasarkan peristiwa nyata




































































B.     Kumpulan Contoh Karangan Narasi
1. menulis surat kepada teman sebaya
Semarang, 1 Maret 2012

Nika Kartika Wijayanti
Jl. Pahlawan  No.145
Klaten

Nika yang manis,
Halo Nik, bagaimana kabarmu? Aku harap kamu baik-baik saja dan sehat selalu ya! Soalnya, di sini aku juga baik dan sehat wal’afiat.
Eh, Nik, bagaimana liburan semester ini? Apa kamu sudah liburan dengan kedua orang tuamu dan kakak-adikmu? Kapan bisa mampir ke Semarang? Aku sudah lama menanti kedatanganmu. Ingin sekali aku mengajakmu ke peternakan sapi perah milik kakekku. Kau pasti senang, karena ibuku akan memberimu hasil produksi dari peternakan kami.
Berbicara soal liburan, aku dan keluargaku baru saja datang dari Sumatera, tepatnya di Sumatera Utara. Ini merupakan pengalaman pertamaku naik pesawat dan harus pergi meninggalkan pulau Jawa. Sungguh mengesankan saat kita bisa memandangi lautan dan daratan dari atas. Aku sampai mrinding, hehe...! Di Sumatera Utara, kami menginap disalah satu rumah sepupuku di daerah Medan.
Selama disana, aku diajak berkeliling kota Medan. Dan lebih senangnya lagi, aku mampir di kawasan wisata Danau Toba. Sungguh indah pemandangannya. Liburan kami hanya sampai tiga hari di Medan. Setelah itu kami bergegas untuk pulang ke rumah di Semarang. Pengalamanku ini tidak akan pernah kulupakan. Semoga kita bisa pergi ke Medan bersama-sama. Ya kan, Nik?
Itu tadi, kisah liburanku selama tiga hari di kota Medan. Bagaimana dengan liburanmu ? Pasti juga mengasyikkan, ya kan?
Nik, cukup disini dulu ya surat dari aku. Jangan lupa dibalas ya. Aku tunggu cerita liburanmu.
Sahabat kecilmu,

Rizki Hapsari

2. Menulis Buku Harian ; Cerita Pengalaman Pribadi
                                                                                           Solo, 29 April 2007
Diary
Hari ini aku sebel banget sama seseorang. Gimana aku nggak sebel, dia itu
orangnya sombong banget sih. Bayangin aja, aku udah baik-baik menyapa dan memberikan senyuman tapi dia kok malah nggak peduli dan pergi begitu saja.
Diary
Kog ada ya orang yang seperti itu. Apa bersikap ramah kepada orang lain itu
susah? Kayaknya enggak deh. Kalau dia tidak bisa ramah dan nggak pernah senyum, siapa coba yang mau berteman dengan dia? Apa dia tidak pengin punya banyak teman?
Diary ....
Pokoknya aku nggak mau lagi menyapa dia. Biarin aja dia nggak punya teman, lagian siapa yang butuh teman seperti dia? Sebel deh!

                                                                                         Bandung, 1 Mei 2007
Hari ini ada kejadian lucu dan memalukan yang aku alami. Pokoknya aku
nggak akan pernah lupa dengan kejadian itu.
Ceritanya begini, tadi sore aku diajak mama pergi belanja ke mall. Banyak
banget barang yang harus dibeli, paman dan tante kan besok Minggu mau datang.
Setelah hampir 2 jam berbelanja, aku mulai capai dan merasa lapar. Aku pun
mengajak Mama ke KFC dulu untuk makan. "Ma, ayo kita ke KFC dulu! Udah lapar nih," ajakku sambil berjalan. Tetapi Mama menjawab, "Sebentar, sayang.
Sebentar ya!"
Karena aku sudah kelaparan, tangan mama pun aku tarik sambil berkata,
"Pokoknya kita makan dulu!" Aku mendengar suara Mama berkata, "Sayang, kamu mau ke mana?" Tapi aku cuek aja, yang penting makan. Tapi, kenapa suara mama terdengar makin jauh ya? Karena penasaran, aku menoleh ke belakang. Oh My God! Betapa kagetnya aku karena orang yang aku tarik ternyata bukan mama.
Aduh, rasanya aku malu banget apalagi orang-orang melihat aku sambil menahan senyum. Mama yang melihat tingkahku juga tertawa sambil menghampiriku."Makanya, kalau mau narik-narik itu lihat dulu. Jangan asal tarik aja.
Memangnya kamu mau ganti mama baru ya?" ledek Mama kepadaku. Aku
pun cuma tersenyum sambil menahan malu. Ya, ampun! Gara-gara kelaparan,
malu deh aku.

