Sabtu, 20 Februari 2016

Hakikat, Sifat, dan Rumusan Penelitian

1. Hakikat Penelitian Ilmiah

a.       Penelitian ilmiah pada hakikatnya adalah pencerminan perwujudan metode ilmiah, Jujun Surtasumartri (1986:21), artinya memecahkan masalah atas dasar berfikir rasional dan berfikir empiris.
b.      Penelitian ilmiah, seperti yang dinyatakan oleh Kerlinger (1993) adalah penelitian yang sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis terhadap proposisi hipotesis tentang hubungan yang diperkirakan terdapat antar gejala alam.
c.       Penelitian merupakan penelaah yang terkendali, sebab terkandung dua hal, yakni (a) adanya logika proses berfikir yang dinyatakan secara eksplisit dan (b) adanya informasi yang dikumpulkan secara empiris dan sistematis. logika berfikir dinyatakan eksplisit, nampak dalam prosesnya menempuh langkah-langkah yang sistematis, Nana Sudjana (2009:3).
d.      Penelitian (research) merupakan rangkaian kegiatan ilmiah dalam rangka pemecahan suatu permasalahan. Hasil penelitian tidak pernah dimaksudkan sebagai suatu pemecah (solusi) langsung bagi permasalahan yang dihadapi karena penelitian merupakan bagian saja dari usaha peecahan masalah yang lebih besar, Azwar (2009: 11).
e.       Menurut Sugiyono, Penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan tujuan dan kegunaan tertentu.
f.       Depdiknas RI : Kerjasama ilmiah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam rangka memperoleh informasi/temuan/produk baru melalui metodologi yang berkaitan erat dengan satu atau beberapa disiplin ilmu.

Dari pengertian menurut para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian ilmiah adalah pencarian atas sesuatu secara sistematis dengan penekanan bahwa pencarian dilaukan terhadap masalah-masalah yang dapat dipecahkan.
2. Sifat Penelitian dan Merumuskan Masalah Penelitian

Sifat Penelitian
a.       Bersifat kritis, analistis, artinya menunjukan adannya proses yang tepat untuk megidentifikasi masalah dan menentukan untuk pemecaha masalah.
b.      Bersifat logis, artinya dapat memberikan argumentasi ilmiah. Kesimpulan yang dibuat secara rasional berdasarkan bukti-bukti yang tersedia.
c.       Bersifat obyektif, artinya dapat dicontoh oleh ilmuan lain dalam studi yang sama dengan kondisi yang sama pula.
d.      Bersifat konseptual, artinya proses penelitian dijalankan dengan pengembangan konsep dan teori agar hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.
e.       Bersifat empiris, artinya metode yang dipakai berdasarkan pada fakta di lapangan.
Merumuskan masalah penelitian.
Masalah adalah kesenjangan (discrepancy) antara apa yang seharusnya (harapan) dengan apayang ada dalam kenyataan sekarang. Kesenjangan tersebut dapat mengacu keilmupengetahuan dan teknologi, ekonomi, politik, sosial budaya, pendidikan dan lain sebagainya. Rumusan masalah suatu pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya melalui pengumpulan data. Jenis-jenis rumusan masalah menurut Sugiyono (2009: 35), sebagai berikut.
a.       Rumusan masalah deskriptif
Suatu rumusan masalah yang berkenaan dengan pertanyaan terhadap keberadaan variabel mandiri, baru hanya pada satu variabel/ lebih (Variabel yang berdiri sendiri). Jadi dalam penelitian ini penelitian tidak membuat perbandingan variabel itu pada sampel yang lain dan mencari hub variabel dengan varibel yang lain.
b.      Rumusan masalah komparatif
Rumusan masalah penelitian yang membandingkan keberadaan satu variabel/ lebih pada dua atau lebih sampel yang berbeda atau pada waktu yang berbeda.
c.       Rumusan masalah Assosiatif
Rumusan masalah penelitian yang bersifat menanyakan hubungan antara dua variabel atau lebih terdapat tiga bentuk hubungan yaitu semetris, klausa, dan interaktif/resiprocal/ timbal balik.
Perumusan masalah merupakan salah satu tahap di antara sejumlah tahap penelitian yang memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan penelitian. Tanpa perumusan masalah, suatu kegiatan penelitian akan menjadi sia-sia dan bahkan tidak akan membuahkan hasil apa-apa. 
Perumusan masalah atau research questions atau disebut juga sebagai research problem, diartikan sebagai suatu rumusan yang mempertanyakan suatu fenomena, baik dalam kedudukannya sebagai fenomena mandiri, maupun dalam kedudukannya sebagai fenomena yang saling terkait di antara fenomena yang satu dengan yang lainnya, baik sebagai penyebab maupun sebagai akibat.
Perumusan masalah memiliki fungsi yaitu Fungsi pertama adalah sebagai pendorong suatu kegiatan penelitian menjadi diadakan atau dengan kata lain berfungsi sebagai penyebab kegiatan penelitian itu menjadi ada dan dapat dilakukan. Fungsi kedua, adalah sebagai pedoman, penentu arah atau fokus dari suatu penelitian. Perumusan masalah ini tidak berharga mati, akan tetapi dapat berkembang dan berubah setelah peneliti sampai di lapangan. Fungsi ketiga dari perumusan masalah, adalah sebagai penentu jenis data macam apa yang perlu dan harus dikumpulkan oleh peneliti, serta jenis data apa yang tidak perlu dan harus disisihkan oleh peneliti. Keputusan memilih data mana yang perlu dan data mana yang tidak perlu dapat dilakukan peneliti, karena melalui perumusan masalah peneliti menjadi tahu mengenai data yang relevan dan data yang tidak relevan bagi kegiatan penelitiannya. Sedangkan fungsi keempat dari suatu perumusan masalah adalah dengan adanya perumusan masalah penelitian, maka para peneliti menjadi dapat dipermudah di dalam menentukan siapa yang akan menjadi populasi dan sampel penelitian.



