Senin, 30 Mei 2016

Sabtu, 21 Mei 2016

DESAIN PEMBELAJARAN MENULIS TEKS NARASI (CERITA IMAJINASI) MENGGUNAKAN MODEL DISCOVERY LEARNING PADA SISWA KELAS VII SEMESTER I

DESAIN PEMBELAJARAN MENULIS TEKS NARASI (CERITA IMAJINASI) MENGGUNAKAN MODEL DISCOVERY LEARNING PADA SISWA KELAS VII SEMESTER I
Oleh: Ardian As’at (2101411147)
I.            KONSEP
A.    TEKS NARASI
1.      Pengertian Teks Narasi

Menulis merupakan kegiatan yang produktif dan ekspresif. Produktif karena kegiatan ini akan menghasilkan suatu produk berupa tulisan. Ekspresif karena menulis, menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan. Berdasarkan penelitian Mathew Lieberman, menulis ternyata dapat menghilangkan stres karena meningkatkan aktivitas ventrolateral prefrontal cortex, bagian otak yang berfungsi mengurangi perasaan negatif. Tentunya tanpa mengesampingkan keterampilan berbahasa lain, kegiatan menulis akan berhasil dengan baik jika ditunjang keterampilan reseptif, yakni membaca dan menyimak.
Pinoza memaparkan bahwa berdasarkan penyajian dan tujuan dalam penyampaian suatu tulisan, menulis dibedakan atas enam jenis, yaitu deskripsi, narasi, eksposisi, argumentasi, persuasi, dan campuran. Deskripsi merupakan pelukisan, narasi berarti pengisahan, eksposisi pemaparan, argumentasi adalah pembahasan, persuasi sifatnya mengajak, dan campuran yang berarti kombinasi. Dalam pembelajaran menulis di sekolah, pembelajaran berdasarkan jenis-jenis tersebut telah diajarkan sejak tingkat pendidikan dasar (SD), hingga ke kuliah.
Sistem penulisan tidak terlepas dari bentuk sebuah karangan. Karangan merupakan karya tulis hasil dari kegiatan seseorang untuk mengungkapkan gagasan dan menyampaikanya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami.  Sedangkan dalam dalam Kamus Bahasa Indonesia (2008:640) karangan yaitu hasil mengarang; tulisan; cerita; artikel; buah pena. Jadi karangan merupakan suatu hasil buah pena atau hasil ungkapan gagasan yang disampaikan secara tertulis.
Menurut Anton M. Moliono (1989:124) berdasarkan tujuannya ada beberapa bentuk karangan yaitu (1) penulisan yang bertujuan memberikan informasi, penjelasan, keterangan, atau pemahaman termasuk golongan pemaparan, hasilnya dapat disebut pemaparan atau eksposisi, (2) jika bertujuan meyakinkan orang, membuktikan pendapat atau pendirian pribadi, atau membujuk pihak lain agar pendapat pribadi diterima, termasuk golongan pembahasan, hasilnya dapat disebut bahasan, persuasi, atau argumentasi, (3) penulisan yang sifatnya bercerita, baik berdasarkan pengamatan maupun berdasarkan perekaan, dan yang tujuannya lebih banyak mengimbau, tergolong kategori pengisahan, hasilnya dapat disebut kisahan atau narasi, (4)  penulisan yang menggambarkan bentuk objek pengamatan, rupanya, sifatnya, rasanya, atau coraknya termasuk golongan pemerian, hasilnya dapat disebut pemerian atau deskripsi.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa karangan adalah suatu bentuk pengungkapan ide, gagasan, perasaan atau hasil tulisan sesorang yang disampaikan kepada orang lain dalam bahasa tulis dengan tujuan tertentu. Berdasarkan tujuannya ada beberapa bentuk karangan yaitu narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi.
Narasi dipaparkan sebagai jenis pengembangan paragraf dengan gaya bercerita. Narasi dalam Bahasa Inggris (narration) berarti cerita. Dalam buku The Oxford Essential Guide to Writing, narasi didefinisikan sebagai urutan peristiwa bermakna dengan alur maju. Narasi pada dasarnya adalah suatu cerita. Dalam Kamus Besar Indonesia (2008:196) narasi adalah penceritaan suatu peristiwa atau kejadian juga cerita atau deskripsi dari suatu  kejadian atau peristiwa. Sehingga narasi juga hampir mirip dengan deskripsi.
Yang membedakan narasi dengan deskripsi ialah terletak pada “waktu” sebagaimana pernyataan Gorys Keraf (2003:136) “…kalau narasi hanya menyampaikan kepada pembaca suatu kejadian atau peristiwa, maka tampak bahwa narasi akan sulit dibedakan dari deskripsi karena setiap peristiwa atau suatu proses dapat juga disajikan menggunakan metode deskripsi. Sebab itu ada unsur lain yang harus diperhitungkan, yaitu unsur waktu. Dengan demikian pengertian narasi itu mencakup dua unsur dasar, yaitu perbuatan dan tindakan yang terjadi dalam suatu rangkaian waktu. Bila deskripsi menggambarkan suatu objek secara statis, maka narasi mengisahkan suatu kehidupan yang dinamis dalam suatu rangkaian waktu.”