                                                                                        Solo, Senin 7 Mei 2007
Hari ini aku bertemu teman lama. Senang banget deh rasanya, soalnya
sudah lama aku tidak mendengar kabar tentang dia.

                                                                                       Solo, Selasa 8 Mei 2007
Hore! Hari ini ulanganku paling tinggi di kelas. Nggak sia-sia deh semalam
belajar.

                                                                                        Solo, Rabu 9 Mei 2007
Capai banget hari ini. Banyak tugas yang harus dikerjakan.

                                                                                    Solo, Kamis 10 Mei 2007
Hari isi sangat membosankan. Tidak ada hal-hal menarik yang terjadi hari ini.

                                                                                    Solo, Jumat 11 Mei 2007
Aduh! Hari ini aku dihukum karena terlambat masuk sekolah. Karena terlalu
asyik nonton TV semalam, aku bangun kesiangan.

                                                                                     Solo, Sabtu 12 Mei 2007
Hari ini aku pulang sekolah lebih awal, soalnya ada rapat guru di sekolah.
Senang deh!

                                                                                  Solo, Minggu 13 Mei 2007
Asyik! Hari ini aku dan teman-teman pergi ke kebun binatang.

3. Menulis Cerpen ; Kisah Pengalaman Hidup Orang Lain

Mereka ada dijalan....


Mentari beranjak ke arah barat, sholat ashar kutunaikan sudah. Kuambil segelas air dari dispenser yang ada di ruang makan. Kulihat jam di dinding, tepat setengah empat. Tak lama setelah gelas kutaruh kembali ke meja makan terdengar suara dari luar. “Jo! Joan! Main bola yuk!”. Dengan sedikit berlari aku menuju pintu depan rumah. Ah, teman-teman kampung. “Tunggu sebentar, aku ganti sarung dulu.”, jawabku.

Tak lebih dari semenit aku keluar dengan seragam kebesaranku, kaos Persebaya Surabaya dan celana training warna pink. Perduli amat, tinggal ini yang ada di lemari pakaianku. Maklum, belum sempat nyuci baju. Kukeluarkan sepeda kesayanganku, berpamitan dengan Ibu yang sedang masak di dapur dan plas…

Hanya kurang dari lima menit, kami sudah sampai di kompleks kampus B Unair, tempat kuliah kakakku. Memang, kompleks ini menjadi tempat favorit, kalau tidak bisa dikatakan sebagai satu-satunya tempat, bagi kami melewatkan hampir tiap sore dengan bermain bola.

Satu-persatu lapangan kami susuri. Parkiran fakultas ekonomi sudah ditempati, hukum sudah, psikologi sudah, sastra sudah, fisip sudah, rektorat sudah. Nah ini dia, lapangan parkir sebelah Masjid An-Nur, masjid kampus, masih kosong. “Di sini saja ya.”, Diaz coba menawarkan pada kami.

Tak lama kemudian, berbekal beberapa sandal dan sepeda yang diberdirikan terbalik, sebuah lapangan bola dadakan tercipta sudah. Lima orang lawan lima orang. Untuk kali ini aku kebagian jatah sebagai kiper. Padahal ingin sekali hari ini aku menjadi penyerang, sudah seminggu ini aku tidak mencetak gol sama sekali. Tapi apa boleh buat.

Sebuah tendangan keras lurus mengarah ke gawangku. “Plak!”, suara keras bola plastik berbenturan dengan telapak tanganku. Bola mampu kutepis ke samping kiri gawang. “Nggak gol ye…, tendangan cemen”, ejekku. Seketika itu pula Amad, sang penendang bola, mendatangiku dan menjitak kepalaku sambil berkata, “Ngece…”. Kami pun tertawa.