HAKIKAT MASALAH PENELITIAN

HAKIKAT MASALAH PENELITIAN
oleh: Ardian Asát

A.  Hakikat Masalah
1.    Masalah adalah persoalan yang menuntut adanya jawaban yang tepat dan akurat. 
2.    Masalah adalah:
a.    Kesenjangan antara yang dimiliki dengan apa yang dibutuhkan.
b.    Kesenjangan antara yang dilaksanakan dengan yang direncanakan. 
c.    Kesenjangan antara kenyataan dengan harapan.
d.   Kesenjangan dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif.

B.  Hakikat masalah penelitian
Penelitian atau riset adalah terjemahan dari bahasa Inggris research, yang merupakan gabungan dari kata re (kembali) dan to search (mencari). Beberapa sumber lain menyebutkan bahwa research adalah berasal dari bahasa Perancis recherche.Definisi lain dari  Penelitian adalah mencari jawaban atas masalah yang diajukan. Intinya hakikat penelitian adalah “mencari kembali”.
Definisi tentang penelitian yang muncul sekarang ini bermacam-macam, salah satu yang cukup terkenal adalah menurut Webster’s New Collegiate Dictionary yang mengatakan bahwa penelitian adalah “penyidikan atau pemeriksaan bersungguh-sungguh, khususnya investigasi atau eksperimen yang bertujuan menemukan dan menafsirkan fakta, revisi atas teori atau dalil yang telah diterima”.
Dalam buku berjudul Introduction to Research, T. Hillway menambahkan bahwa penelitian adalah “studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah tersebut”. Ilmuwan lain bernama Woody memberikan gambaran bahwa penelitian adalah “metode menemukan kebenaran yang dilakukan dengan critical thinking (berpikir kritis)”.
Penelitian bisa menggunakan metode ilmiah (scientific method) atau non-ilmiah (unscientific method). Tapi kalau kita lihat dari definisi diatas, penelitian banyak bersinggungan dengan pemikiran kritis, rasional, logis (nalar), dan analitis, sehingga akhirnya penggunaan metode ilmiah (scientific method) adalah hal yang jamak dan disepakati umum dalam penelitian. Metode ilmiah juga dinilai lebih bisa diukur, dibuktikan dan dipahami dengan indera manusia. Penelitian yang menggunakan metode ilmiah disebut dengan penelitian ilmiah (scientific research).
1.    Penelitian Kualitatif
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang berguna untuk memperoleh penemuan-penemuan yang tidak terduga sebelumnya dan membangun kerangka teoritis baru. Penelitian kualitatif biasanya mengejar data verbal yang lebih mewakili fenomena dan bukan angka-angka yang penuh prosentaase dan merata yang kurang mewakili keseluruhan fenomena. Dari penelaitian kualitatif tersebut, data yang diperoleh dari lapangan biasanya tidak terstruktur dan relative banyak, sehingga memungkinkan peneliti untuk menata, mengkritis, dan mengklasifikasikan yanglebih menarik melalui penelitian kualitatif. Istilah penelitian kualitatif, awalnya beraasal dari sebuah pengamatan pengamatan kuantitatif yang dipertentangkan dengan pengamatan kualitatif (Suwardi Endraswara, 2006:81).
Menurut Brannen (1997:9-12), secara epistemologis memangada sedikit perbedaan antara penelitian kualitatif dan kuantitatif. Jika penelitian kuantitatif selalu menentukan data dengan variabel-veriabel dan kategori ubahan, penelitian kualitatif justru sebaliknya. Perbedaan penting keduanya, terletak pada pengumpulan data. Tradisi kualitatif, peneliti sebagai instrument pengumpul data, mengikuti asumsi cultural, dan mengikuti data.
Penelitian kualitatif (termasuk penelitian historis dan deskriptif)adalah penelitian yang tidak menggunakan model-model matematik, statistik atau komputer. Proses penelitian dimulai dengan menyusun asumsi dasar dan aturan berpikir yang akan digunakan dalam penelitian. Asumsi dan aturan berpikir tersebut selanjutnya diterapkan secara sistematis dalam pengumpulan dan pengolahan data untuk memberikan penjelasan dan argumentasi. Dalam penelitian kualitatif informasi yang dikumpulkan dan diolah harus tetap obyektif dan tidak dipengaruhi oleh pendapat peneliti sendiri. Penelitian kualitatif banyak diterapkan dalam penelitian historis atau deskriptif. Penelitian kualitatif mencakup berbagai pendekatan yang berbeda satu sama lain tetapi memiliki karakteristik dan tujuan yang sama. Berbagai pendekatan tersebut dapat dikenal melalui berbagai istilah seperti: penelitian kualitatif, penelitian lapangan, penelitian naturalistik, penelitian interpretif, penelitian etnografik, penelitian post positivistic, penelitian fenomenologik, hermeneutic, humanistik dan studi kasus. Metode kualitatif menggunakan beberapa bentuk pengumpulan data seperti transkrip wawancara terbuka, deskripsi observasi, serta analisis dokumen dan artefak lainnya. Data tersebut dianalisis dengan tetap mempertahankan keaslian teks yang memaknainya. Hal ini dilakukan karena tujuan penelitian kualitatif adalah untuk memahami fenomena dari sudut pandang partisipan, konteks sosial dan institusional. Sehingga pendekatan kualitatif umumnya bersifat induktif.
Penelitian kualitatif adalah satu model penelitian humanistik, yang menempatkan manusia sebagai subyek utama dalam peristiwa sosial/budaya. Jenis penelitian ini berlandaskan pada filsafat fenomenologis dari Edmund Husserl (1859-1928) dan kemudian dikembangkan oleh Max Weber (1864-1920) ke dalam sosiologi. Sifat humanis dari aliran pemikiran ini terlihat dari pandangan tentang posisi manusia sebagai penentu utama perilaku individu dan gejala sosial. Dalam pandangan Weber, tingkah laku manusia yang tampak merupakan konsekwensi-konsekwensi dari sejumlah pandangan atau doktrin yang hidup di kepala manusia pelakunya. Jadi, ada sejumlah pengertian, batasan-batasan, atau kompleksitas makna yang hidup di kepala manusia pelaku, yang membentuk tingkah laku yang terkspresi secara eksplisit.
2.    Penelitian Kuantitatif
Menurut August Comte (1798-1857) menyatakan bahwa paradigma kuantitatif merupakan satu pendekatan penelitian yang dibangun berdasarkan filsafat positivisme. Positivisme adalah satu aliran filsafat yang menolak unsur metafisik dan teologik dari realitas sosial. Karena penolakannya terhadap unsur metafisis dan teologis, positivisme kadang-kadang dianggap sebagai sebuah varian dari Materialisme (bila yang terakhir ini dikontraskan dengan Idealisme).
Dalam penelitian kuantitatif diyakini, bahwa satu-satunya pengetahuan (knowledge) yang valid adalah ilmu pengetahuan (science), yaitu pengetahuan yang berawal dan didasarkan pada pengalaman (experience) yang tertangkap lewat pancaindera untuk kemudian diolah oleh nalar (reason). Secara epistemologis, dalam penelitian kuantitatif diterima suatu paradigma, bahwa sumber pengetahuan paling utama adalah fakta yang sudah pernah terjadi, dan lebih khusus lagi hal-hal yang dapat ditangkap pancaindera (exposed to sensory experience). Hal ini sekaligus mengindikasikan, bahwa secara ontologis, obyek studi penelitian kuantitatif adalah fenomena dan hubungan-hubungan umum antara fenomena-fenomena (general relations between phenomena). Yang dimaksud dengan fenomena di sini adalah sejalan dengan prinsip sensory experience yang terbatas pada external appearance given in sense perception saja. Karena pengetahuan itu bersumber dari fakta yang diperoleh melalui pancaindera, maka ilmu pengetahuan harus didasarkan pada eksperimen, induksi dan observasi (Edmund Husserl 1859-1926).
Sejalan dengan penjelasan di atas, secara epistemologi, paradigma kuantitatif berpandangan bahwa sumber ilmu itu terdiri dari dua, yaitu pemikiran rasional data empiris. Karena itu, ukuran kebenaran terletak pada koherensi dan korespondensi. Koheren besarti sesuai dengan teori-teori terdahulu, serta korespondens berarti sesuai dengan kenyataan empiris. Kerangka pengembangan ilmu itu dimulai dari proses perumusan hipotesis yang deduksi dari teori, kemudian diuji kebenarannya melalui verifikasi untuk diproses lebih lanjut secara induktif menuju perumusan teori baru. Jadi, secara epistemologis, pengembangan ilmu itu berputar mengikuti siklus; logico, hypothetico, verifikatif.
Tindakan
Tindakan adalah suatu perbuatan yang dilakukan dalam penelitian guna mencapai penelitian yang senpurna. Tindakan ini dimaksudkan agar peneliti mengetahui dengan jelas bahwa ada beberapa ketentuan dalam melakukan tindakan penelitian. Seperti halnya penelitian kualitatif dan kuantitatif, tindakan termasuk aspek yang perlu dikaji oleh seorang peneliti. Tindakan merupakan salah satu ketentuan dalam penelitian.

C.  Bagaimana cara menemukan permasalahan
Pada umumnya guru kurang atau belum menyadari bahwa apa yang dihadapi adalah masalah, dan tidak mempermasalahkan. Biasanya sesuatu baru dianggap sebagai masalah jika guru telah merasa kewalahan, tidak berdaya dan tidak mampu menghadapi sendiri. Maka cara yang dapat dilakukan guru
1.      Menuliskan semua hal yang dirasakan memerlukan perhatian, kepedulian karena akan mempunyai dampak yang tidak diharapkan terjadi, terutama terkait dengan pembelajaran; seperti intensitas waktu pembelajaran, penyampaian, daya tangkap dan serap siswa, alat/ media pembelajaran, manajemen kelas, motivasi, sikap dan nilai perilaku siswa, dan lain-lain.
2.      Kemudian dipilahkan dan diklasifikasikan menurut jenis/ bidang permasalahannya, jumlah siswa yang mengalami, dan tingkat frekuensi timbul.
3.      Urutkan dari yang ringan, jarang terjadi, banyaknya siswa mengalami dan masing-masing jenis permasalahannya.
4.      Dari setiap urutan ambillah 3-5 masalah dan coba dikonfirmasikan kepada guru yang mengajar mata pelajaran sejenis, baik di dalam sekolah sendiri atau guru di sekolah lain.
5.      Jika apa yang dirumuskan ternyata mendapat konfirmasi, maka masalah tersebut memang merupakan masalah yang patut untuk diangkat sebagai calon masalah.
6.      Masalah yang telah dikonfirmasi tersebut kemudian dikaji kelayakan dan signifikansiniya untuk dipilih.
7.      Pilihlah fokus permasalahan yang terbatas. yang berukuran kecil, yang dapat dicari solusinya dalam waktu singkat yang tersedia untuk melakukan penelitian tindakan.
8.      Pilihlah fokus permasalahan yang penting untuk diselesaikan bagi kepentingan guru/dosen dan siswa/mahasiswa, dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari di kelas/ruang kuliah.
9.      Bekerjalah secara kolaboratif bersama mitra sejawat dalam penelitian ini, tanyalah apakah dia juga pernah menghadapi permasalahan yang semacam dengan masalah yang dihadapi guru/dosen.
10.  Sebaiknya fokus permasalahan yang dipilih relevan dengan tujuan dan rencana perkembangan sekolah atau fakultas secara keseluruhan.

D.   Bagaimana membuat rumusan masalah
Dalam memformulasikan atau merumuskan masalah, kiranya peneliti perlu memperhatikan beberapa ketentuan yang biasanya berlaku yaitu dengan memperhatikan:
1.      aspek substansi;
2.      aspek formulasi; dan
3.      aspek teknis.
Dari sisi aspek substansi atau isi yang terkandung, perlu dilihat dari bobot atau nilai kegunaan manfaat pemecahan masalah melalui tindakan seperti nilai aplikatifnya untuk memecahkan masalah serupa/mirip yang dihadapi guru, kegunaan metodologik dengan diketemukannya model tindakan dan prosedurnya, serta kegunaan teoritik dalam memperkaya atau mengoreksi teori pembelajaran yang berlaku. Sedang dari sisi orisinalitas, apakah pemecahan dengan model tindakan itu merupakan suatu hal baru yang belum pernah dilakukan guru sebelumnya. Jika sudah pernah berarti hanya merupakan pengulangan atau replikasi saja.
Pada aspek formulasi, seyogyanya masalah dirumuskan dalam bentuk kalimat interogatif (pertanyaan), meskipun tidak dilarang dirumuskan dalam bentuk deklaratif (pernyataan). Hendaknya dalam rumusan masalah tidak terkandung masalah dalam masalah, tetapi lugas menyatakan secara eksplisit dan spesifik tentang apa yang dipermasalahkan.
Dan aspek teknis, menyangkut kemampuan dan kelayakan peneliti untuk melakukan penelitian terhadap masalah yang dipilih. Pertimbangan yang dapat diajukan seperti kemampuan teoritik dan metodologik pembelajaran, penguasaan materi ajar, kemampuan metodologi penelitian tindakan, kemampuan fasilitas untuk melakukan penelitian seperti dana, waktu, tenaga, dan perhatian terhadap masalah yang akan dipecahkan. Oleh karena itu, disarankan untuk berangkat dari permasalahan sederhana tetapi bermakna, guru dapat melakukan di kelasnya dan tidak memerlukan biaya, waktu, dan tenaga yang besar.
Analisis Masalah
Yang dimaksud dengan analisis masalah di sini ialah kajian terhadap permasalahan dilihat dan segi kelayakannya. Sebagai acuan dapat diajukan beberapa hal berikut.
1.      konteks, situasi atau iklim di mana masalah terjadi
2.      kondisi-kondisi prasyarat untuk terjadinya masalah
3.      keterlibatan komponen, aktor dalam terjadinya masalah
4.      kemungkin adanya alternatif solusi yang dapat diajukan
5.      ketepatan dan lama waktu yang diperlukan untuk pemecahan masalah
Analisis masalah tersebut dipergunakan untuk merancang rencana tindakan baik dalam menentukan spesifikasi/jenis tindakan, keterlibatan aktor yang berkolaborasi (berperan), waktu dalam satu siklus, identifikasi indikator perubahan peningkatan dan dampak tindakan, cara pemantauan kemajuan, dan lain-lain. Formulasi alternatif solusi yang dirumuskan dalam bentuk hipotesis tindakan hanya mungkin dapat dilakukan jika analisis masalah dapat dilakukan dengan baik
Kesimpulannya: munculnya masalah penelitian didasarkan atas fakta empirik yang ada atau yang terjadi di lapangan. Oleh sebab itu perlu analisis atau kajian data, fenomena, fakta yang ada di lapangan, kemudian membandingkannya dengan harapan, keinginan, kebutuhan, berdasakan rencana, konsep, prinsip, aturan dan sistem yang berlaku.