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa narasi merupakan suatu penggambaran peristiwa atau proses yang memperhatikan unsur waktu.  Sementara itu, dari pendapat- pendapat di atas, dapat diketahui ada beberapa hal yang berkaitan dengan narasi. Hal tersebut meliputi:
1.) berbentuk cerita atau kisahan,
2.) menonjolkan pelaku,
3.) menurut perkembangan dari waktu ke waktu,
4.) disusun secara sistematis
2.      Struktur Teks Narasi
Teks narasi mempunyai beberapa struktur pembentuk tek tersendiri, antara lain:
a.         Alur (plot)
Alur dengan jalan cerita tidak dapat terpisahkan,tetapi harus dibedakan. Jalan cerita memuat kejadian, tetapi suatu kejadian terjadi karena ada sebab dan alasannya. Yang menggerakkan kejadian cerita tersebut adalah alur, yaitu segi rohaniah dari kejadian. Suatu kejadan baru dapat disebut narasi jika didalamnya ada perkembangan kejadian. Dan suatu kejadian berkembang  jika ada yang menyebabkan terjadinya perkambangan. Dalam hal ini disebut konflik. Alur sering dikupas menjadi elemen sebagai berikut :
(1)      pengenalan,
(2)     timbulnya konflik,
(3)     konflik memuncak,
(4)     klimaks,
(5)     pemecahan masalah.
Alur merupakan kerangka dasar yang sangat penting. Alur mengatur bagaimana tindakan-tindakan harus bertalian satu sama lain, bagaimana tokoh harus digambarkan dan berperan, bagaimana situasi dan karakter( tokoh) dalam suatu kesatuan waktu.
b.      Penokohan
Penokohan ialah mengisahkan tokoh cerita yang bergarak dalam suatu rangkaian perbuatan atau mengisahkan tokoh cerita terlibat dalam suatu peristiwa dan kejadian. Tindakan, peristiwa, kejadian disusun bersama-sama sehingga mendapat kesan atau efek tunggal.
c.       Latar (setting)
Latar ialah tempat atau waktu terjadinya perbuatan tokoh atau peristiwa yang dialami tokoh. Sering kita jumpai cerita hanya mengisahkn latar secara umm. Misalnya disebutkan: di tepi hutan, di sebuah desa,dll. Dalam latar waktu misalnya disebutkan: pada zaman dahulu, pada suatu senja, dll.
Penyebutan nama latar secara pasti atau secara umum dalam narasi sebenarnya menyangkut esensi dan tujuan yang hendak dicapai narasi itu sendiri. Narasi informasional esensinya merupakan hasil pengamatan pengarang diinformasikan kepada pembaca. Narasi artistik esensinya adalah hasil imajinasi pengarang untuk memberikan pengalaman estetik kepada pembaca. Konsistensi antara dunia latar(latar fisik) dan dunia dalam (kejiwaan, suasana hati) tokoh. Dunia mandiri dan utuh tidak harus sesuai dengan dunia keseharian. Dunia mandiri dan utuh adakalanya terpisah dengan dunia keseharian, dan sering disebut dunia imajinasi memiliki jarak estetis(aesthetical distance).
d.      Sudut Padang
Sudut pandang menjawab pertanyaan siapakah yang menceritakan kisah ini. Apapun sudut pandang yang dipilih pengarang akan menentukan sekali gaya dan corak cerita. Sebab watak dan pribadi si pencerita akan banyak menentukan cerita yang ditutrkan pada pembaca. Jika pencerita(narator) berbeda maka detail-detail cerita yang dipilih juga berbeda. Ada empat macam kedudukan pokok narator dalam cerita yaitu:
(a)      Narator serba tahu (Omniscient point of view)
Dalam kedudukan ini narator bertindak sebagai pencipta segalanya. Ia bisa menciptakan apa saja yang ia perlukan untuk malangkapi ceritanya, sehingga mencapai efek yang diinginkan.
(b)     Narator bertindak objektif (Objective point of view)
Dalam kedudukan ini pengarang bekerja seperti dalam teknik omniscient hanya pengarang sama sekali tidak memberi komentar apapun. Pembaca hanya disuguhi “pandangan mata’’. Pengarang menceritakan apa yang terjadi, seperti penonton melihat pementasan drama. Pengarang sama sekali tidak mau masuk ke dalam pikiran para pelaku.
(c)      Narator (ikut) aktif (Narator acting)
Narator juga aktor yang terlibat dalam cerita. Kadang-kadang fungsinya sebagai tokoh sentral. Cara ini tampak dalam penggunaan kata ganti orang pertama (aku, saya, kami).

(d)     Narator sebagai peninjau
Dalam teknik ini pengarang memilih salah satu tokohnya untuk bercerita. Seluruh kejadian cerita kita ikuti bersama tokoh ini. Tokoh ii bisa bercerita tentang pendapat atau perasaanya sendiri.
Narasi sebenarnya bertujuan untuk memberikan informasi atau alasan dan memperluas pengetahuan juga memberikan pengalaman estetis kepada pembaca. Sedangkan narasi mempunyai karakteristik sebagai berikut:
·         Menyajikan serangkaian berita atau peristiwa.
·         Disajikan dalam urutan waktu serta kejadian yang menunjukkan peristiwa awal sampai akhir.
·         Menampilkan pelaku peristiwa atau kejadian.
·         Latar (setting) digambarkan secara hidup dan terperinci.


3.      Kaidah Kebahasaan Teks Narasi
Kaidah alam teks narasi adalah teks narasi itu sendiri, bagaimana penggunaan bahasa, isi, dan tujuan dari teks narasi itu sendiri. Teks narasi dibedakan menjadi bebberapa jenis.
a.    Narasi Ekspositorik (Narasi Informasional)
Narasi Ekspositorik adalah narasi yang memiliki sasaran penyampaian informasi secara tepat tentang suatu peristiwa dengan tujuan memperluas pengetahuan orang tentang kisah seseorang. Dalam narasi ekspositorik, penulis menceritakan suatu peristiwa berdasarkan data yang sebenarnya. Pelaku yang ditonjolkan biasanya, satu orang. Pelaku diceritakan mulai dari kecil sampai saat ini atau sampai terakhir dalam kehidupannya. Karangan narasi ini diwarnai oleh eksposisi, maka ketentuan eksposisi juga berlaku pada penulisan narasi ekspositorik. Ketentuan ini berkaitan dengan penggunaan bahasa yang logis, berdasarkan fakta yang ada, tidak memasukan unsur sugestif atau bersifat objektif.
Untuk lebih jelasnya, kita dapat melihat contoh berikut ini.


Contoh 1
Sudah Tua Renta Tapi Banyak Berjasa

Nama dia sendiri Tarkimi. Tapi lebih dikenal dengan panggilan Bu Dar’an, karena telah puluhan tahun menjadi istri Pak Dar’an. Kini, Bu Tarkimi atau Bu Dar’an ini usianya sekitar 65 tahun, sudah tua renta, lagi berstatus janda, sebab hampir setahun yang lalu Pak Dar’an meninggal dunia. Namun demikian, ketuaannya tidak menjadi penghalang pekerjaan pokoknya sebagai tukang memperbaiki alat-alat musik yang terbuat dari kayu, mulai cuk yang kecil sampai bass yang besar, mulai gitar model kuno sampai gitar listrik—model terakhir.
Sebenarnya, Pak Dar’an itulah yang sejak kecil suka main musik terutama keroncong, yang pandai memperbaiki alat-alat musik, dan begitu terkenal sejak zaman penjajahan Belanda dulu, sampai detik-detik terakhirnya sebelum meninggal dunia. Pak Dar’an dikenal sangat teliti dan rapi dalam bekerja, sehingga banyak pemilik alat-alat musik yang kebetulan mengalami kerusakan, membawa alat-alatnya kesana untuk diperbaiki. Mereka yang datang bukan hanya dari kota Tegal saja sebagai tempat kelahiran sekaligus tempat praktek Pak Dar’an, tetapi juaga dari kota-kota lain, seperti Pemalang, Pekalongan, Slawi, Bumiayu, Brebes, pendek kata seluruh Keresidenan Pekalongan. Rupanya kebolehan Pak Dar’an dengan istrinya  dalam hal mereparasi alat-alat musik ini tak ada duanya di Keresidenan Pekalongan.
Bagaimana kisah Bu Tarkimi bisa bertemu Pak Dar’an? Tanya penulis. “Wah mula-mula saya hanya menjadi juru masak perkumpulan orkes yang bernama “Mata Roda”. Salah seorang anggotanya adalah Pak Dar’an itu”, katanya. “Ke mana-mana kalau orkes Mata Roda mengadakan pertunjukan, saya tentu selalu dibawa serta sebagai tukang mengurus makanan dan minuman. Lama-kelamaan karena kami sering bertemu pandang, dia melamar saya dan akhirnya saya diambil sebagaia istrinya, dengan maskawin tujuh ringgit”, sambungnya.
Dan sejak Pak Dar’an meninggal dunia, semua pekerjaan memperbaiki alat-alat musik diambil oper oleh Bu Dar’an. Karena keterbatasan kemampuan serta tenaganya, maka Bu Dar’an tidak mampu membuat gitar, cuk, bass, atau cello lagi. Dulu, ketika Pak Dar’an masih hidup, dia memang bukan hanya pandai memperbaiki saja. Bahkan gitar, cello, bass, atau cuk buatannya sangat terkenal karena mutunya tidak kalah jauh dengan buatan luar negeri.
Pak Dar’an di masa mudanya memang dikenal sebagai “buaya keroncong”. Dan perkumpulannya yang bernama “Mata Roda”  merupakan perkumpulan orkes keroncong yang paling top pada masa itu. Dan rupanya Bu Tarkimi yang masih gadis itu sangat terpesona pada kemahiran pemuda Dar’an dalam memainkan melodi atau cuk, sehingga akhirnya dia pun jatuh cinta pada si “buaya keroncong” ini. Dan jadilah Bu Dar’an berkenalan dengan alat-alat musik, sampai dikenal jauh dari kota asalnya.
Sampai kini, Bu Dar’an yang tua renta ini tidak pernah kekurangan pekerjaan. Selalu saja ada orang-orang yang datang minta jasa baiknya untuk membantu memperbaiki alat-alat musik mereka yang rusak.
“Ya, dari sini Nak, saya makan. Habis saya tak punya anak seorang pun, dan juga tak ada pekerjaan lain yang mendatangkan uang,” katanya . Berapa tarifnya utuk memperbaiki alat-alat musik ini? “Itu sih bergantung dari kerusakannya, termasuk ringan atau berat. Gitar yang ,masih rusak ringan cukup dengan ongkos Rp500,00, tapi yang berat Rp1000,00 sampai Rp2000,00. Biola, biar kecil tapi lebih rumit ongkos reparasinya sekitar Rp1000,00 sampai Rp2000,00” katanya mengakhiri omong-omong dengan penulis suatu sore di rumahnya yang sangat sederhana, di kampung Krobogan Kotamadya Tegal.
(H.D. Haryo Sasongko, Kompas)
b.    Narasi Sugestif (Narasi Artistik)
Narasi sugestif adalah narasi yang berusaha untuk memberikan suatu maksud tertentu, menyampaikan suatu amanat terselubung kepada para pembaca atau pendengar sehingga tampak seolah-olah melihat. Sementara itu, sasaran utamanya bukan memperluas penegtahuan seseorang tetapi berusaha memberikan makna atas peristiwa atau kejadian sebagai suatu pengalaman. Di bawah ini, akan dicontohkan karangan narasi sugestif / artistik.

Contoh 2
Sebuah Penantian

Ia melintas kamar untuk menutup jendela ketika saya masih di tempat tidur. Ia kelihatan menggigil, mukanya pucat dan dia berjalan pelan-pelan seakan-akan sakit kalaun bergerak.
“Kenapa, Schatz?”
“Pusing,”
“Sebaiknya kamu tidur saja.”
“Tidak, saya tidak apa-apa.”
“Tidurlah, saya berganti pakaian dulu, nanti saya periksa kamu.”
Tapi ketika saya selesai berganti pakaian dan datang menemuinya, ternyata ia telah duduk di dekat perapian. Anak yang baru berumur 9 tahun itu kelihatannya sangat sakit. Saya raba dahiny-demam-pikirku.
“Tidurlah, kamu demam.”
“Saya tidak apa-apa,” katanya.
Dokter yang kupanggil datang, dan dia langsung memeriksa suhu badan anak itu.
“Berapa Dok?” tanyaku.
“Seratus dua.”
Dokter itu meninggalkan tiga macam obat. Satu untuk menurunkan demam, satu lagi untuk membunuh virus influenza, dan yang ketiga untuk menetralkan asam, dokter itu menerangkan.
“Tidak usah cemas selama panasnya dibawah serarus empat. Ini hanya flu ringan saja dan tidak berbahaya jika radang paru-parunya dapat dihindarkan.”
Saya kembali ke kamar anak saya dan menulis suhu badan anak itu serta membuat catatan tentang waktu untuk meminum kapsul-kapsul itu.
“Kamu ingin dibicarakan sesuatu?”
“Kalau papa mau.”
Muka anak itu pucat sekali dan di sekeliling matanya ada daerah kehitam-hitaman. Ia berbaring kaku di ranjang dan matanya menerawang.
Saya membaca keras-keras kisah tentang bajak laut, dari buku karangan Howard Pyle, tapi saya tahu ia tidak mengikutinya.
“Bagaimana rasanya Schatz?”
“Sama saja, rasanya.”
Saya duduk di ujung ranjang dan membaca untuk diriku sendiri sambil menanti sampai tibanya waktu untuk memberikan kapsul yang lainnya. Satu kapsul sudah diminumnya ketika dokter memberikannya tadi. Mustinya ia sudah tidur, ternyata ia masih melihat ujung tempat tidur dengan pandangan yang kosong dan aneh.
“Kenapa kau tidak tidur? Nanti papa bangunkan kalau harus minum obat.”
“Sebaiknya saya bangun saja.” Ia berhenti sejenak lalu menambahkan, “Papa tidak usah menunggui saya kalau itu menganggu papa.”
“Sama sekali tidak mengganggu papa.”
Mungkin ia agak gelisah pikirku. Saya beri dia kapsul jam 11:00 lalu saya pergi sebentar.
Hari sangat dingin. Pepohonan dan semak-semak tertutup salju yang membeku. Saya membawa anjing saya berjalan-jalan di atas permukaan salju yang licin. Anjing saya berkali-kali tergelincir. Juga saya telah dua kali jatuh, sekali dengan senapan meluncur jauh di atas es.
Kami melihat sekelompok burung puyuh, dan saya menembak dua ekor, selagi mereka menghilang di balik tebing. Lincinnya es membuatku sukar untuk menembak karena kaki menjadi tidak tetap. Saya toh cukup gembira bahwa masih banyak yang tinggal hidup untuk ditembak lain kali.
Di rumah saya mendengar kabar bahwa anak saya menolak orang masuk ke kamarnya.
“Kalian tidak boleh masuk, kalian tidak boleh ketularan.”
Ketika saya masuk ia masih tetap memandang ujung ranjang, sama seperti ketika saya meninggalkannya tadi. Saya mengambil suhu badannya.
“Berapa?”
“Seratus dua empat persepuluh.”
“Ooo, seratus dua.”
“Suhu badanmu tak perlu dicemaskan.”
“saya tidak cemas hanya saya tidak dapat berpikir.”
“jangan pikirka apa-apa, tenang-tenang saja.”
“saya berusaha tenang.”
Ia, melihat lurus ke depan. Tenang sekali ia berusaha menyimpan sesuatu persoalan.
“Minumlah obat ini.”
“Apakah ini menolong?”
“Tentu saja.”
Saya membaca lagi keras-keras tetapi karena ia tidak mengikutinya, saya berhenti.
“Jam berapa kira-kira saya mati?”
“Apa?”
“Berapa lama lagi saya hidup?”
“Kau tak akan mati. Ada apa sih?”
“Ya saya akan mati, saya dengar dokter berkata seratus dua.”
“Saya tahu orang akan mati dengan panas seratus dua. Di sekolah dikatakan orang tak dapat hidup dengan panas empat puluh empat derajat. Saya seratus dua derajat.”
Ia rupanya sedang menunggu kematian sepanjang hari, sejak jam sembilan pagi.
“Schatz, kau benar-benar keeterlaluan. Inikan seperti mil dan kilometer. Termometer yang itu normalnya 37o, yang ini 98o.  Tepat berapa kilometer kita tempuh bila kita berjalan tujuh puluh mil dengan mobil, tepat seperti itu.
“Oh,....”
Ia mengawasi tepi ranjang sambil berpikir, pelan-pelan ia menjadi tenang. Besoknya ia menjadi sangat tenang, sdan berteriak-teriak lagikarena yang hal-hal kecil seperti biasanya.
(Ernest Hemingway, A Day’s Wait, terjemahan Irsan Gautama)





Agar perbedaan antara narasi informasional dan narasi artistik dapat dilihat lebih jelas, berikut  ciri-ciri dominan pada kedua macam karangan narasi.
Narasi Informasional
Narasi Artistik
1.      Memperluas pengetahuan
Menyampaikan suatu makna atau suatu amanat yang tersirat
2.      Menyampaikan informasi faktual mengenai suatu kejadian
Menimulkan daya khayal
3.      Didasarkan pada penalaran untuk mencapai suatu kejadian
Penalaran hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan makna, sehingga kalau perlu penalaran dapat dilanggar
4.      Bahasa lebih condong ke bahasa informatif dengan titik berat percakapan kata-kata denotatif
Ahasa yang leih condong kebahasa figuratif dengan menitikberatkan penggunaan kata-kata konotatif

Dari uraian dan contoh di atas dapatlah kita simpulkan bahwa narasi informasional atau narasi ekspositoris digunakan untuk karangan faktual seperti biografi, autobiografi, sejjarah, atau proses dan cara melakukan sesuatu hal. Sebaliknya, karangan narasi artistik atau narasi sugestif digunakan untuk karangan imajinatif seperti cerpen, novel, roman, dan drama.
Untuk memandu dalam menulis narasi, berikut ini disajikan langkah-langkah praktis mengembangkan karangan narasi.
·           Tentukan dulu tema dan amanat yang akan disampaikan. Anda mau menulis tentang apa? Pesan apakah yang hendak disampaikan kepada pembaca?
·           Tetapkan sasaran pembaca kita. Siapa yang akan membaca karangan kita, orang dewasa, remaja, ataukah anak-anak?
·           Rancang peristiwa-peristiwa utama yang akan ditampilkan dalam bentuk skema alur. Kejadian-kejadian apa saja yang akan dimunculkan? Apakah kejadian-kejadian yang akan disajikan itu penting? Adakah kejadian penting yang belum ditampilkan?
·           Bagi peristiwa utama itu ke dalam bagian awal, perkembangan, dan akhir cerita. Peristiwa-peristiwa apa saja yang cocok untuk setiap bagian cerita? Apakah peristiwa-peristiwa itu telah tersusun secara logis dan wajar?
·           Rinci peristiwa-peristiwa utama ke dalam detail-detail peristiwa sebagai pendukung cerita. Kejadian-kejadian penting dan menarik apa saja yang berkaitan dan mendukung peristiwa utama?
·           Susun tokoh dan perwatakan, latar, dan sudut pandang.


B.     PENDEKATAN dan MODEL
1.    Pendekatan Komunikatif
pendekatan komunikatif memfokuskan pada keterampilan siswa mengimplementasikan fungsi bahasa (untuk berkomunikasi) dalam pembelajaran, pendekatan komunikatif tampak pada pembelajaran, misalnya: mendeskripsikan suatu benda, menulis surat, dan membuat iklan. Pendekatan komunikatif dalam pengajaran bahasa muncul pada tahun 1970-an sebagai reaksi terhadap empat aliran pembelajaran bahasa yang dianut sebelumnya (grammar translation method, direct method, audiolingual method, dan cognitive learning theory). Keempat metode itu memiliki ciri yang sama yaitu pembelajaran bahasa dalam bidang struktur bahasa yang disebut pembelajaran bahasa struktural atau pembelajaran bahasa yang berdasarkan pendekatan struktural.
Pendekatan komunikatif merupakan pendekatan yang dilandasi oleh pemikiran bahwa kemampuan menggunakan Bahasa dalam komunikasi merupakan tujuan yang harus dicapai dalam pembelajaran Bahasa (Zuchdi, 1997). Pendekatan yang mendasarkan pandangannya terhadap penggunaan bahasa sehari-hari secara nyata (M. Soenardi Dwiwandono, 1996). Menurut Dell Hymes, pendekatan komunikatif merupakan Penguasaan secara naluri yang dipunyai seorang penutur asli untuk menggunakan dan memahami bahasa secara wajar dalam proses berkomunikasi atau berinteraksi dan dalam hubungannya dengan konteks sosial.
Ciri-ciri pendekatan Komunikatif :
·         Mengutamakan makna sebenarnya daripada tata gramatikalnya 
·         Adanya kegiatan komunikasi fungsional dan interaksi sosial yang saling berkaitan  
·         Pembelajaran berorientasi pada pemerolehan kompetensi komunikatif, bukan ketepatan gramatikal (pemahaman untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari)
·         Pembelajaran diarahkan pada modifikasi dan peningkatan murid dalam menemukan kaidah bahasa lewat kegiatan berbahasa (learning by doing)
·         Materi pembelajaran berangkat dari analisis kebutuhan berbahasa pembelajaran
Manfaat pendekatan komunikatif :
·         Siswa termotivasi untuk mengembangkan keterampilan berbahasanya setelah mengetahui bahwa ada kaitannya dengan penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari
·         Siswa akan lebih mudah untuk berkomunikasi dan berinteraksi dalam kehidupan sosialnya
·         Siswa tidak hanya memiliki pengetahuan tentang kebahasaan, tetapi juga memiliki kompetensi untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari

Kekurangan pendekatan komunikatif :
·         Guru harus kreatif menciptakan suasana belajar yang mampu membuat siswa untuk aktif dan interaktif. Bila guru tidak kreatif, maka pembelajaran akan tidak menarik
·         Bila siswa tidak memiliki pengatahuan interaksi dan komunikasi yang cukup baik atau siswa cenderung pasif, maka siswa akan kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran
Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan komunikatif :
·         Tahap persiapan, guru perlu merumuskan tujuan pembelajaran dan menyiapkan berbagai strategi yang berhubungan dengan pokok bahasan yang diajarkan.
·         Tahap pelaksanaan, guru menyajikan materi pelajaran dengan memanfaatkan pendekatan komunikatif, sehingga menarik perhatian siswa dalam proses belajar mengajar, sehingga pembelajaran berlangsung efektif dan efesien.
·         Tahap evaluasi, guru mengadakan evaluasi materi pelajaran

2.    Model Discovery Learning
Model Discovery Learning mengacu kepada teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri.
Sebagai model pembelajaran, Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini.
Pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaan inkuiri dan problem solving dengan Discovery Learning ialah bahwa pada discovery learning masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru.
Dalam mengaplikasikan model pembelajaran Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan.  Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented
Dalam Discovery Learning, hendaknya guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientishistorin, atau ahli matematika. Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan. Kelebihan model discovery learning antara lain:
·               Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.
·               Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
·               Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
·               Model pembelajaran ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.
·               Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
·               Model pembelajaran discovery learning ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
·               Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
·               Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada  kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
·               Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
·               Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar  yang baru.
·               Mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
·               Mendorong siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.
·               Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik; Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.
·               Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia  seutuhnya.
·               Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa.
·               Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.
·               Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

Model pembelajaran discovery learning ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
Model pembelajaran discovery learning ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
Model pembelajaran discovery learning lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya menulis  kurang fasilitas untuk mengukur gagasan  yang dikemukakan oleh para siswa. Model pembelajaran discovery learning tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.
Langkah-langkah model pembelajaran discovery learning:
1.             Langkah Persiapan
·           Menentukan tujuan pembelajaran
·           Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya  belajar, dan sebagainya)
·           Memilih materi pelajaran.
·           Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi)
·           Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa
·           Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang  konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik
·           Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa
2.           Pelaksanaan
a.         Stimulation (stimulasi/ pemberian rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.


b.     Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah).
c.      Data collection (Pengumpulan Data)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya  hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
d.     Data Processing (Pengolahan Data)
Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu 
e.      Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
f.      Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka  dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi
Dalam Model Pembelajaran Discovery Learning, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes maupun non tes. Penilaian yang digunakan dapat berupa penilaian kognitif, proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa. Jika bentuk penialainnya berupa penilaian kognitif, maka dalam model pembelajaran discovery learning dapat menggunakan tes tertulis.  Jika bentuk penilaiannya  menggunakan penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa maka pelaksanaan penilaian  dapat dilakukan dengan pengamatan





II.                DESAIN PEMBELAJARAN
A.           Sintakmatik Model
1.      Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start With the Essential Question).
Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat memberi penugasan peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah pemecahan masalah yang mendalam. Pengajar berusaha agar topik yang diangkat relevan untuk para peserta didik.
2.      Mendesain Perencanaan Proyek (Design a Plan for the Project)
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan peserta didik. Dengan  demikian peserta didik diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta  mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek.
3.      Menyusun Jadwal (Create a Schedule)
Pengajar dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: (1) membuat timeline untuk menyelesaikan proyek, (2) membuat deadline penyelesaian proyek, (3) membawa peserta didik agar merencanakan cara yang baru, (4) membimbing peserta didik ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek, dan (5) meminta peserta didik untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara.
4.      Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek (Monitor the Students and the Progress of the Project)
Pengajar bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara menfasilitasi peserta didik pada setiap roses. Dengan kata lain pengajar berperan menjadi mentor bagi aktivitas peserta didik. Agar mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas yang  penting.

5.       Menguji Hasil (Assess the Outcome)
Penilaian dilakukan untuk membantu pengajar dalam mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing- masing peserta didik, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta didik, membantu pengajar dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.
6.      Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience)
Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini peserta didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamanya selama menyelesaikan proyek. Pengajar dan peserta didik mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.
B.            Sistem Sosial
1.      Siswa memecahkan problem-problem yang kompleks.
2.      Melakukan kerja kelompok dalam proyek memerlukan siswa mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi. Kelompok kerja kooperatif, evaluasi siswa, pertukaran informasi online adalah aspek-aspek kolaboratif dari sebuah proyek.
3.      Siswa meningkatkan keterampilan mengelola sumber. Bagian dari menjadi siswa yang independen adalah bertanggungjawab untuk menyelesaikan tugas yang kompleks.
C.           Prinsip Reaksi
1.    Siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar
2.    Siswa bekerja dan secara produktif menemukan berbagai pengetahuan melalui   pembelajaran proyek.
3.    Siswa mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi melalui kerja kelompok.
4.    Pengajar hanya mengamati dan memantau jalannya kegiatan belajar mengajar baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
D.           Sistem Pendukung
Guru membuat power point sebagai media pembelajaran.Pengajar merancang desain atau membuat kerangka proyek yang bermanfaat dalam menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh pelajar dalam mengembangkan pemikiran terhadap proyek tersebut sesuai dengan kerangka yang ada.Guru memberikan rubrik penilaian portofolio kepada siswa untuk memonitor kegiatan siswa.
E.            Dampak Instruksional dan Pengiring
1.      Dampak Instruksional
a.    Memahami materi
b.    Menggunakan kemampuan bertanya dan berpikir.
c.    Menuliskan pokok-pokok materi
d.   Menciptakan karya sesuai dengan pengalaman siswa
e.    Mengaplikasikan hasil belajar lewat tindakan.
2.      Dampak Pengiring
a.    Siswa akan berpikir lebih kritis dalam membuat keputusan
b.    Siswa memiliki rasa bertanggung jawab
c.    Kesadaran tentang rasa kekeluargaan
d.   Mendapatkan sebuah pelajaran yang dapat diambil hikmahnya



III.             IMPLEMENTASI DESAIN PEMBELAJARAN

Sekolah                 : SMP Negeri
Kelas/Semester      : VII/1
Mata Pelajaran      : Bahasa Indonesia
Materi Pokok        : Teks Narasi
Alokasi waktu       :  3 x 45 menit (3x pertemuan)
A.           Kompetensi Dasar dan Indikator
Kompetensi Dasar
Indikator
3.3.  Mengientifikasi unsur-unsur teks narasi (cerita imajinasi) yang dibaca an didengar.
1.      Menyimpulkan pengertian teks narasi (cerita imajinasi).
2.      Menjelaskan ciri-ciri teks narasi (cerita imajinasi).
3.      Menjelaskan struktur dan kaidah teks narasi (cerita imajinasi).
4.3.  Menceritakan kembali isi teks narasi (cerita imajinatif) yang didengar dan dibaca
1.      Menceritakan kembali teks narasi yang telah dibuat.

B.            Tujuan Pembelajaran
1.      Siswa mampu menyimpulkan pengertian dari teks narasi (cerita imajinasi)
2.      Siswa mampu menjelaskan struktur teks narasi (cerita imajinatif)
3.      Siswa mampu menjelaskan kaiah kebahasaan teks narasi (cerita imajinatif)
4.      Siswa mampu menceritakan kembali teks narasi yang telah dibuatnya.
C.           Materi Pokok
1.        Pengertian teks narasi
2.        Struktur teks narasi
3.        Kaidah kebahasaan teks narasi
4.        Contoh teks narasi
D.           Pendekatan, Model
1.      Pendekatan  : Komunikatif
2.      Model          : Discovery Learning
E.            Media
-   Teks narasi
-   Buku komik
-   Film tokoh inspiratif
F.            Sumber Belajar
-   Buku teks
-   Buku siswa
-   Buku refrensi
G.           Langkah- Langkah Pembelajaran
Pertemuan
Langkah-Langkah
Metode/ Teknik
Alokasi Waktu
Ke-1
A. Kegiatan Awal (Orientasi, motivasi, dan acuan)
1.      Guru memberikan orientasi dan motivasi tentang pembelajaran yang akan dilakukan
2.      Guru menjelaskan acuan yang akan dipakai dalam pembelajaran yang akan dilakukan
B. Kegiatan Inti
1.      Siswa mendengarkan penjelasan tentang teks narasi
2.      Siswa mengelompokkan diri dan berdiskusi tentang hakikat teks narasi
3.      Siswa memaparkan hasil diskusi yang telah dilakukan
4.      Siswa menanyakan kesulitan yang dihadapi dalam teks narasi
C. Kegiatan Penutup
1.      Siswa dan guru merefleksi kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan
Ceramah









Ceramah

Diskusi


Presentasi

Tanya Jawab


Ceramah



10 Menit








15 Menit
30 Menit

20 Menit
15 Menit


5 Menit
Ke-2
A. Kegiatan Pembukaan (Orientasi, motivasi, dan acuan)
1.      Guru memberikan orientasi dan motivasi tentang pembelajaran yang akan dilakukan
2.      Guru menjelaskan acuan yang akan digunakan dalam pembelajaran
B. Kegiatan Inti
1.      Guru dan siswa menelaah kembali pembelajaran teks narsi yang telah dipelajari
2.      Siswa mengondisikan berkelompok dan setiap kelompok diberi buku komik
3.      Siswa menulis teks narasi tentang cerita yang terkandung dalam komik yang diberikan
4.      Siswa memaparkan hasil dari menulis narasi di depan kelas
C. Kegiatan Penutupan
1.      Guru merefleksi kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan
2.      Guru memberikan simpulan tentang pembelajaran yang telah dilakukan



Ceramah





Diskusi


-           


Diskusi


Presentasi


Ceramah


Ceramah


10 Menit





10 Menit

5 Menit


25 Menit

30 Menit


10 Menit
Ke-3
A. Kegiatan Pembukaan (orientasi, motivasi, dan acuan)
1.      Guru memberikan orientasi dan motivasi kepada siswa tentang pembelajaran yang akan dilakukan
2.      Guru menjelaskan acuan yang akan dipakai dalam pembelajaran yang akan dilakukan
B. Kegiatan Inti
1.      Guru dan siswa menelaah kembali secara singkat tentang pembelajaran yang telah dilakukan sebelumnya
2.      Siswa menonton film tokoh inspiratif
3.      Siswa menuliskan teks narasi tentang tokoh yang mereka kagumi
4.      Perwakilan siswa memaparkan hasil tulisannya di depan kelas
5.      Siswa melakukan diskusi kelas mengenai pembelajaran teks narasi yang telah dilakukan
C. Kegiatan Penutupan
1.      Guru merefleksi kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan
2.      Guru memberikan simpulan tentang pembelajaran yang telah dilakukan oleh siswa




Ceramah






Diskusi



-           

-


Presentasi


Diskusi



Ceramah




5 menit





15 menit


10 menit
15 menit

15 menit


20 menit


10 menit

H.           Evaluasi
-   Tes Tulis (uraian)
-   Tes Tulis (produksi)
-   Rubrik



IV.             DAFTAR PUSTAKA
Anita Lie, Cooperative Learning (Cover Baru) Grasindo, Jakarta: 1999
Iskandarwassid dan Dadang Suhendar. Strategi Pemelajaran Bahasa. PT Remaja Rosdakarya. Bandung:2009
Sharan, Slomo. The Hand Book Of Cooperative Learning, Istana Media. Yogjakarta: 2014
Kurniasih, Imas dan Berlin Sani. Ragam Pengembanngan Model Pembelajaran Untuk Peningkatan Profesionalitas Guru, Kata Pena. Yogjakarta: 2015