“Plak!”, untuk kali ini bukan tanganku yang mampu menepis bola, tetapi mukaku satu-satunya menjadi korban keganasan tendangan keras Diaz. Panas rasanya. Seketika itu pula mukaku menjadi merah padam. Teman-temanpun mengerubungiku, menyaksikan tubuhku yang masih terkapar di beton parkiran. Untuk beberapa saat memang mataku berkunang-kunang, kepalaku terasa pusing. Kurang lebih setengah menit kemudian, aku terbangun. Sambil meringis menahan panas mukaku kucari Diaz. “Anarkhis!”, hanya itu yang aku ucapkan pada Diaz.

“Panas ya, mas…”, ucap Amad.

“Whoa…, balas dendam ceritanya. Ngece…”

“Makanya jangan sok jagoan.”, timpal Diaz.

“Afwan deh. Tadi khilaf.”

“Ya sudah. Kita istirahat dulu sebentar.”, Amad coba menawarkan.

Kita pun beristirahat sejenak, kurang lebih selama lima menit. Sampai suatu ketika, beberapa mobil terlihat berjalan ke arah kami. Ups! Hari apa ini. Ya benar, sekarang hari kamis. Memang seperti yang pernah kakakku katakan, tiap kamis sore minggu pertama ada pengajian ibu-ibu dan remaja putri di masjid kampus. Kakakku Lina memang semenjak semester satu menjadi aktivis masjid kampus.

Itu dia, berdiri di selasar sebelah utara masjid, memakai kerudung dan baju terusan berwarna merah muda. Sesuai dengan kulitnya yang coklat terang. Tak heran kalau banyak laki-laki, atau lebih tepatnya mereka lebih senang disebut dengan ikhwan, yang menyukainya. Wajahnya yang berbentuk oval dengan dagu meruncing dan hidung yang agak mancung merupakan sebuah kombinasi yang sangat pas. Dalam hati aku berjanji, aku tak akan segan-segan menghadang setiap laki-laki yang berani mengganggunya. Maklum, kami hanya dua bersaudara.

“Waduh rek. Sore ini bakal ada pengajian, jadinya parkiran bakal dipake. Pindah yuk.”, pintaku pada teman-teman. Sekonyong-konyong kami membereskan lapangan dadakan kami.

Ah, mana lagi tempat kosong. Oh ya, lapangan basket belakang fakultas psikologi. Semoga belum dipakai para mahasiswa bermain basket. Alhamdulillah, masih kosong. Mekanisme standar pembuatan lapangan dadakan mulai kami laksanakan. Sandal dan sepeda yang diparkir terbalik tersusun sudah. Pertandingan dimulai. Untuk kali ini, keinginanku untuk jadi penyerang terpenuhi.

Hup! Sebuah umpan terobosan yang sangat indah disodorkan oleh Ipul. Kuteruskan dengan sebuah tendangan eksekusi khas ala Joan. Tidak begitu keras, tetapi mengarah pada titik lemah kiper. Bola menerobos selangkangan kaki Idham, yang kebetulan sore itu menjadi kiper lawan. Gol! Gol pertamaku setelah dalam penantian selama satu minggu. Aku tak mandul lagi.

Gol itu menjadi gol terakhir dari permainan kami. Tak lama kemudian satpam kampus mengusir kami dari lapangan itu. Nasib…, nasib…. Terpaksa kami pindah mencari tempat lain di luar kampus. Kami putuskan, akan kami selesaikan permainan bola sore ini di jalan depan rumah Ipul. Biar sempit, yang penting main bola jalan terus.

Akhirnya, gang depan rumah Ipul menjadi lapangan kami juga. “Jbrak!”, “Jbruk!”, “Dhuang!”, menjadi suara yang sangat lazim didengar. Hingga tanpa kami sadari sebuah motor melaju sangat kencang, menabrak sepeda yang menjadi gawang dan kemudian menabrakku. Dhuar! Kemudian gelap…

**

Yang aku tahu saat ini, aku sudah berada di rumah sakit. Berbaring di kasur dengan kaki sebelah kiri yang terbalut gips. Kata kakak, kakiku sebelah kiri patah dan harus di gips. Untuk malam ini, kakakku menemaniku di rumah sakit. Karena ibu dan ayah harus menemani nenek yang masih shock di rumah. Kata ayah dan ibu, aku ini cucu kesayangan nenek, karena perawakanku mirip kakek. Kulit coklat kehitaman mengkilat-kilat, rambut jabrik, berhidung besar dan berwajah bundar mirip bola. Sampai-sampai nenek lebih memilih tinggal dengan kita sekeluarga. He… he…

“Kak Lina…”

“Apa Dek?”