Secara universal, terdapat tiga jenis pengetahuan yang selama ini mendasari kehidupan manusia yaitu: 
1)        logika yang dapat membedakan antara benar dan salah; 
2)        etika yang dapat membedakan antara baik dan buruk; serta 
3)        estetika yang dapat membedakan antara indah dan jelek. 

Kepekaan indra yang dimiliki, merupakan modal dasar dalam memperoleh pengetahuan tersebut. Salah satu wujud pengetahuan yang dimiliki manusia adalah pengetahuan ilmiah yang lazim dikatakan sebagai “ilmu”. Ilmu adalah bagian pengetahuan, namun tidak semua pengetahuan dapat dikatakan ilmu. Ilmu adalah pengetahuan yang didasari oleh dua teori kebenaran yaitu koherensi dan korespondensi. Koherensi menyatakan bahwa sesuatu pernyataan dikatakan benar jika pernyataan tersebut konsisten dengan pernyataan sebelumnya. Koherensi dalam pengetahuan diperoleh melalui pendekatan logis atau berpikir secara rasional. Korespondensi menyatakan bahwa suatu pernyataan dikatakan benar jika pernyataan tersebut didasarkan atas fakta atau realita. Koherensi dalam pengetahuan diperoleh melalui pendekatan empirik atau bertolak dari fakta. Dengan demikian, kebenaran ilmu harus dapat dideskripsikan secara rasional dan dibuktikan secara empirik.
Koherensi dan korespondensi mendasari bagaimana ilmu diperoleh telah melahirkan cara mendapatkan kebenaran ilmiah. Proses untuk mendapatkan ilmu agar memiliki nilai kebenaran harus dilandasai oleh cara berpikir yang rasional berdasarkan logika dan berpikir empiris berdasarkan fakta. Salah satu cara untuk mendapatkan ilmu adalah melalui penelitian. Banyak definisi tentang penelitian tergantung sudut pandang masing-masing. Penelitian dapat didefinisikan sebagai upaya mencari jawaban yang benar atas suatu masalah berdasarkan logika dan didukung oleh fakta empirik. Dapat pula dikatakan bahwa penelitian adalah kegiatan yang dilakukan secara sistematis melalui proses pengumpulan data, pengolah data, serta menarik kesimpulan berdasarkan data menggunakan metode dan teknik tertentu.
Pengertian tersebut di atas menyiratkan bahwa penelitian adalah langkah sistematis dalam upaya memecahkan masalah. Penelitian merupakan penelaahan terkendali yang mengandung dua hal pokok yaitu logika berpikir dan data atau informasi yang dikumpulkan secara empiris (Sudjana, 2001). Logika berpikir tampak dalam langkah-langkah sistematis mulai dari pengumpulan, pengolahan, analisis, penafsiran dan pengujian data sampai diperolehnya suatau kesimpulan. Informasi dikatakan empiris jika sumber data mengambarkan fakta yang terjadi bukan sekedar pemikiran atau rekayasa peneliti. Penelitian menggabungkan cara berpikir rasional yang didasari oleh logika/penalaran dan cara berpikir empiris yang didasari oleh fakta/ realita.
Penelitian sebagai upaya untuk memperoleh kebenaran harus didasari oleh proses berpikir ilmiah yang dituangka dalam metode ilmiah. Metode ilmiah adalah kerangka landasan bagi terciptanya pengetahuan ilmiah. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode ilmiah mengandung dua unsur penting yakni pengamatan (observation) dan penalaran (reasoning). Metode ilmiah didasari oleh pemikiran bahwa apabila suatu pernyataan ingin diterima sebagai suatu kebenaran maka pernyataan tersebut harus dapat diverifikasi atau diuji kebenarannya secara empirik (berdasarkan fakta).


