HAKIKAT KARANGAN NARASI
oleh Ardian Asát
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Keterampilan
menulis mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan. Selain dapat
menunjang kesuksesan hidup seseorang, juga dapat melibatkan diri dalam
persaingan global yang saat ini terjadi. Pada era globalisasi, semua informasi
disajikan secara instan dengan media yang beragam, termasuk media cetak.
Melalui karya tulis seseorang dapat mengaktualisasikan diri dan ikut menjadi
bagian kemajuan zaman.
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan menulis memiliki kedudukan yang sangat penting di dalam dunia
pendidikan, khususnya dalam pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia. Oleh karenanya,
perlu adanya upaya untuk meningkatkan
keterampilan menulis. Keterampilan dalam menulis harus dibina dan
dikuasai sejak dini sebagai
salah satu keterampilan berbahasa.
Untuk
meningkatkan keterampilan menulis perlu melalui pelatihan yang kontinyu untuk
mengembangkan suatu tulisan dengan baik. Oleh karena itu, seseorang harus
menguasai kemampuan dasar dalam menulis, yaitu yang berkaitan dengan masalah
pilihan kata, efektivitas kalimat, dan penalaran. (Akhadiah, dkk, 1996: 71).
Kegiatan
menulis memang tidaklah mudah. Akhadiah (1996: 1) mengemukakan bahwa banyak
orang yang menganggap kegiatan menulis sebagai beban berat. Anggapan tersebut
timbul karena kegiatan menulis meminta banyak tenaga, waktu, serta perhatian
yang sungguh-sungguh. Dalam semua kurikulum yang pernah diterapkan tersebut,
pada hakikatnya kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa dan sastra
secara baik dan benar, baik secara lisan maupun tulisan.
Keterampilan
menulis yang dimiliki seseorang, diperoleh dengan latihan yang intensif.
Kemampuan menulis bukanlah keterampilan yang diwariskan secara turun temurun,
tetapi merupakan hasil proses belajar dan ketekunan berlatih. Untuk memiliki
keterampilan menulis tidak cukup dengan mempelajari pengetahuan tentang teori
menulis, ataupun hanya melafalkan definisi yang terdapat dalam bidang menulis,
tetapi diperlukan proses berlatih secara terus menerus dan berkelanjutan.
Oleh
karena itu, pembinaan terhadap kemampuan dan keterampilan berbahasa hendaknya
dilakukan secara terprogram dan berorientasi pada pengembangan dan peningkatan
kompetensi siswa ataupun mahasiswa. Mengingat semua jenis dan jenjang
pendidikan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar (Undang-Undang
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional), maka penguasaan
keterampilan bahasa Indonesia menjadi kunci keberhasilan pendidikan di
Indonesia.
Sementara itu, pembinaan menulis mampu meningkatkan
keterampilan seseorang khususnya bagi kaum pelajar dan mahasiswa dalam
mencurahkan gagasan informasi, penalaran atau sebuah ide. Dengan pertimbangan
tersebut penulis memilih pengenalan terhadap karangan narasi dalam pembinaan
keterampilan menulis. Karangan narasi mampu memfasilitasi seseorang dalam
mencurahkan hati, misalnya buku harian, atau dengan menuliskan sebuah
pengalaman-pengalaman mengesankan yang menghibur dan menambah wawasan. Melalui
karangan narasi, pembinaan keterampilan menulis akan lebih menyenangkan serta
tanpa adanya paksaan, karena seseorang menulis atas pengalamannya sendiri
bahkan atas dasar imajinasinya.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa
yang dimaksud dengan hakikat narasi ?
2.
Apa saja
prinsip-prinsip yang dimiliki oleh karangan narasi ?
3.
Bagaimana dengan
karakteristik karangan narasi ?
4.
Berapa jenis kah
pembagian karangan narasi ?
5. Bagaimana
dengan langkah-langkah pembuatan karangan narasi ?
C. Tujuan
Makalah ini disusun
dengan tujuan untuk:
1.
Menjelaskan mengenai
hakikat narasi yang berawal dari asal-usul munculnya karangan narasi hingga
mampu menyimpulkan pengertian dari karangan narasi.
2.
Memberikan
prinsip-prinsip dari karangan narasi sebagai pedoman untuk mempelajari karangan
narasi lebih lanjut.
3.
Menginformasikan
mengenai karakteristik karangan narasi sebagai acuan dalam mengidentifikasi
karangan narasi.
4.
Memberikan penjelasan
mengenai pembagian jenis-jenis karangan narasi sehingga mampu menentukan topik
disaat menulis karangan narasi sesuai dengan tujuannya.
5. Memberikan
informasi mengenai langkah pembuatan karangan narasi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Landasan
Teori
1.
Karangan
KBBI (2003:506), karangan
adalah menulis dan menyusun sebuah cerita, buku, sajak. Karangan adalah karya
tulis hasil dari kegiatan seseorang untuk mengungkapkan gagasan dan
menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami (http://id.wikipedia.org/wiki/karangan).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa karangan adalah hasil dari
kegiatan menulis dan menyusun sebuah cerita agar dapat dipahami oleh pembaca.
2. Karangan
Narasi
Maryuni
(2006:6) Karangan narasi adalah karangan yang mengisahkan suatu peristiwa yang
disusun secara kronologis (menurut urutan waktu). KBBI (2003:506) Karangan
adalah menulis dan menyusun sebuah cerita, buku, sajak. Sedangkan narasi adalah
pengisahan suatu cerita atau kejadian. Karangan narasi adalah cerita yang
dipaparkan berdasarkan urutan waktu (http://id.wikipedia.org/wiki/karangan).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa karangan narasi adalah karangan
yang di tulis berdasarkan urutan waktu.
B. Pengertian
Narasi
Menulis merupakan kegiatan yang produktif dan
ekspresif. Produktif karena kegiatan ini akan menghasilkan suatu produk berupa
tulisan. Ekspresif karena menulis, menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan.
Berdasarkan penelitian Mathew Lieberman, menulis ternyata dapat menghilangkan
stres karena meningkatkan aktivitas ventrolateral prefrontal cortex, bagian
otak yang berfungsi mengurangi perasaan negatif. Tentunya tanpa mengesampingkan
keterampilan berbahasa lain, kegiatan menulis akan berhasil dengan baik jika
ditunjang keterampilan reseptif, yakni membaca dan menyimak.
Pinoza memaparkan bahwa berdasarkan penyajian dan
tujuan dalam penyampaian suatu tulisan, menulis dibedakan atas enam jenis,
yaitu deskripsi, narasi, eksposisi, argumentasi, persuasi, dan campuran.
Deskripsi merupakan pelukisan, narasi berarti pengisahan, eksposisi pemaparan,
argumentasi adalah pembahasan, persuasi sifatnya mengajak, dan campuran yang
berarti kombinasi. Dalam pembelajaran menulis di sekolah, pembelajaran
berdasarkan jenis-jenis tersebut telah diajarkan sejak tingkat pendidikan dasar
(SD), hingga ke kuliah.
Sistem penulisan tidak terlepas dari bentuk sebuah
karangan. Karangan dalam (http://ryansikep.blogspot.com/2009/12/pengertian-karangan-dan-contoh
karangan.html) merupakan karya tulis hasil dari kegiatan seseorang
untuk mengungkapkan gagasan dan menyampaikanya melalui bahasa tulis kepada
pembaca untuk dipahami. Sedangkan dalam dalam Kamus Bahasa
Indonesia (2008:640) karangan yaitu hasil mengarang; tulisan; cerita; artikel;
buah pena. Jadi karangan merupakan suatu hasil buah pena atau hasil ungkapan
gagasan yang disampaikan secara tertulis.
Menurut Anton M. Moliono (1989:124) berdasarkan tujuannya ada beberapa
bentuk karangan yaitu (1) penulisan yang bertujuan memberikan informasi,
penjelasan, keterangan, atau pemahaman termasuk golongan pemaparan, hasilnya
dapat disebut pemaparan atau eksposisi, (2) jika bertujuan meyakinkan orang,
membuktikan pendapat atau pendirian pribadi, atau membujuk pihak lain agar
pendapat pribadi diterima, termasuk golongan pembahasan, hasilnya dapat disebut
bahasan, persuasi, atau argumentasi, (3) penulisan yang sifatnya bercerita,
baik berdasarkan pengamatan maupun berdasarkan perekaan, dan yang tujuannya
lebih banyak mengimbau, tergolong kategori pengisahan, hasilnya dapat disebut
kisahan atau narasi, (4) penulisan yang menggambarkan bentuk objek
pengamatan, rupanya, sifatnya, rasanya, atau coraknya termasuk golongan
pemerian, hasilnya dapat disebut pemerian atau deskripsi.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa karangan adalah
suatu bentuk pengungkapan ide, gagasan, perasaan atau hasil tulisan sesorang yang
disampaikan kepada orang lain dalam bahasa tulis dengan tujuan tertentu.
Berdasarkan tujuannya ada beberapa bentuk karangan yaitu narasi, deskripsi,
eksposisi, argumentasi, dan persuasi.
Narasi dipaparkan sebagai jenis pengembangan
paragraf dengan gaya bercerita. Narasi dalam Bahasa Inggris (narration) berarti
cerita. Dalam buku The Oxford Essential Guide to Writing, narasi didefinisikan
sebagai urutan peristiwa bermakna dengan alur maju. Narasi pada
dasarnya adalah suatu cerita. Dalam Kamus Besar Indonesia (2008:196) narasi
adalah penceritaan suatu peristiwa atau kejadian juga cerita atau deskripsi
dari suatu kejadian atau peristiwa. Sehingga narasi juga hampir mirip
dengan deskripsi.
Yang membedakan narasi dengan deskripsi ialah terletak
pada “waktu” sebagaimana pernyataan Gorys Keraf (2003:136) “…kalau narasi hanya
menyampaikan kepada pembaca suatu kejadian atau peristiwa, maka tampak bahwa
narasi akan sulit dibedakan dari deskripsi karena setiap peristiwa atau suatu
proses dapat juga disajikan menggunakan metode deskripsi. Sebab itu ada unsur
lain yang harus diperhitungkan, yaitu unsur waktu. Dengan demikian pengertian
narasi itu mencakup dua unsur dasar, yaitu perbuatan dan tindakan yang terjadi
dalam suatu rangkaian waktu. …. Bila deskripsi menggambarkan suatu objek secara
statis, maka narasi mengisahkan suatu kehidupan yang dinamis dalam suatu
rangkaian waktu.”
Berdasarkan
beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa narasi merupakan suatu
penggambaran peristiwa atau proses yang memperhatikan unsur waktu. Sementara
itu, dari pendapat- pendapat di atas, dapat diketahui ada beberapa halyang
berkaitan dengan narasi. Hal tersebut meliputi: 1.) berbentuk cerita atau
kisahan, 2.) menonjolkan pelaku, 3.) menurut perkembangan dari waktu ke waktu,
4.) disusun secara sistematis.
C. Prinsip-Prinsip
Narasi
Prinsip-prinsip
dasar narasi merupakan tumpuan berpikir bagi terbentuknya karangan narasi.
Prinsip tersebut antara lain :
1. Alur
(plot)
Alur dengan jalan cerita tidak dapat
terpisahkan,tetapi harus dibedakan. Jalan cerita memuat kejadian, tetapi suatu
kejadian terjadi karena ada sebab dan alasannya. Yang menggerakkan kejadian
cerita tersebut adalah alur, yaitu segi rohaniah dari kejadian. Suatu kejadan
baru dapat disebut narasi jika didalamnya ada perkembangan kejadian. Dan suatu
kejadian berkembang jika ada yang
menyebabkan terjadinya perkambangan. Dalam hal ini disebut konflik. Alur sering
dikupas menjadi elemn sebagai berikut : (1) pengenalan, (2) timbulnya konflik,
(3) konflik memuncak, (4) klimaks, (5) pemecahan masalah. Alur merupakan
kerangka dasar yang sangat penting. Alur mengatur bagaimana tindakan-tindakan
harus bertalian satu sama lain, bagaimana tokoh harus digambarkan dan berperan,
bagaimana situasi dan karakter( tokoh) dalam suatu kesatuan waktu.
2. Penokohan
Penokohan ialah
mengisahkan tokoh cerita yang bergarak dalam suatu rangkaian perbuatan atau
mengisahkan tokoh cerita terlibat dalam suatu peristiwa dan kejadian. Tindakan,
peristiwa, kejadian disusun bersama-sama sehingga mendapat kesan atau efek
tunggal.
3. Latar
(setting)
Latar ialah tempat atau waktu terjadinya
perbuatan tokoh atau peristiwa yang dialami tokoh. Sering kita jumpai cerita
hanya mengisahkn latar secara umm. Misalnya disebutkan: di tepi hutan, di
sebuah desa,dll. Dalam latar waktu misalnya disebutkan: pada zaman dahulu, pada
suatu senja, dll.
Penyebutan nama latar secara pasti atau
secara umum dalam narasi sebenarnya menyangkut esensi dan tujuan yang hendak
dicapai narasi itu sendiri. Narasi informasional esensinya merupakan hasil
pengamatan pengarang diinformasikan kepada pembaca. Narasi artistik esensinya
adalah hasil imajinasi pengarang untuk memberikan pengalaman estetik kepada
pembaca. Konsistensi antara dunia latar(latar fisik) dan dunia dalam (kejiwaan,
suasana hati) tokoh. Dunia mandiri dan utuh tidak harus sesuai dengan dunia
keseharian. Dunia mandiri dan utuh adakalanya terpisah dengan dunia keseharian,
dan sering disebut dunia imajinasi
memiliki jarak estetis(aesthetical distance).
4. Sudut
Pandang (point of view)
Sudut pandang menjawab
pertanyaan siapakah yang menceritakan kisah ini. Apapun sudut pandang yang
dipilih pengarang akan menentukan sekali gaya dan corak cerita. Sebab watak dan
pribadi si pencerita akan banyak menentukan cerita yang ditutrkan pada pembaca.
Jika pencerita(narator) berbeda maka detail-detail cerita yang dipilih juga
berbeda. Ada empat macam kedudukan pokok narator dalam cerita yaitu:
a. Narator
serba tahu (Omniscient point of view)
Dalam
kedudukan ini narator bertindak sebagai pencipta segalanya. Ia bisa menciptakan
apa saja yang ia perlukan untuk malangkapi ceritanya, sehingga mencapai efek
yang diinginkan.
b. Narator
bertindak objektif (Objective point of
view)
Dalam
kedudukan ini pengarang bekerja seperti dalam teknik omniscient hanya pengarang sama sekali tidak memberi komentar
apapun. Pembaca hanya disuguhi “pandangan mata’’. Pengarang menceritakan apa
yang terjadi, seperti penonton melihat pementasan drama. Pengarang sama sekali
tidak mau masuk ke dalam pikiran para pelaku.
c. Narator
(ikut) aktif (Narator acting)
Narator
juga aktor yang terlibat dalam cerita. Kadang-kadang fungsinya sebagai tokoh
sentral. Cara ini tampak dalam penggunaan kata ganti orang pertama (aku, saya, kami).
d. Narator
sebagai peninjau
Dalam
teknik ini pengarang memilih salah satu tokohnya untuk bercerita. Seluruh
kejadian cerita kita ikuti bersama tokoh ini. Tokoh ii bisa bercerita tentang
pendapat atau perasaanya sendiri.
B. Tujuan
Narasi
1.
Hendak memberikan
informasi atau wawasan dan memperluas pengetahuan.
2. Memberikan
pengalaman estetis kepada pembaca.
C. Karakteristik
Narasi
Ciri-ciri/ karakteristik karangan
Narasi:
1.
Menyajikan serangkaian berita atau
peristiwa.
2. Disajikan
dalam urutan waktu serta kejadian yang menunjukkan peristiwa awal sampai akhir.
3. Menampilkan
pelaku peristiwa atau kejadian.
4. Latar
(setting) digambarkan secara hidup dan terperinci.
D. Jenis
Narasi
1.
Narasi Ekspositorik
(Narasi Informasional)
Narasi
Ekspositorik adalah narasi yang memiliki sasaran penyampaian informasi secara
tepat tentang suatu peristiwa dengan tujuan memperluas pengetahuan orang
tentang kisah seseorang. Dalam narasi ekspositorik, penulis menceritakan suatu
peristiwa berdasarkan data yang sebenarnya. Pelaku yang ditonjolkan biasanya,
satu orang. Pelaku diceritakan mulai dari kecil sampai saat ini atau sampai
terakhir dalam kehidupannya. Karangan narasi ini diwarnai oleh eksposisi, maka
ketentuan eksposisi juga berlaku pada penulisan narasi ekspositorik. Ketentuan
ini berkaitan dengan penggunaan bahasa yang logis, berdasarkan fakta yang ada,
tidak memasukan unsur sugestif atau bersifat objektif.
Untuk lebih jelasnya, kita dapat
melihat contoh berikut ini.
Contoh 1
Sudah Tua Renta Tapi
Banyak Berjasa
Nama dia sendiri Tarkimi. Tapi lebih dikenal dengan
panggilan Bu Dar’an, karena telah puluhan tahun menjadi istri Pak Dar’an. Kini,
Bu Tarkimi atau Bu Dar’an ini usianya sekitar 65 tahun, sudah tua renta, lagi
berstatus janda, sebab hampir setahun yang lalu Pak Dar’an meninggal dunia.
Namun demikian, ketuaannya tidak menjadi penghalang pekerjaan pokoknya sebagai
tukang memperbaiki alat-alat musik yang terbuat dari kayu, mulai cuk yang kecil
sampai bass yang besar, mulai gitar model kuno sampai gitar listrik—model
terakhir.
Sebenarnya, Pak Dar’an itulah yang sejak kecil suka
main musik terutama keroncong, yang pandai memperbaiki alat-alat musik, dan
begitu terkenal sejak zaman penjajahan Belanda dulu, sampai detik-detik
terakhirnya sebelum meninggal dunia. Pak Dar’an dikenal sangat teliti dan rapi
dalam bekerja, sehingga banyak pemilik alat-alat musik yang kebetulan mengalami
kerusakan, membawa alat-alatnya kesana untuk diperbaiki. Mereka yang datang
bukan hanya dari kota Tegal saja sebagai tempat kelahiran sekaligus tempat
praktek Pak Dar’an, tetapi juaga dari kota-kota lain, seperti Pemalang,
Pekalongan, Slawi, Bumiayu, Brebes, pendek kata seluruh Keresidenan Pekalongan.
Rupanya kebolehan Pak Dar’an dengan istrinya
dalam hal mereparasi alat-alat musik ini tak ada duanya di Keresidenan
Pekalongan.
Bagaimana kisah Bu Tarkimi bisa bertemu Pak Dar’an?
Tanya penulis. “Wah mula-mula saya hanya menjadi juru masak perkumpulan orkes
yang bernama “Mata Roda”. Salah seorang anggotanya adalah Pak Dar’an itu”,
katanya. “Ke mana-mana kalau orkes Mata Roda mengadakan pertunjukan, saya tentu
selalu dibawa serta sebagai tukang mengurus makanan dan minuman. Lama-kelamaan
karena kami sering bertemu pandang, dia melamar saya dan akhirnya saya diambil
sebagaia istrinya, dengan maskawin tujuh ringgit”, sambungnya.
Dan sejak Pak Dar’an meninggal dunia, semua
pekerjaan memperbaiki alat-alat musik diambil oper oleh Bu Dar’an. Karena
keterbatasan kemampuan serta tenaganya, maka Bu Dar’an tidak mampu membuat
gitar, cuk, bass, atau cello lagi. Dulu, ketika Pak Dar’an masih hidup, dia
memang bukan hanya pandai memperbaiki saja. Bahkan gitar, cello, bass, atau cuk
buatannya sangat terkenal karena mutunya tidak kalah jauh dengan buatan luar
negeri.
Pak Dar’an di masa mudanya memang dikenal sebagai
“buaya keroncong”. Dan perkumpulannya yang bernama “Mata Roda” merupakan perkumpulan orkes keroncong yang
paling top pada masa itu. Dan rupanya Bu Tarkimi yang masih gadis itu sangat
terpesona pada kemahiran pemuda Dar’an dalam memainkan melodi atau cuk,
sehingga akhirnya dia pun jatuh cinta pada si “buaya keroncong” ini. Dan
jadilah Bu Dar’an berkenalan dengan alat-alat musik, sampai dikenal jauh dari
kota asalnya.
Sampai kini, Bu Dar’an yang tua renta ini tidak
pernah kekurangan pekerjaan. Selalu saja ada orang-orang yang datang minta jasa
baiknya untuk membantu memperbaiki alat-alat musik mereka yang rusak.
“Ya, dari sini Nak, saya makan. Habis saya tak punya
anak seorang pun, dan juga tak ada pekerjaan lain yang mendatangkan uang,”
katanya . Berapa tarifnya utuk memperbaiki alat-alat musik ini? “Itu sih bergantung
dari kerusakannya, termasuk ringan atau berat. Gitar yang ,masih rusak ringan
cukup dengan ongkos Rp500,00, tapi yang berat Rp1000,00 sampai Rp2000,00.
Biola, biar kecil tapi lebih rumit ongkos reparasinya sekitar Rp1000,00 sampai
Rp2000,00” katanya mengakhiri omong-omong dengan penulis suatu sore di rumahnya
yang sangat sederhana, di kampung Krobogan Kotamadya Tegal.
(H.D.
Haryo Sasongko, Kompas)
2. Narasi
Sugestif (Narasi Artistik)
Narasi sugestif adalah narasi yang
berusaha untuk memberikan suatu maksud tertentu, menyampaikan suatu amanat
terselubung kepada para pembaca atau pendengar sehingga tampak seolah-olah
melihat. Sementara itu, sasaran utamanya bukan memperluas penegtahuan seseorang
tetapi berusaha memberikan makna atas peristiwa atau kejadian sebagai suatu
pengalaman. Di bawah ini, akan dicontohkan karangan narasi sugestif / artistik.
Contoh 2
Sebuah Penantian
Ia melintas kamar untuk menutup jendela ketika saya
masih di tempat tidur. Ia kelihatan menggigil, mukanya pucat dan dia berjalan pelan-pelan
seakan-akan sakit kalaun bergerak.
“Kenapa, Schatz?”
“Pusing,”
“Sebaiknya kamu tidur saja.”
“Tidak, saya tidak apa-apa.”
“Tidurlah, saya berganti pakaian dulu, nanti saya
periksa kamu.”
Tapi ketika saya selesai berganti pakaian dan datang
menemuinya, ternyata ia telah duduk di dekat perapian. Anak yang baru berumur 9
tahun itu kelihatannya sangat sakit. Saya raba dahiny-demam-pikirku.
“Tidurlah, kamu demam.”
“Saya tidak apa-apa,” katanya.
Dokter yang kupanggil datang, dan dia langsung
memeriksa suhu badan anak itu.
“Berapa Dok?” tanyaku.
“Seratus dua.”
Dokter itu meninggalkan tiga macam obat. Satu untuk
menurunkan demam, satu lagi untuk membunuh virus influenza, dan yang ketiga
untuk menetralkan asam, dokter itu menerangkan.
“Tidak usah cemas selama panasnya dibawah serarus
empat. Ini hanya flu ringan saja dan tidak berbahaya jika radang paru-parunya
dapat dihindarkan.”
Saya kembali ke kamar anak saya dan menulis suhu
badan anak itu serta membuat catatan tentang waktu untuk meminum kapsul-kapsul
itu.
“Kamu ingin dibicarakan sesuatu?”
“Kalau papa mau.”
Muka anak itu pucat sekali dan di sekeliling matanya
ada daerah kehitam-hitaman. Ia berbaring kaku di ranjang dan matanya
menerawang.
Saya membaca keras-keras kisah tentang bajak laut,
dari buku karangan Howard Pyle, tapi saya tahu ia tidak mengikutinya.
“Bagaimana rasanya Schatz?”
“Sama saja, rasanya.”
Saya duduk di ujung ranjang dan membaca untuk diriku
sendiri sambil menanti sampai tibanya waktu untuk memberikan kapsul yang
lainnya. Satu kapsul sudah diminumnya ketika dokter memberikannya tadi.
Mustinya ia sudah tidur, ternyata ia masih melihat ujung tempat tidur dengan
pandangan yang kosong dan aneh.
“Kenapa kau tidak tidur? Nanti papa bangunkan kalau
harus minum obat.”
“Sebaiknya saya bangun saja.” Ia berhenti sejenak
lalu menambahkan, “Papa tidak usah menunggui saya kalau itu menganggu papa.”
“Sama sekali tidak mengganggu papa.”
Mungkin ia agak gelisah pikirku. Saya beri dia
kapsul jam 11:00 lalu saya pergi sebentar.
Hari sangat dingin. Pepohonan dan semak-semak
tertutup salju yang membeku. Saya membawa anjing saya berjalan-jalan di atas
permukaan salju yang licin. Anjing saya berkali-kali tergelincir. Juga saya
telah dua kali jatuh, sekali dengan senapan meluncur jauh di atas es.
Kami melihat sekelompok burung puyuh, dan saya
menembak dua ekor, selagi mereka menghilang di balik tebing. Lincinnya es
membuatku sukar untuk menembak karena kaki menjadi tidak tetap. Saya toh cukup
gembira bahwa masih banyak yang tinggal hidup untuk ditembak lain kali.
Di rumah saya mendengar kabar bahwa anak saya
menolak orang masuk ke kamarnya.
“Kalian tidak boleh masuk, kalian tidak boleh
ketularan.”
Ketika saya masuk ia masih tetap memandang ujung
ranjang, sama seperti ketika saya meninggalkannya tadi. Saya mengambil suhu
badannya.
“Berapa?”
“Seratus dua empat persepuluh.”
“Ooo, seratus dua.”
“Suhu badanmu tak perlu dicemaskan.”
“saya tidak cemas hanya saya tidak dapat berpikir.”
“jangan pikirka apa-apa, tenang-tenang saja.”
“saya berusaha tenang.”
Ia, melihat lurus ke depan. Tenang sekali ia
berusaha menyimpan sesuatu persoalan.
“Minumlah obat ini.”
“Apakah ini menolong?”
“Tentu saja.”
Saya membaca lagi keras-keras tetapi karena ia tidak
mengikutinya, saya berhenti.
“Jam berapa kira-kira saya mati?”
“Apa?”
“Berapa lama lagi saya hidup?”
“Kau tak akan mati. Ada apa sih?”
“Ya saya akan mati, saya dengar dokter berkata
seratus dua.”
“Saya tahu orang akan mati dengan panas seratus dua.
Di sekolah dikatakan orang tak dapat hidup dengan panas empat puluh empat
derajat. Saya seratus dua derajat.”
Ia rupanya sedang menunggu kematian sepanjang hari,
sejak jam sembilan pagi.
“Schatz, kau benar-benar keeterlaluan. Inikan
seperti mil dan kilometer. Termometer yang itu normalnya 37o, yang
ini 98o. Tepat
berapa kilometer kita tempuh bila kita berjalan tujuh puluh mil dengan mobil,
tepat seperti itu.
“Oh,....”
Ia mengawasi tepi ranjang sambil berpikir,
pelan-pelan ia menjadi tenang. Besoknya ia menjadi sangat tenang, sdan
berteriak-teriak lagikarena yang hal-hal kecil seperti biasanya.
(Ernest
Hemingway, A Day’s Wait, terjemahan
Irsan Gautama)
Agar perbedaan antara narasi informasional dan
narasi artistik dapat dilihat lebih jelas, berikut ciri-ciri dominan pada kedua macam karangan
narasi.
Narasi Informasional
|
Narasi Artistik
|
1. Memperluas
pengetahuan.
2. Menyampaikan
informasi faktual mengenai sesuatu kejadian.
3. Didasarkan
pada penalaran untuk mencapai kesepakatan rasional.
4. Bahasa
lebih condong ke bahasa informatif dengan titi berat pada percakapan
kata-kata denotatif.
|
1. Menyampaikan
suatu makna atau suatu amanat yang tersirat.
2. Menimbulkan
daya khayal.
3. Penalaran
hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan makna, sehingga kalau perlu
penalaran dapat dilanggar.
4. Bahasanya
lebih condong ke bahasa figuratif dengan menitik beratkan penggunaan
kata-kata konotatif.
|
Dari uraian dan contoh di atas
dapatlah kita simpulkan bahwa narasi informasional atau narasi ekspositoris
digunakan untuk karangan faktual seperti biografi, autobiografi, sejjarah, atau
proses dan cara melakukan sesuatu hal. Sebaliknya, karangan narasi artistik
atau narasi sugestif digunakan untuk karangan imajinatif seperti cerpen, novel,
roman, dan drama.
E. Langkah
Menulis Karangan Narasi
Untuk
memandu dalam menulis narasi, berikut ini disajikan langkah-langkah praktis mengembangkan
karangan narasi.
1. Tentukan
dulu tema dan amanat yang akan disampaikan. Anda mau menulis tentang apa? Pesan
apakah yang hendak disampaikan kepada pembaca?
2. Tetapkan
sasaran pembaca kita. Siapa yang akan membaca karangan kita, orang dewasa,
remaja, ataukah anak-anak?
3. Rancang
peristiwa-peristiwa utama yang akan ditampilkan dalam bentuk skema alur.
Kejadian-kejadian apa saja yang akan dimunculkan? Apakah kejadian-kejadian yang
akan disajikan itu penting? Adakah kejadian penting yang belum ditampilkan?
4. Bagi
peristiwa utama itu ke dalam bagian awal, perkembangan, dan akhir cerita.
Peristiwa-peristiwa apa saja yang cocok untuk setiap bagian cerita? Apakah
peristiwa-peristiwa itu telah tersusun secara logis dan wajar?
5. Rinci
peristiwa-peristiwa utama ke dalam detail-detail peristiwa sebagai pendukung
cerita. Kejadian-kejadian penting dan menarik apa saja yang berkaitan dan
mendukung peristiwa utama?
6.
Susun tokoh dan
perwatakan, latar, dan sudut pandang.
BAB III
KOMPETENSI DASAR MENULIS
A. Kompetensi
Dasar yang Merujuk pada Pembelajaran Karangan Narasi
No.
|
SD
|
SMP
|
SMA
|
|||
KLS
dan
SMT
|
Kompetensi Dasar
Menulis
|
KLS
dan
SMT
|
Kompetensi Dasar Menulis
|
KLS
dan
SMT
|
Kompetensi Dasar
Menulis
|
|
1
|
Kelas 4, SMT 1
|
Menulis surat untuk teman sebaya tentang pengalaman
atau cita-cita dengan bahasa yang baik dan benar dan memperhatikan penggunaan ejaan (huruf
besar, tanda titik, tanda koma, dll.)
|
Kelas VII, SMT 1
|
1 Menulis buku harian
atau pengalaman pribadi dengan memperhatikan cara pengungkapan dan bahasa
yang baik dan benar
2 Menulis surat pribadi dengan memperhatikan
komposisi, isi, dan bahasa
3 Menulis kembali dengan
bahasa sendiri dongeng yang pernah
dibaca atau didengar
|
Kelas X, SMT 1
|
Menulis gagasan dsengan menggunakan pola urutan waktu
dan tempat dalam bentuk paragraf naratif
|
2
|
Kelas 5, SMT 1
|
1 Menulis karangan
berdasarkan pengalaman dengan memperhatikan
pilihan kata dan penggunaan ejaan
2
Menulis surat undangan (ulang tahun, acara agama,
kegiatan sekolah, kenaikan kelas, dll.) dengan kalimat efektif dan memperhatikan
penggunaan ejaan
3
Menulis dialog sederhana antara dua atau tiga tokoh dengan memperhatikan isi serta
perannya
|
Kelas
VII, SMT 2
|
Mengubah
teks wawancara menjadi narasi dengan memperhatikan cara penulisan
kalimat langsung dan tak langsung
|
Kelas
X, SMT 2
|
1
Menulis karangan
berdasarkan kehidupan diri sendiri
dalam cerpen (pelaku, peristiwa,
latar)
2
Menulis karangan
berdasarkan pengalaman orang lain
dalam cerpen (pelaku, peristiwa,
latar)
|
3
|
Kelas 6, SMT 2
|
1 Menyusun naskah
pidato/sambutan (perpisahan, ulang tahun, perayaan sekolah, dll.) dengan bahasa yang baik dan benar,
serta memperhatikan penggunaan ejaan
2
Menulis surat resmi dengan memperhatikan pilihan kata
sesuai dengan orang yang dituju
|
Kelas VIII, SMT
1
|
1
Menulis kreatif naskah drama satu babak dengan memperhatikan keaslian ide
2
Menulis kreatif naskah drama satu babak dengan memperhatikan kaidah penulisan naskah
drama
|
Kelas XII, SMT 1
|
Menulis cerpen berdasarkan kehidupan orang lain (pelaku,
peristiwa, latar)
|
4
|
|
|
Kelas IX, SMT 1
|
1
Menuliskan kembali
dengan kalimat sendiri cerita
pendek yang pernah dibaca
2
Menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang
pernah dialami
|
|
|
5
|
|
|
Kelas IX, SMT 2
|
1
Menulis naskah drama berdasarkan cerpen yang sudah
dibaca
2
Menulis naskah drama berdasarkan peristiwa nyata
|
|
|
B. Kumpulan
Contoh Karangan Narasi
1. menulis surat kepada teman sebaya
Semarang,
1 Maret 2012
Nika Kartika Wijayanti
Jl. Pahlawan No.145
Klaten
Nika yang manis,
Halo Nik, bagaimana
kabarmu? Aku harap kamu baik-baik saja dan sehat selalu ya! Soalnya, di sini
aku juga baik dan sehat wal’afiat.
Eh, Nik, bagaimana
liburan semester ini? Apa kamu sudah liburan dengan kedua orang tuamu dan
kakak-adikmu? Kapan bisa mampir ke Semarang? Aku sudah lama menanti
kedatanganmu. Ingin sekali aku mengajakmu ke peternakan sapi perah milik
kakekku. Kau pasti senang, karena ibuku akan memberimu hasil produksi dari
peternakan kami.
Berbicara soal liburan,
aku dan keluargaku baru saja datang dari Sumatera, tepatnya di Sumatera Utara.
Ini merupakan pengalaman pertamaku naik pesawat dan harus pergi meninggalkan
pulau Jawa. Sungguh mengesankan saat kita bisa memandangi lautan dan daratan
dari atas. Aku sampai mrinding,
hehe...! Di Sumatera Utara, kami menginap disalah satu rumah sepupuku di daerah
Medan.
Selama disana, aku diajak
berkeliling kota Medan. Dan lebih senangnya lagi, aku mampir di kawasan wisata Danau Toba. Sungguh indah pemandangannya.
Liburan kami hanya sampai tiga hari di Medan. Setelah itu kami bergegas untuk
pulang ke rumah di Semarang. Pengalamanku ini tidak akan pernah kulupakan.
Semoga kita bisa pergi ke Medan bersama-sama. Ya kan, Nik?
Itu tadi, kisah liburanku
selama tiga hari di kota Medan. Bagaimana dengan liburanmu ? Pasti juga
mengasyikkan, ya kan?
Nik, cukup disini dulu ya
surat dari aku. Jangan lupa dibalas ya. Aku tunggu cerita liburanmu.
Sahabat kecilmu,
Rizki Hapsari
2. Menulis Buku Harian ; Cerita Pengalaman
Pribadi
Solo, 29 April 2007
Diary Hari ini aku sebel banget sama seseorang. Gimana aku nggak sebel, dia itu orangnya sombong banget sih. Bayangin aja, aku udah baik-baik menyapa dan memberikan senyuman tapi dia kok malah nggak peduli dan pergi begitu saja. Diary Kog ada ya orang yang seperti itu. Apa bersikap ramah kepada orang lain itu susah? Kayaknya enggak deh. Kalau dia tidak bisa ramah dan nggak pernah senyum, siapa coba yang mau berteman dengan dia? Apa dia tidak pengin punya banyak teman? Diary .... Pokoknya aku nggak mau lagi menyapa dia. Biarin aja dia nggak punya teman, lagian siapa yang butuh teman seperti dia? Sebel deh! |
Bandung,
1 Mei 2007
Hari ini ada kejadian lucu dan memalukan yang aku alami. Pokoknya aku nggak akan pernah lupa dengan kejadian itu. Ceritanya begini, tadi sore aku diajak mama pergi belanja ke mall. Banyak banget barang yang harus dibeli, paman dan tante kan besok Minggu mau datang. Setelah hampir 2 jam berbelanja, aku mulai capai dan merasa lapar. Aku pun mengajak Mama ke KFC dulu untuk makan. "Ma, ayo kita ke KFC dulu! Udah lapar nih," ajakku sambil berjalan. Tetapi Mama menjawab, "Sebentar, sayang. Sebentar ya!" Karena aku sudah kelaparan, tangan mama pun aku tarik sambil berkata, "Pokoknya kita makan dulu!" Aku mendengar suara Mama berkata, "Sayang, kamu mau ke mana?" Tapi aku cuek aja, yang penting makan. Tapi, kenapa suara mama terdengar makin jauh ya? Karena penasaran, aku menoleh ke belakang. Oh My God! Betapa kagetnya aku karena orang yang aku tarik ternyata bukan mama. Aduh, rasanya aku malu banget apalagi orang-orang melihat aku sambil menahan senyum. Mama yang melihat tingkahku juga tertawa sambil menghampiriku."Makanya, kalau mau narik-narik itu lihat dulu. Jangan asal tarik aja. Memangnya kamu mau ganti mama baru ya?" ledek Mama kepadaku. Aku pun cuma tersenyum sambil menahan malu. Ya, ampun! Gara-gara kelaparan, malu deh aku. |
Solo, Senin 7 Mei 2007
Hari ini aku bertemu teman lama. Senang banget deh rasanya, soalnya sudah lama aku tidak mendengar kabar tentang dia. Solo, Selasa 8 Mei 2007 Hore! Hari ini ulanganku paling tinggi di kelas. Nggak sia-sia deh semalam belajar. Solo, Rabu 9 Mei 2007 Capai banget hari ini. Banyak tugas yang harus dikerjakan. Solo, Kamis 10 Mei 2007 Hari isi sangat membosankan. Tidak ada hal-hal menarik yang terjadi hari ini. Solo, Jumat 11 Mei 2007 Aduh! Hari ini aku dihukum karena terlambat masuk sekolah. Karena terlalu asyik nonton TV semalam, aku bangun kesiangan. Solo, Sabtu 12 Mei 2007 Hari ini aku pulang sekolah lebih awal, soalnya ada rapat guru di sekolah. Senang deh! Solo, Minggu 13 Mei 2007 Asyik! Hari ini aku dan teman-teman pergi ke kebun binatang. |
3. Menulis
Cerpen ; Kisah Pengalaman Hidup Orang Lain
Mereka ada dijalan....
Mentari beranjak ke arah barat, sholat ashar
kutunaikan sudah. Kuambil segelas air dari dispenser yang ada di ruang makan.
Kulihat jam di dinding, tepat setengah empat. Tak lama setelah gelas kutaruh
kembali ke meja makan terdengar suara dari luar. “Jo! Joan! Main bola yuk!”.
Dengan sedikit berlari aku menuju pintu depan rumah. Ah, teman-teman kampung.
“Tunggu sebentar, aku ganti sarung dulu.”, jawabku.
Tak lebih
dari semenit aku keluar dengan seragam kebesaranku, kaos Persebaya Surabaya dan
celana training warna pink. Perduli amat, tinggal ini yang ada di lemari
pakaianku. Maklum, belum sempat nyuci baju. Kukeluarkan sepeda kesayanganku,
berpamitan dengan Ibu yang sedang masak di dapur dan plas…
Hanya kurang
dari lima menit, kami sudah sampai di kompleks kampus B Unair, tempat kuliah
kakakku. Memang, kompleks ini menjadi tempat favorit, kalau tidak bisa
dikatakan sebagai satu-satunya tempat, bagi kami melewatkan hampir tiap sore
dengan bermain bola.
Satu-persatu
lapangan kami susuri. Parkiran fakultas ekonomi sudah ditempati, hukum sudah,
psikologi sudah, sastra sudah, fisip sudah, rektorat sudah. Nah ini dia,
lapangan parkir sebelah Masjid An-Nur, masjid kampus, masih kosong. “Di sini
saja ya.”, Diaz coba menawarkan pada kami.
Tak lama
kemudian, berbekal beberapa sandal dan sepeda yang diberdirikan terbalik,
sebuah lapangan bola dadakan tercipta sudah. Lima orang lawan lima orang. Untuk
kali ini aku kebagian jatah sebagai kiper. Padahal ingin sekali hari ini aku
menjadi penyerang, sudah seminggu ini aku tidak mencetak gol sama sekali. Tapi
apa boleh buat.
Sebuah
tendangan keras lurus mengarah ke gawangku. “Plak!”, suara keras bola plastik
berbenturan dengan telapak tanganku. Bola mampu kutepis ke samping kiri gawang.
“Nggak gol ye…, tendangan cemen”, ejekku. Seketika itu pula Amad, sang
penendang bola, mendatangiku dan menjitak kepalaku sambil berkata, “Ngece…”.
Kami pun tertawa.
“Plak!”,
untuk kali ini bukan tanganku yang mampu menepis bola, tetapi mukaku
satu-satunya menjadi korban keganasan tendangan keras Diaz. Panas rasanya.
Seketika itu pula mukaku menjadi merah padam. Teman-temanpun mengerubungiku,
menyaksikan tubuhku yang masih terkapar di beton parkiran. Untuk beberapa saat
memang mataku berkunang-kunang, kepalaku terasa pusing. Kurang lebih setengah
menit kemudian, aku terbangun. Sambil meringis menahan panas mukaku kucari
Diaz. “Anarkhis!”, hanya itu yang aku ucapkan pada Diaz.
“Panas ya,
mas…”, ucap Amad.
“Whoa…,
balas dendam ceritanya. Ngece…”
“Makanya
jangan sok jagoan.”, timpal Diaz.
“Afwan deh.
Tadi khilaf.”
“Ya sudah.
Kita istirahat dulu sebentar.”, Amad coba menawarkan.
Kita pun
beristirahat sejenak, kurang lebih selama lima menit. Sampai suatu ketika,
beberapa mobil terlihat berjalan ke arah kami. Ups! Hari apa ini. Ya benar,
sekarang hari kamis. Memang seperti yang pernah kakakku katakan, tiap kamis
sore minggu pertama ada pengajian ibu-ibu dan remaja putri di masjid kampus.
Kakakku Lina memang semenjak semester satu menjadi aktivis masjid kampus.
Itu dia,
berdiri di selasar sebelah utara masjid, memakai kerudung dan baju terusan
berwarna merah muda. Sesuai dengan kulitnya yang coklat terang. Tak heran kalau
banyak laki-laki, atau lebih tepatnya mereka lebih senang disebut dengan
ikhwan, yang menyukainya. Wajahnya yang berbentuk oval dengan dagu meruncing
dan hidung yang agak mancung merupakan sebuah kombinasi yang sangat pas. Dalam
hati aku berjanji, aku tak akan segan-segan menghadang setiap laki-laki yang
berani mengganggunya. Maklum, kami hanya dua bersaudara.
“Waduh rek.
Sore ini bakal ada pengajian, jadinya parkiran bakal dipake. Pindah yuk.”,
pintaku pada teman-teman. Sekonyong-konyong kami membereskan lapangan dadakan
kami.
Ah, mana
lagi tempat kosong. Oh ya, lapangan basket belakang fakultas psikologi. Semoga
belum dipakai para mahasiswa bermain basket. Alhamdulillah, masih kosong.
Mekanisme standar pembuatan lapangan dadakan mulai kami laksanakan. Sandal dan
sepeda yang diparkir terbalik tersusun sudah. Pertandingan dimulai. Untuk kali
ini, keinginanku untuk jadi penyerang terpenuhi.
Hup! Sebuah
umpan terobosan yang sangat indah disodorkan oleh Ipul. Kuteruskan dengan
sebuah tendangan eksekusi khas ala Joan. Tidak begitu keras, tetapi mengarah
pada titik lemah kiper. Bola menerobos selangkangan kaki Idham, yang kebetulan
sore itu menjadi kiper lawan. Gol! Gol pertamaku setelah dalam penantian selama
satu minggu. Aku tak mandul lagi.
Gol itu
menjadi gol terakhir dari permainan kami. Tak lama kemudian satpam kampus
mengusir kami dari lapangan itu. Nasib…, nasib…. Terpaksa kami pindah mencari
tempat lain di luar kampus. Kami putuskan, akan kami selesaikan permainan bola
sore ini di jalan depan rumah Ipul. Biar sempit, yang penting main bola jalan
terus.
Akhirnya,
gang depan rumah Ipul menjadi lapangan kami juga. “Jbrak!”, “Jbruk!”,
“Dhuang!”, menjadi suara yang sangat lazim didengar. Hingga tanpa kami sadari
sebuah motor melaju sangat kencang, menabrak sepeda yang menjadi gawang dan
kemudian menabrakku. Dhuar! Kemudian gelap…
**
Yang aku
tahu saat ini, aku sudah berada di rumah sakit. Berbaring di kasur dengan kaki
sebelah kiri yang terbalut gips. Kata kakak, kakiku sebelah kiri patah dan
harus di gips. Untuk malam ini, kakakku menemaniku di rumah sakit. Karena ibu
dan ayah harus menemani nenek yang masih shock di rumah. Kata ayah dan ibu, aku
ini cucu kesayangan nenek, karena perawakanku mirip kakek. Kulit coklat
kehitaman mengkilat-kilat, rambut jabrik, berhidung besar dan berwajah bundar
mirip bola. Sampai-sampai nenek lebih memilih tinggal dengan kita sekeluarga.
He… he…
“Kak Lina…”
“Apa Dek?”
“Adek
nyesel. Gak bakalan main bola lagi.”
“Nggak usah
begitu. Yang penting sekarang kamu istirahat saja. Sudah malam tuh.”
“Ibu pasti
marah. Pasti deh besok-besok Adek gak boleh main lagi.”
“Sudah,
memang kamu itu sudah keturunan keranjingan bola. Nggak jauh beda dengan Ayah.
Ntar deh, Kakak bantuin ngomong ke Ibu biar Adek boleh main bola lagi. Kalau
perlu kalau sudah sembuh kakak beliin bola yang asli, biar kalian kalau main
bola nggak pakai bola plastik lagi.”
“Emang Kakak
punya duit? Duit darimana?”
“Kakak kan
ngajar les dan ngaji privat. Lumayan lah…. Kakak seneng kok Adek suka main
bola. Yang penting jangan lupa sholat, ngaji dan hapalan satu ayat tiap hari.”,
Aku hanya bisa menjawabnya dengan senyuman.
“Kakak besok
masih ujian kan?”
“Ah nggak
papa. Ini, Kakak bawa catatan kuliah.”
“Kak, bawa
radio kecil Adek nggak?”
“Bawa. Ada
di tas Adek. Kakak ambilin sebentar ya…”. Kakakku beranjak dari duduknya,
menuju pojok kamar. Diambilnya radio kecil dari tasku.
“Ini Dek.”
Kunyalakan
radio kecil kesayanganku. Pelan-pelan terdengar suara dari radio itu…
…
Anak kota
tak mampu beli sepatu
Anak kota
tak punya tanah lapang
Sepakbola
menjadi barang yang mahal
Milik mereka
Yang punya
uang saja
Dan
sementara kita di sini
Di jalan ini
…
Akupun
beranjak tertidur, ditemani belaian lembut kakakku satu-satunya. Ah, dunia
terkadang tak adil bagi seorang anak kecil.
4. Menulis Naskah Dialog Drama Sederhana
Tikus-Tikus Nakal
Suasana di depan sekolah pada suatu
siang sepulang sekolah. Terlihat seorang anak
sekolah bernama Deri membeli beberapa kantung kacang dari sebuah
warung.
Ia segera pulang ke rumahnya.
Suasana rumah Deri. Deri membuka
sepatu dan kaus kakinya. Ia meletakkannya begitu saja di belakang pintu
rumahnya. Ia lalu segera pergi ke kamarnya. Ibunya melihat tindakan Deri.
Ibu
: (marah) “Deri, sepatumu jangan diletakkan sembarangan. Kan, sudah ibu
sediakan rak khusus untuk menyimpan sepatu.”
Deri : (menyeka keringat di
keningnya) “Deri kan capek, Bu. Hari ini rasa nya gerah banget. Lagian, kan ada
Bi Surti.”
Ibu : “Bi Surti pulang kampung
selama tiga hari. Lagian, kenapa kamu menanyakan Bi Surti?”
\Deri : “Biasanya kan Bi Surti yang
suka membereskan sepatuku.”
Ibu : (kesal) “Untuk hal seperti
ini, Ibu rasa kamu bisa me ngerjakannya sendiri.”
Deri : (segera mengambil sepatu dan
kaus kakinya yang ber serakan) “Aahh… Ibu.”
Deri segera masuk ke kamarnya.
Suasana berganti menjadi kamar Deri. Di kamar, terdapat sebuah tempat tidur
kecil, kipas angin, meja belajar, dan sebuah tempat sampah. Deri merebahkan
diri di atas tempat tidurnya. Ia melemparkan tasnya ke samping bawah meja
belajarnya. Ia belum mengganti baju seragamnya. Lalu, ia menyalakan kipas angin.
Deri : (sambil membaca buku yang
diambilnya dari meja belajar) “Ahh… begini kan lebih enak….”
Deri membuka bungkus kacang yang ia
beli tadi. Ia membuka satu per satu dan melemparkan begitu saja kulit-kulit
kacang ke bawah tempat tidurnya.
Suasana malam. Deri tidak bisa
tidur. Ia mendengar suara-suara aneh.
Ciiitttt… cit… cittt…. Deri
ketakutan. Dari kolong tempat tidurnya, keluar seekor tikus.
Deri kaget. Ia paling takut pada
tikus. Tidak berapa lama kemudian, beberapa ekor tikus keluar dari kolong
tempat tidurnya. Deri mengambil sapu ijuk.
Deri : (mencoba mengusir
tikus-tikus) “Ukhhh… mengganggu saja!” (memukul seekor tikus)
Beberapa tikus malah menghampiri
Deri.
Deri : (ketakutan dan
menjerit-jerit) “Ibu, Ibu tolongin Deri!”
Ibu : (membuka pintu kamar Deri)
“Ada apa kok kamu teriak-teriak?”
Deri : (wajahnya pucat) “Ibu,
banyak si Jerry!”
Ibu : “Jerry, siapa itu Jerry?”
Deri : (menunjuk ke bawah tempat
tidurnya) “Maksud Deri banyak tikus kecil.”
Ibu : (kebingungan) “Di mana?”
Deri : “Itu di bawah tempat tidur
Deri!
Deri takut. Deri tidak mau tidur di
kamar Deri.”
Ibu : “Ya sudah, malam ini kamu
tidur bersama kakakmu saja.”
Suasana pagi hari. Ibu masuk ke
kamar
Deri. Ia kaget melihat
sampah-sampah berserakan di bawah tempat tidur Deri.
Ibu : (berteriak, mukanya cemberut)
“Derii…sini!”
Deri : (memakai seragam sekolah)
“Ya ada apa, Bu?”
Ibu : “Lihat!” (menunjuk ke sampah
yang berserakan) “Kamu jorok sekali. Pantas banyak tikus di kamarmu.”
Deri : (malu dan tertunduk) “Habis
bagaimana dong?”
Ibu : “Lho kok, malah tanya. Mulai
sekarang kamu harus menjaga kebersihan kamarmu. Kamu jangan membuang sampah
sembarangan lagi. Kan, sudah ibu sediakan tempat sampah di kamarmu (menunjuk ke
tempat sampah). Apa perlu Ibu membuatkan plang peringatan di sini?”
Deri : “Ibu bisa saja. Deri janji
tidak akan membuang sampah sembarangan lagi. Deri kapok sama si Jerry-Jerry
nakal.”
Ibu : (tersenyum) “Ya sudah,
sekarang kamu pergi sekolah. Pulang sekolah nanti, kamu harus membersihkan
kamar mu.”
Deri : “Baik, Bu!”
Sejak saat itu, Deri selalu menjaga
kebersihan kamar nya.
Sumber: Bobo, 22 Februari 2007
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Karangan narasi adalah
karangan yang di tulis berdasarkan urutan waktu.
Prinsip-prinsip narasi
antara lain: (1) alur (plot), (2) penokohan, (3) latar (setting), dan
(4) sudut pandang (point of view).
Tujuan narasi yaitu: (1) memberikan
informasi atau wawasan dan memperluas pengetahuan, dan (2) memberikan
pengalaman estetis kepada pembaca.
Karakteristik
narasi antara lain: (1) menyajikan serangkaian berita atau
peristiwa, (2) disajikan dalam urutan waktu serta kejadian yang menunjukkan
peristiwa awal sampai akhir, (3) menampilkan pelaku peristiwa atau kejadian,
dan (4) latar (setting) digambarkan
secara hidup dan terperinci.
Jenis
narasi antara lain: (1) narasi ekspositorik
(narasi informasional) dan (2) narasi sugestif (narasi artistik).
B. Saran
Setelah mengetahui teori tentang hakikat
karangan narasi, sepatutnya kita sebagai seorang mahasiswa yang akan menjadi
harapan bangsa ke depan diharapkan dapat mengimplementasikan disiplin ilmu
tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR
PUSTAKA
Sumber dari buku:
Keraf, Gorys. 2001. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia
Pinoza, Lamuddin. 2002. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia.
Suparno dan Yunus, Muhammad.2007. Materi
Pokok Keterampilan Dasar Menulis.
Jakarta: Universitas Terbuka
Sumber dari internet:
http://id.shvoong.com/humanities/linguistics diunduh
pada hari Sabtu, 24 Maret 2012 pukul 19: 30
0 komentar:
Posting Komentar