“Adek nyesel. Gak bakalan main bola lagi.”

“Nggak usah begitu. Yang penting sekarang kamu istirahat saja. Sudah malam tuh.”

“Ibu pasti marah. Pasti deh besok-besok Adek gak boleh main lagi.”

“Sudah, memang kamu itu sudah keturunan keranjingan bola. Nggak jauh beda dengan Ayah. Ntar deh, Kakak bantuin ngomong ke Ibu biar Adek boleh main bola lagi. Kalau perlu kalau sudah sembuh kakak beliin bola yang asli, biar kalian kalau main bola nggak pakai bola plastik lagi.”

“Emang Kakak punya duit? Duit darimana?”

“Kakak kan ngajar les dan ngaji privat. Lumayan lah…. Kakak seneng kok Adek suka main bola. Yang penting jangan lupa sholat, ngaji dan hapalan satu ayat tiap hari.”, Aku hanya bisa menjawabnya dengan senyuman.

“Kakak besok masih ujian kan?”

“Ah nggak papa. Ini, Kakak bawa catatan kuliah.”

“Kak, bawa radio kecil Adek nggak?”

“Bawa. Ada di tas Adek. Kakak ambilin sebentar ya…”. Kakakku beranjak dari duduknya, menuju pojok kamar. Diambilnya radio kecil dari tasku.

“Ini Dek.”

Kunyalakan radio kecil kesayanganku. Pelan-pelan terdengar suara dari radio itu…


Anak kota tak mampu beli sepatu

Anak kota tak punya tanah lapang

Sepakbola menjadi barang yang mahal

Milik mereka

Yang punya uang saja

Dan sementara kita di sini

Di jalan ini


Akupun beranjak tertidur, ditemani belaian lembut kakakku satu-satunya. Ah, dunia terkadang tak adil bagi seorang anak kecil.