ETIKA DALAM PENELITIAN

Etika Dalam Penelitian

Pengantar
Mendengar kata penelitian, mungkin pertanyaan awal yang ada dalam benak kita dan setiap orang yang merasa terusik dengan istilah “penelitian” adalah mengapa orang melakukan penelitian ? pertanyaan sederhana dan mendasar ini pada dasarnya tidak lepas dari sifat dasar manusia yang serba ingin tahu terhadap sesuatu yang mengusiknya. Disamping itu, minimal ada empat sebab yang melatar belakangi orang melakukan penelitian menurut Sukmadinata (2008 : 2) yaitu Pertama, karena pengetahuan, pemahaman dan kemampuan manusia sangat terbatas dibandingkan dengan lingkungannya yang begitu luas. Banyak hal yang tidak diketahui, dipahami, tidak jelas dan mneimbulkan keraguan dan pertanyaan bagi dirinya. Ketidaktahuan, ketidakpahaman, dan ketidakjelasan seringkali menimbulkan rasa takut dan rasa terancam.
Kedua, manusia memiliki dorongan untuk mengetahui atau cariousity. Manusia selalu bertanya, apa itu, bagaimana itu, mengapa begitu dan sebagainya. Bagi kebanyakan orang, jawaban-jawaban sepintas dan sederhana mungkin sudah memberikan kepuasan, tetapi bagi orang-orang tertentu, para ilmuwan, peneliti dan para pemimpin dibutuhkan jawaban yang lebih mendalam, lebih rinci dan lebih komrehensif. Ketiga, manusia di dalam kehidupannya selalu dihadapkan kepada masalah, tantangan, ancaman, kesulitan baik di dalam dirinya, keluarganya, masyarakat sekitarnya serta dilingkungan kerjanya. Masalah, tantangan dan kesulitan tersebut membutuhkan penjelasan, pemecahan dan penyelesaian. Tidak semua masalah dan kesulitan dapat segera dipecahkan. Masalah-masalah yang pelik, sulit dan kompleks membutuhkan penelitian untuk pemecahan dan penyelesaiannya.
Keempat, manusia merasa tidak puas dengan apa yang telah dicapai, dikuasai, dan dimilikinya, ia selalu ingin yang lebih baik, lebih sempurna, lebih memberikan kemudahan, selalu ingin menambah dan meningkatkan “kekayaan” dan fasilitas hidupnya. Berangkat dari landasan berpikir di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya orang melakukan kegiatan penelitian tiada lain disamping untuk memenuhi rasa ingin tahu terhadap sebuah gejala atau peristiwa juga untuk memecahkan masalah secara ilmiah dan dapat diterima dengan logika kemanusiaan. Dari hasil penelitian itu pula maka manusia dapat mengembangkan pengetahuan yang bermakna bagi kehidupan ilmiah maupun kehidupan sosial. Untuk itulah, dalam kerangka menjaga kemurnian hasil penelitian yang dilakukan serta untuk menjaga timbulnya berbagai persoalan dari hasil penelitian yang dilakukan maka persoalan etika menjadi sebuah keniscayaan yang harus diperhatikan dalam penelitian. Etika yang dimaksud, baik berupa etika sosial maupun etika ilmiah yang berkaitan langsung dengan aspek penelitian.
Makna Etika Istilah etika sering disamakan dengan moral. Etika berasal dari bahasa yunani “ethos, ethikos”. Dalam bahasa latin istilah “ethos, ethikos” disebut “mos” atau moralitas. Baik ethos maupun moral artinya : adat istiadat, kebiasaan. Dalam bahasa Indonesia kedua-duanya diterjemahkan dengan kesusilaan (Frans von Magnis, 1975). Tetapi antara kedua istilah tersebut terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut menurut J. Verkuyl (1979 : 15) yaitu “dalam pemakaian di kalangan ilmu pengetahuan kata etika itu telah mendapat arti yang lebih dalam dari pada kata moral. Kata moral telah mendangkal artinya. Kadang-kadang “moral” dan “mos” atau “mores” hanya kelakuan lahir saja, tetapi senantiasa menyinggung juga kaidah dan motif-motif perbuatan seseorang yang lebih dalam. Dari beberapa penulis filsafat mengatakan bahwa atika adalah “filsafat moral”.
Istilah moral biasanya dipergunakan untuk memberikan penilaian atau predikat terhadap tingkah laku manusia. Karena itu, untuk memahami pengertian moral sangat erat hubungannya dengan etika. Etika adalah suatu ilmu cabang filsafat yang objek kajiannya adalah tingkah laku manusia ditinjau dari nilai baik atau buruknya. Berkenaan dengan hal diatas, dalam ranah kegiatan penelitian “etika” dijadikan ukuran kepatutan tentang boleh atau tidaknya, baik atau buruknya sebuah aspek-aspek tertentu dalam kegiatan penelitian. Hal ini diperlukan karena bagaimanapun juga esensi penelitian adalah untuk mencari kebenaran dari sebuah gejala yang muncul. Kebenaran yang dihasilkan dalam sebuah penelitian adalah kebenaran empirik dan kebenaran logis. Ford dalam Lincoln dan Guba (1985 : 14) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kebenaran empirik yaitu apabila konsisten dengan alam, dalam bentuk menerima atau menolak hipotesis atau prediksi. Sedangkan kebenaran logis yaitu apabila hipotesis atau prediksi konsisten atau sesuai secara logis dengan hipotesis atau prediksi terdahulu yang sudah dinyatakan benar. Untuk itu, dalam rangka melahirkan sebuah kebenaran empirik dan logis sebagai hasil penelitian yang sitematis dan logis pula maka dibutuhkan etika sebagai piranti sekaligus rambu bagi peneliti dalam melakukan kegiatan penelitian. Berikut etika penelitian yang dimaksud :
1. Penelitian sebagai Pencarian Ilmiah yang berpola Tujuan akhir dari suatu penelitian adalah mengembangkan dan menguji teori. Oleh karena itu, penelitian harus dilandaskan pada teori-teori yang relevan dengan masalah penelitan yang diangkat. McMilan dan Schumacher mengutip pendapat Walberg (1986), mengatakan bahwa ada lima langkah pengembangan pengetahuan melalui penelitian, yaitu: (1) mengidentifikasi masalah penelitian, (2) melakukan studi empiris, (3) melakukan replikasi atau pengulangan, (4) menyatukan (sistesis) dan mereviu, (5) menggunakan dan mengevaluasi oleh pelaksana.
Suatu teori dapat menjelaskan dan meramalkan fenomena-fenomena alamiah. Dari perilaku atau kegiatan-kegiatan terlepas yang dilakukan oleh siswa atau guru umpamanya, peneliti dapat memberikan penjelasan umum tentang hubungan diantara perilaku atau kegiatan pembelajaran. Dari penjelasan-penjelasan umum tersebut terbentuk prinsip-prinsip dasar, dalil konstruk, proposisi yang kesemuanya akan membentuk teori. Mengenai teori ini, lebih jauh Fred N Kerlinger (1986) mengemukakan bahwa “…. a theory as a set of interrelated constructs and proposition that specify relations among variables to explain and predict phenomena”. Dalam rumusan Kerlinger tersebut ada tiga hal penting dalam suatu teori yaitu: (1) suatu teori dibangun oleh seperangkat proposisi dan kontruk, (2) teori menegaskan hubungan di antara sejumlah variabel, (3) teori menjelaskan dan memprediksi fenomena-fenomena.
Pencarian Ilmiah
Pencarian ilmiah (scintific inquiry) adalah suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan dengan menggunakan metode-metode yang diorganisasikan secara sistematis, dalam mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasikan data. Pengertian ilmiah berbeda dengan ilmu. Ilmu merupakan struktur atau batang tubuh pengetahuan yang telah tersusun, sedang ilmiah adalah cara mengembangkan pengetahuan.
Metode ilmiah merupakan suatu cara pengkajian yang berisi proses dengan langkah-langkah tertentu. MicMilan dan Schumacher (2001) membaginya atas empat langkah yaitu: (1) define a problem, (2) state the hypotthesis to be tested, (3) colect and analyze data, and (4) interprete the results and draw conclusions obout the problem. Hampir sama dengan McMilan dan Schumacher, John Dewey membagi langkah-langkah pencarian ilmiah yang disebutnya sebagai “reflective thinking”, atas lima langkah yaitu: (1) mengedentifkasi masalah, (2) merumuskan dan membatasi masalah, (3) menyusun hiotesis, (4) mengumpulkan dan menganalisis data, (5) menguji hipotesis dan menarik kesimpulan.
Pencarian Berpola
Pencarian berpola (disiplined inquiry), merupakan suatu prosedur pencarian dan pelaporan dengan menggunakan cara-cara dan sistemtika tertentu, disertai penjelasan dan alasan yang kuat. Pencarian berpola bukan merupakan suatu pencarian yang bersifat sempit dan mekanistis, tetapi mengikuti prosedur formal yang telah standar. Prosedur pencarian ini pada tahap awalnya bersifat spekulatif, mencoba menggabungkan de-ide dan metode-metode, kemudian menuangkan ide-ide dan metode tersebut dalam suatu prosedur yang baku. Laporan dari pencarian berpola berisi perpaduan antara argumen-argumen yang didukung oleh data dengan proses nalar, yang disusun dan dipadatkan menghasilkan kesimpulan berbobot.
Pencarian berpola terutama dalam ilmu sosial termasuk pendidikan, bukan hanya menunjukkan pengkajian yang sistematik, tetapi juga pengkajian yang sesuai dengan disiplin ilmunya.
2. Objektivitas
Penelitian harus memiliki objektiviatas (objektivity) baik dalam karakteristik maupun prosedurnya. Objektivitas dicapai melalui keterbukaan, terhindar dari bias dan subjektivitas. Dalam prosedurnya, penelitian menggunakan tekhnik pengumpulan dan analisis data yang memungkinkan dibuat interpretasi yang dapat dipertanggung jawabkan. Objetivitas juga menunjukkan kualitas data yang dihasilkan dari prosedur yang digunakan yang dikontrol dari bias dan subjektivitas.
3. Ketepatan
Penelitian juga harus memiliki tingkat ketepatan (precision), secara tekhnis instrumen pengumpulan datanya harus memimiliki validitas dan reliabilitas yang memadai, desain penelitian, pengambilan sampel dan tekhnik analisis datanya tepat. Dalam penelitian kuantitatif, hasilnya dapat dilang dan diperluas, dalam penelitian kualitatif memiliki sifat reflektif dan tingkat komparasi yang konstan.
4. Verifikasi
Penelitian dapat diverifikasi, dalam arti dapat dikonfirmasikan, direvisi dan diulang dengn cara yang sama atau berbeda. Verifikasi dalam penelitian kualitatif berbeda dengan kuantitatif. Penelitian kualitatif memberikan interpretasi deskriptif, verifikasi berupa perluasan, pengembangan tetapi bukan pengulangan.
5. Empiris
Penelitian ditandai oleh sikap dan dan pendekatan empiris yang kuat. Secara umum empiris berarti berdasarkan pengalaman praktis. Dalam penelitian empiris kesimpulan didasarkan atas kenyataan-kenyataan yang diperoleh dengan menggunakan metode penelitian yang sistematik, bukan berdasarkan pendapat atau kekuasaan. Sikap empiris umumnya menuntut penghilangan pengalaman dan sikap pribadi. Kritis dalam penelitian berarti membuat interpretasi berdasarkan kenyataan dan nalar yang didasarkan atas kenyataan-kenyataan (evidensi). Evidensi adalah data yang diperoleh dari penelitian, berdasarkan hasil analisis data tersebut interpretasi dibuat.
6. Penjelasan Ringkas
Penelitian mencoba memberikan penjelasan tentang hubungan antar fenomena dan menyederhanakannya menjadi penjelasan yang ringkas. Tujuan akhir dari sebuah penelitian adalah mereduksi realita yang kompleks kedalam penjelasan yang singkat. Dalam penelitian kuantitatif penjelasan singkat tersebut berbentuk generalisasi, tetapi dalam penelitian kualitatif berbentuk deskriptif tentang hal-hal yang esensial atau pokok.
7. Penalaran Logis
Semua kegiatan penelitian menuntut penalaran logis. Penalaran merupakan proses berpikir, menggunakan prinsip-prinsip logika deduktif atau induktif. Penalaran deduktif, penarikan kesimpulan dari umum ke khusus. Dalam penalaran deduktif, bila premisnya benar maka kesimpulannya otomatis benar. Logika deduktif dapat mengidenfikasi hubungan—hubungan baru dalam pengetahuan yang ada. Dalam penalaran induktif. Peneliti menarik kesimpulan berdasarkan hasil sejumlah pengamatan kasus-kasus (individual, situasi, peristiwa), kemudian peneliti membuat kesimpulan yang bersifat umum.
8. Kesimpulan Kondisional
Kesimpulan hasil penelitian tidak bersifat absolut. Penelitian perilaku dan juga ilmu kealaman, tidak menghasilkan kepastian, sekalipun kepastian relatif. Semua yang dihasilkan adalah pengetahuan probabilistik. Penelitian boleh dikatakan hanya mereduksi ketidaktentuan. Oleh karena demikian, baik kesimpulan kualitatif maupun kuantitatif, bersifat kondisional. Para peneliti seringkali menekankan/menuliskan bahwa hasil penelitiannya “cenderung menunjukkan atau memberikan kecenderungan”.
Pada bagian lain, berkenaan dengan etika sosial, Kemmis dan Taggart dalam Hopkins(1993 : 221-223) menjelaskan bahwa terdapat beberapa etika/pedoman yang harus ditaati sebelum, selama dan sesudah penelitian dilakukan sebagai berikut :
1. Meminta kepada orang-orang, panitia, atau yang berwenang persetujuan dan ijin.
2. Ajaklah kawan-kawan sejawat terlibat dan berpartisipasi dalam penelitian.
3. Terhadap yang tidak langsung terlibat, perhatikan pendapat mereka.
4. Penelitian berlangsung terbuka dan transparan, saran-saran diperhatikan, dan kawan sejawat dperbolehkan mengajukan protes.
5. Meminta iizin eksplisit, untuk mengobservasi dan mencatat kegiatan mitra peneliti, tidak termasuk izin dari siswa apabila penelitian bertujuan meningkatkan pembelajaran.
6. Minta izin untuk membuka dan mempelajari catatan resmi, surat menyurat dan dokumen. Membuat fotokopi hanya diperkenankan apabila di ijinkan.
7. Catatan dan deskripsi kegiatan hendaknya relevan, akurat dan adil.
8. Wawancara, pertemuan atau tukar pendapat tertulis hendaknya memperhatikan pandangan lain, relevan, akurat dan adil.
9. Rujukan langsung, rujukan observasi, rekaman, keputusan, kesimpulan, atau rekomendasi hendaknya mendapat izin atau otorisasi kutipan.
10. Laporan disusun untuk kepentingan yang berbeda, seperti laporan verbal pada pertemuan staf jurusan, tertulis untuk jurnal, surat kabar, orang tua murid dan lain-lain.
11. Tanggung jawab untuk hal-hal atau pribadi-pribadi yang sifatnya konfidensial.
12. Semua mitra penelitian mengetahui dan menyetujui prinsip-prinsip kerja di atas, sebelum penelitian berlangsung.
13. Hak melaporkan kegiatan dan hasil penelitian, apabila sudah disetujui oleh para mitra peneliti, dan laporan tidak bersifat melecehkan siapapun yang terlibat, maka laporan tidak boleh diveto atau dilarang karena alasan kerahasiaan.
Penutup
Dari penjelasan panjang yang penulis sajikan dalam resume ini, akhirnya dapat disimpulkan bahwa etika dalam penelitian merupakan sebuah keniscayaan untuk dijadikan sebagai piranti sekaligus pedoman untuk menghindari kegagalan dalam penelitian. Etika yang dimaksud baik yang berkenaan dengan etika ilmiah maupun etika sosial. Mengedepankan etika sebagai sumber kepatutan dalam penelitian tidak lepas dari esensi kegiatan penelitian itu sendiri yaitu untuk menemukan kebenaran dan kemudian mengkontruks kebenaran itu menjadi sebuah teori. Jadi, kebenaran tercapai setelah persetujuan melalui diskusi kritis (Skiner, 1985 : 128-131). Diskusi yang dimaksud dalam konteks penelitian adalah memenuhi kaidah-kaidah etika yang ada dan menjadi kesepakatan tidak tertulis guna memperoleh kebenaran yang bersifat probabilistik.
BAHAN BACAAN
Gall, Meredith D, Gall, Joyce P and Borg, Walter R. 2003 “Educational Research” Boston : Allyn & Bacon.
Hopkins, David. 1993 ”A Teacher’s Guide Classroom Research” . Philadelphia : Open University Press.
Lincoln.I.S & Guba, E.G. 1985, “Naturalistic Inquiry” Baverly Hills, London : Sage Publications
Magnis, Frans von. 1975, “Etika Umum” Jogjakarta : Yayasan Kanisius.
McMillan, J.H. & Schumacher, Sally. 2001, “Research in Education” New York : Longman.
Sukmadinata, 2008, “Metode Penelitian Pendidikan” Bandung : Remaja Rosdakarya.
Verkuyl, J. 1979, “Etika” Jakarta : Gunung Mulia.