4. Menulis Naskah Dialog Drama Sederhana

Tikus-Tikus Nakal

Suasana di depan sekolah pada suatu siang sepulang sekolah. Terlihat seorang anak sekolah bernama Deri membeli beberapa kantung kacang dari sebuah warung.
Ia segera pulang ke rumahnya.
Suasana rumah Deri. Deri membuka sepatu dan kaus kakinya. Ia meletakkannya begitu saja di belakang pintu rumahnya. Ia lalu segera pergi ke kamarnya. Ibunya melihat tindakan Deri.
Ibu : (marah) “Deri, sepatumu jangan diletakkan sembarangan. Kan, sudah ibu sediakan rak khusus untuk menyimpan sepatu.”
Deri : (menyeka keringat di keningnya) “Deri kan capek, Bu. Hari ini rasa nya gerah banget. Lagian, kan ada Bi Surti.”
Ibu : “Bi Surti pulang kampung selama tiga hari. Lagian, kenapa kamu menanyakan Bi Surti?”
\Deri : “Biasanya kan Bi Surti yang suka membereskan sepatuku.”
Ibu : (kesal) “Untuk hal seperti ini, Ibu rasa kamu bisa me ngerjakannya sendiri.”
Deri : (segera mengambil sepatu dan kaus kakinya yang ber serakan) “Aahh… Ibu.”
Deri segera masuk ke kamarnya. Suasana berganti menjadi kamar Deri. Di kamar, terdapat sebuah tempat tidur kecil, kipas angin, meja belajar, dan sebuah tempat sampah. Deri merebahkan diri di atas tempat tidurnya. Ia melemparkan tasnya ke samping bawah meja belajarnya. Ia belum mengganti baju seragamnya. Lalu, ia menyalakan kipas angin.
Deri : (sambil membaca buku yang diambilnya dari meja belajar) “Ahh… begini kan lebih enak….”
Deri membuka bungkus kacang yang ia beli tadi. Ia membuka satu per satu dan melemparkan begitu saja kulit-kulit kacang ke bawah tempat tidurnya.
Suasana malam. Deri tidak bisa tidur. Ia mendengar suara-suara aneh.
Ciiitttt… cit… cittt…. Deri ketakutan. Dari kolong tempat tidurnya, keluar seekor tikus.
Deri kaget. Ia paling takut pada tikus. Tidak berapa lama kemudian, beberapa ekor tikus keluar dari kolong tempat tidurnya. Deri mengambil sapu ijuk.
Deri : (mencoba mengusir tikus-tikus) “Ukhhh… mengganggu saja!” (memukul seekor tikus)
Beberapa tikus malah menghampiri Deri.
Deri : (ketakutan dan menjerit-jerit) “Ibu, Ibu tolongin Deri!”
Ibu : (membuka pintu kamar Deri) “Ada apa kok kamu teriak-teriak?”
Deri : (wajahnya pucat) “Ibu, banyak si Jerry!”
Ibu : “Jerry, siapa itu Jerry?”
Deri : (menunjuk ke bawah tempat tidurnya) “Maksud Deri banyak tikus kecil.”
Ibu : (kebingungan) “Di mana?”
Deri : “Itu di bawah tempat tidur Deri!
Deri takut. Deri tidak mau tidur di kamar Deri.”
Ibu : “Ya sudah, malam ini kamu tidur bersama kakakmu saja.”
Suasana pagi hari. Ibu masuk ke kamar
Deri. Ia kaget melihat sampah-sampah berserakan di bawah tempat tidur Deri.
Ibu : (berteriak, mukanya cemberut)
“Derii…sini!”
Deri : (memakai seragam sekolah) “Ya ada apa, Bu?”
Ibu : “Lihat!” (menunjuk ke sampah yang berserakan) “Kamu jorok sekali. Pantas banyak tikus di kamarmu.”
Deri : (malu dan tertunduk) “Habis bagaimana dong?”
Ibu : “Lho kok, malah tanya. Mulai sekarang kamu harus menjaga kebersihan kamarmu. Kamu jangan membuang sampah sembarangan lagi. Kan, sudah ibu sediakan tempat sampah di kamarmu (menunjuk ke tempat sampah). Apa perlu Ibu membuatkan plang peringatan di sini?”
Deri : “Ibu bisa saja. Deri janji tidak akan membuang sampah sembarangan lagi. Deri kapok sama si Jerry-Jerry nakal.”
Ibu : (tersenyum) “Ya sudah, sekarang kamu pergi sekolah. Pulang sekolah nanti, kamu harus membersihkan kamar mu.”
Deri : “Baik, Bu!”
Sejak saat itu, Deri selalu menjaga kebersihan kamar nya.

Sumber: Bobo, 22 Februari 2007

BAB IV
PENUTUP

A.    Simpulan
Karangan narasi adalah karangan yang di tulis berdasarkan urutan waktu.
Prinsip-prinsip narasi antara lain: (1) alur (plot), (2) penokohan, (3) latar (setting), dan (4) sudut pandang (point of view).
Tujuan narasi yaitu: (1) memberikan informasi atau wawasan dan memperluas pengetahuan, dan (2) memberikan pengalaman estetis kepada pembaca.
Karakteristik narasi antara lain: (1) menyajikan serangkaian berita atau peristiwa, (2) disajikan dalam urutan waktu serta kejadian yang menunjukkan peristiwa awal sampai akhir, (3) menampilkan pelaku peristiwa atau kejadian, dan (4) latar (setting) digambarkan secara hidup dan terperinci.
Jenis narasi antara lain: (1) narasi ekspositorik (narasi informasional) dan (2) narasi sugestif (narasi artistik).

B.     Saran
Setelah mengetahui teori tentang hakikat karangan narasi, sepatutnya kita sebagai seorang mahasiswa yang akan menjadi harapan bangsa ke depan diharapkan dapat mengimplementasikan disiplin ilmu tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber dari buku:
Keraf, Gorys. 2001. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia
Pinoza, Lamuddin. 2002. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia.
Suparno dan Yunus, Muhammad.2007.  Materi Pokok Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: Universitas Terbuka

Sumber dari internet:
http://id.shvoong.com/humanities/linguistics diunduh pada hari Sabtu, 24 Maret 2012 pukul 19: 30

0 komentar: