Senin, 30 Mei 2016
Sabtu, 21 Mei 2016
DESAIN PEMBELAJARAN MENULIS TEKS NARASI (CERITA IMAJINASI) MENGGUNAKAN MODEL DISCOVERY LEARNING PADA SISWA KELAS VII SEMESTER I
12.38
No comments
DESAIN PEMBELAJARAN MENULIS TEKS
NARASI (CERITA IMAJINASI) MENGGUNAKAN MODEL DISCOVERY
LEARNING PADA SISWA KELAS VII SEMESTER I
Oleh: Ardian As’at (2101411147)
I.
KONSEP
A.
TEKS
NARASI
1.
Pengertian
Teks Narasi
Menulis
merupakan kegiatan yang produktif dan ekspresif. Produktif karena kegiatan ini
akan menghasilkan suatu produk berupa tulisan. Ekspresif karena menulis,
menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan. Berdasarkan penelitian Mathew
Lieberman, menulis ternyata dapat menghilangkan stres karena meningkatkan
aktivitas ventrolateral prefrontal cortex, bagian otak yang berfungsi
mengurangi perasaan negatif. Tentunya tanpa mengesampingkan keterampilan
berbahasa lain, kegiatan menulis akan berhasil dengan baik jika ditunjang
keterampilan reseptif, yakni membaca dan menyimak.
Pinoza
memaparkan bahwa berdasarkan penyajian dan tujuan dalam penyampaian suatu
tulisan, menulis dibedakan atas enam jenis, yaitu deskripsi, narasi, eksposisi,
argumentasi, persuasi, dan campuran. Deskripsi merupakan pelukisan, narasi
berarti pengisahan, eksposisi pemaparan, argumentasi adalah pembahasan,
persuasi sifatnya mengajak, dan campuran yang berarti kombinasi. Dalam
pembelajaran menulis di sekolah, pembelajaran berdasarkan jenis-jenis tersebut
telah diajarkan sejak tingkat pendidikan dasar (SD), hingga ke kuliah.
Sistem
penulisan tidak terlepas dari bentuk sebuah karangan. Karangan
merupakan karya tulis hasil dari kegiatan seseorang untuk mengungkapkan gagasan
dan menyampaikanya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami. Sedangkan dalam dalam Kamus Bahasa
Indonesia (2008:640) karangan yaitu hasil mengarang; tulisan; cerita; artikel;
buah pena. Jadi karangan merupakan suatu hasil buah pena atau hasil ungkapan
gagasan yang disampaikan secara tertulis.
Menurut
Anton M. Moliono (1989:124) berdasarkan tujuannya ada beberapa bentuk karangan
yaitu (1) penulisan yang bertujuan memberikan informasi, penjelasan,
keterangan, atau pemahaman termasuk golongan pemaparan, hasilnya dapat disebut
pemaparan atau eksposisi, (2) jika bertujuan meyakinkan orang, membuktikan
pendapat atau pendirian pribadi, atau membujuk pihak lain agar pendapat pribadi
diterima, termasuk golongan pembahasan, hasilnya dapat disebut bahasan,
persuasi, atau argumentasi, (3) penulisan yang sifatnya bercerita, baik
berdasarkan pengamatan maupun berdasarkan perekaan, dan yang tujuannya lebih
banyak mengimbau, tergolong kategori pengisahan, hasilnya dapat disebut kisahan
atau narasi, (4) penulisan yang menggambarkan bentuk objek pengamatan,
rupanya, sifatnya, rasanya, atau coraknya termasuk golongan pemerian, hasilnya
dapat disebut pemerian atau deskripsi.
Dari
beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa karangan adalah suatu bentuk
pengungkapan ide, gagasan, perasaan atau hasil tulisan sesorang yang
disampaikan kepada orang lain dalam bahasa tulis dengan tujuan tertentu.
Berdasarkan tujuannya ada beberapa bentuk karangan yaitu narasi, deskripsi,
eksposisi, argumentasi, dan persuasi.
Narasi
dipaparkan sebagai jenis pengembangan paragraf dengan gaya bercerita. Narasi
dalam Bahasa Inggris (narration) berarti cerita. Dalam buku The Oxford
Essential Guide to Writing, narasi didefinisikan sebagai urutan peristiwa
bermakna dengan alur maju. Narasi pada dasarnya adalah suatu cerita. Dalam Kamus
Besar Indonesia (2008:196) narasi adalah penceritaan suatu peristiwa atau
kejadian juga cerita atau deskripsi dari suatu kejadian atau peristiwa.
Sehingga narasi juga hampir mirip dengan deskripsi.
Yang
membedakan narasi dengan deskripsi ialah terletak pada “waktu” sebagaimana
pernyataan Gorys Keraf (2003:136) “…kalau narasi hanya menyampaikan kepada
pembaca suatu kejadian atau peristiwa, maka tampak bahwa narasi akan sulit
dibedakan dari deskripsi karena setiap peristiwa atau suatu proses dapat juga
disajikan menggunakan metode deskripsi. Sebab itu ada unsur lain yang harus
diperhitungkan, yaitu unsur waktu. Dengan demikian pengertian narasi itu
mencakup dua unsur dasar, yaitu perbuatan dan tindakan yang terjadi dalam suatu
rangkaian waktu. Bila deskripsi menggambarkan suatu objek secara statis, maka
narasi mengisahkan suatu kehidupan yang dinamis dalam suatu rangkaian waktu.”
Berdasarkan
beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa narasi merupakan suatu
penggambaran peristiwa atau proses yang memperhatikan unsur waktu. Sementara itu, dari pendapat-
pendapat di atas, dapat diketahui ada beberapa hal yang berkaitan dengan
narasi. Hal tersebut meliputi:
1.)
berbentuk cerita atau kisahan,
2.)
menonjolkan pelaku,
3.)
menurut perkembangan dari waktu ke waktu,
4.)
disusun secara sistematis
2.
Struktur
Teks Narasi
Teks
narasi mempunyai beberapa struktur pembentuk tek tersendiri, antara lain:
a.
Alur (plot)
Alur
dengan jalan cerita tidak dapat terpisahkan,tetapi harus dibedakan. Jalan
cerita memuat kejadian, tetapi suatu kejadian terjadi karena ada sebab dan
alasannya. Yang menggerakkan kejadian cerita tersebut adalah alur, yaitu segi
rohaniah dari kejadian. Suatu kejadan baru dapat disebut narasi jika didalamnya
ada perkembangan kejadian. Dan suatu kejadian berkembang jika ada yang menyebabkan terjadinya
perkambangan. Dalam hal ini disebut konflik. Alur sering dikupas menjadi elemen
sebagai berikut :
(1) pengenalan,
(2) timbulnya
konflik,
(3) konflik
memuncak,
(4) klimaks,
(5) pemecahan
masalah.
Alur
merupakan kerangka dasar yang sangat penting. Alur mengatur bagaimana
tindakan-tindakan harus bertalian satu sama lain, bagaimana tokoh harus
digambarkan dan berperan, bagaimana situasi dan karakter( tokoh) dalam suatu
kesatuan waktu.
b. Penokohan
Penokohan
ialah mengisahkan tokoh cerita yang bergarak dalam suatu rangkaian perbuatan
atau mengisahkan tokoh cerita terlibat dalam suatu peristiwa dan kejadian.
Tindakan, peristiwa, kejadian disusun bersama-sama sehingga mendapat kesan atau
efek tunggal.
c.
Latar (setting)
Latar
ialah tempat atau waktu terjadinya perbuatan tokoh atau peristiwa yang dialami
tokoh. Sering kita jumpai cerita hanya mengisahkn latar secara umm. Misalnya
disebutkan: di tepi hutan, di sebuah desa,dll. Dalam latar waktu misalnya
disebutkan: pada zaman dahulu, pada suatu senja, dll.
Penyebutan
nama latar secara pasti atau secara umum dalam narasi sebenarnya menyangkut
esensi dan tujuan yang hendak dicapai narasi itu sendiri. Narasi informasional
esensinya merupakan hasil pengamatan pengarang diinformasikan kepada pembaca.
Narasi artistik esensinya adalah hasil imajinasi pengarang untuk memberikan
pengalaman estetik kepada pembaca. Konsistensi antara dunia latar(latar fisik)
dan dunia dalam (kejiwaan, suasana hati) tokoh. Dunia mandiri dan utuh tidak
harus sesuai dengan dunia keseharian. Dunia mandiri dan utuh adakalanya
terpisah dengan dunia keseharian, dan sering disebut dunia imajinasi memiliki jarak estetis(aesthetical distance).
d. Sudut
Padang
Sudut
pandang menjawab pertanyaan siapakah yang menceritakan kisah ini. Apapun sudut
pandang yang dipilih pengarang akan menentukan sekali gaya dan corak cerita.
Sebab watak dan pribadi si pencerita akan banyak menentukan cerita yang
ditutrkan pada pembaca. Jika pencerita(narator) berbeda maka detail-detail
cerita yang dipilih juga berbeda. Ada empat macam kedudukan pokok narator dalam
cerita yaitu:
(a) Narator
serba tahu (Omniscient point of view)
Dalam kedudukan ini
narator bertindak sebagai pencipta segalanya. Ia bisa menciptakan apa saja yang
ia perlukan untuk malangkapi ceritanya, sehingga mencapai efek yang diinginkan.
(b) Narator
bertindak objektif (Objective point of
view)
Dalam kedudukan ini
pengarang bekerja seperti dalam teknik omniscient
hanya pengarang sama sekali tidak memberi komentar apapun. Pembaca hanya
disuguhi “pandangan mata’’. Pengarang menceritakan apa yang terjadi, seperti
penonton melihat pementasan drama. Pengarang sama sekali tidak mau masuk ke
dalam pikiran para pelaku.
(c) Narator
(ikut) aktif (Narator acting)
Narator juga aktor yang
terlibat dalam cerita. Kadang-kadang fungsinya sebagai tokoh sentral. Cara ini
tampak dalam penggunaan kata ganti orang pertama (aku, saya, kami).
(d) Narator
sebagai peninjau
Dalam teknik ini
pengarang memilih salah satu tokohnya untuk bercerita. Seluruh kejadian cerita
kita ikuti bersama tokoh ini. Tokoh ii bisa bercerita tentang pendapat atau
perasaanya sendiri.
Narasi
sebenarnya bertujuan untuk memberikan informasi atau alasan dan memperluas
pengetahuan juga memberikan pengalaman estetis kepada pembaca. Sedangkan narasi
mempunyai karakteristik sebagai berikut:
·
Menyajikan serangkaian berita atau peristiwa.
·
Disajikan dalam urutan waktu serta kejadian yang
menunjukkan peristiwa awal sampai akhir.
·
Menampilkan pelaku peristiwa atau kejadian.
·
Latar (setting) digambarkan secara hidup dan
terperinci.
3.
Kaidah
Kebahasaan Teks Narasi
Kaidah
alam teks narasi adalah teks narasi itu sendiri, bagaimana penggunaan bahasa,
isi, dan tujuan dari teks narasi itu sendiri. Teks narasi dibedakan menjadi
bebberapa jenis.
a. Narasi
Ekspositorik (Narasi Informasional)
Narasi
Ekspositorik adalah narasi yang memiliki sasaran penyampaian informasi secara
tepat tentang suatu peristiwa dengan tujuan memperluas pengetahuan orang
tentang kisah seseorang. Dalam narasi ekspositorik, penulis menceritakan suatu
peristiwa berdasarkan data yang sebenarnya. Pelaku yang ditonjolkan biasanya,
satu orang. Pelaku diceritakan mulai dari kecil sampai saat ini atau sampai
terakhir dalam kehidupannya. Karangan narasi ini diwarnai oleh eksposisi, maka
ketentuan eksposisi juga berlaku pada penulisan narasi ekspositorik. Ketentuan
ini berkaitan dengan penggunaan bahasa yang logis, berdasarkan fakta yang ada,
tidak memasukan unsur sugestif atau bersifat objektif.
Untuk
lebih jelasnya, kita dapat melihat contoh berikut ini.
Contoh
1
Sudah
Tua Renta Tapi Banyak Berjasa
Nama dia sendiri Tarkimi. Tapi lebih
dikenal dengan panggilan Bu Dar’an, karena telah puluhan tahun menjadi istri
Pak Dar’an. Kini, Bu Tarkimi atau Bu Dar’an ini usianya sekitar 65 tahun, sudah
tua renta, lagi berstatus janda, sebab hampir setahun yang lalu Pak Dar’an
meninggal dunia. Namun demikian, ketuaannya tidak menjadi penghalang pekerjaan
pokoknya sebagai tukang memperbaiki alat-alat musik yang terbuat dari kayu,
mulai cuk yang kecil sampai bass yang besar, mulai gitar model kuno sampai
gitar listrik—model terakhir.
Sebenarnya, Pak Dar’an itulah yang sejak
kecil suka main musik terutama keroncong, yang pandai memperbaiki alat-alat
musik, dan begitu terkenal sejak zaman penjajahan Belanda dulu, sampai
detik-detik terakhirnya sebelum meninggal dunia. Pak Dar’an dikenal sangat
teliti dan rapi dalam bekerja, sehingga banyak pemilik alat-alat musik yang
kebetulan mengalami kerusakan, membawa alat-alatnya kesana untuk diperbaiki.
Mereka yang datang bukan hanya dari kota Tegal saja sebagai tempat kelahiran
sekaligus tempat praktek Pak Dar’an, tetapi juaga dari kota-kota lain, seperti
Pemalang, Pekalongan, Slawi, Bumiayu, Brebes, pendek kata seluruh Keresidenan
Pekalongan. Rupanya kebolehan Pak Dar’an dengan istrinya dalam hal mereparasi alat-alat musik ini tak
ada duanya di Keresidenan Pekalongan.
Bagaimana kisah Bu Tarkimi bisa bertemu
Pak Dar’an? Tanya penulis. “Wah mula-mula saya hanya menjadi juru masak
perkumpulan orkes yang bernama “Mata Roda”. Salah seorang anggotanya adalah Pak
Dar’an itu”, katanya. “Ke mana-mana kalau orkes Mata Roda mengadakan
pertunjukan, saya tentu selalu dibawa serta sebagai tukang mengurus makanan dan
minuman. Lama-kelamaan karena kami sering bertemu pandang, dia melamar saya dan
akhirnya saya diambil sebagaia istrinya, dengan maskawin tujuh ringgit”,
sambungnya.
Dan sejak Pak Dar’an meninggal dunia,
semua pekerjaan memperbaiki alat-alat musik diambil oper oleh Bu Dar’an. Karena
keterbatasan kemampuan serta tenaganya, maka Bu Dar’an tidak mampu membuat gitar,
cuk, bass, atau cello lagi. Dulu, ketika Pak Dar’an masih hidup, dia memang
bukan hanya pandai memperbaiki saja. Bahkan gitar, cello, bass, atau cuk
buatannya sangat terkenal karena mutunya tidak kalah jauh dengan buatan luar
negeri.
Pak Dar’an di masa mudanya memang
dikenal sebagai “buaya keroncong”. Dan perkumpulannya yang bernama “Mata
Roda” merupakan perkumpulan orkes
keroncong yang paling top pada masa itu. Dan rupanya Bu Tarkimi yang masih
gadis itu sangat terpesona pada kemahiran pemuda Dar’an dalam memainkan melodi
atau cuk, sehingga akhirnya dia pun jatuh cinta pada si “buaya keroncong” ini.
Dan jadilah Bu Dar’an berkenalan dengan alat-alat musik, sampai dikenal jauh
dari kota asalnya.
Sampai kini, Bu Dar’an yang tua renta
ini tidak pernah kekurangan pekerjaan. Selalu saja ada orang-orang yang datang
minta jasa baiknya untuk membantu memperbaiki alat-alat musik mereka yang
rusak.
“Ya, dari sini Nak, saya makan. Habis
saya tak punya anak seorang pun, dan juga tak ada pekerjaan lain yang mendatangkan
uang,” katanya . Berapa tarifnya utuk memperbaiki alat-alat musik ini? “Itu sih
bergantung dari kerusakannya, termasuk ringan atau berat. Gitar yang ,masih
rusak ringan cukup dengan ongkos Rp500,00, tapi yang berat Rp1000,00 sampai
Rp2000,00. Biola, biar kecil tapi lebih rumit ongkos reparasinya sekitar
Rp1000,00 sampai Rp2000,00” katanya mengakhiri omong-omong dengan penulis suatu
sore di rumahnya yang sangat sederhana, di kampung Krobogan Kotamadya Tegal.
(H.D.
Haryo Sasongko, Kompas)
b.
Narasi Sugestif (Narasi Artistik)
Narasi sugestif adalah
narasi yang berusaha untuk memberikan suatu maksud tertentu, menyampaikan suatu
amanat terselubung kepada para pembaca atau pendengar sehingga tampak
seolah-olah melihat. Sementara itu, sasaran utamanya bukan memperluas
penegtahuan seseorang tetapi berusaha memberikan makna atas peristiwa atau
kejadian sebagai suatu pengalaman. Di bawah ini, akan dicontohkan karangan
narasi sugestif / artistik.
Contoh
2
Sebuah
Penantian
Ia melintas kamar untuk menutup jendela
ketika saya masih di tempat tidur. Ia kelihatan menggigil, mukanya pucat dan
dia berjalan pelan-pelan seakan-akan sakit kalaun bergerak.
“Kenapa, Schatz?”
“Pusing,”
“Sebaiknya kamu tidur saja.”
“Tidak, saya tidak apa-apa.”
“Tidurlah, saya berganti pakaian dulu,
nanti saya periksa kamu.”
Tapi ketika saya selesai berganti
pakaian dan datang menemuinya, ternyata ia telah duduk di dekat perapian. Anak
yang baru berumur 9 tahun itu kelihatannya sangat sakit. Saya raba
dahiny-demam-pikirku.
“Tidurlah, kamu demam.”
“Saya tidak apa-apa,” katanya.
Dokter yang kupanggil datang, dan dia
langsung memeriksa suhu badan anak itu.
“Berapa Dok?” tanyaku.
“Seratus dua.”
Dokter itu meninggalkan tiga macam obat.
Satu untuk menurunkan demam, satu lagi untuk membunuh virus influenza, dan yang
ketiga untuk menetralkan asam, dokter itu menerangkan.
“Tidak usah cemas selama panasnya
dibawah serarus empat. Ini hanya flu ringan saja dan tidak berbahaya jika
radang paru-parunya dapat dihindarkan.”
Saya kembali ke kamar anak saya dan
menulis suhu badan anak itu serta membuat catatan tentang waktu untuk meminum
kapsul-kapsul itu.
“Kamu ingin dibicarakan sesuatu?”
“Kalau papa mau.”
Muka anak itu pucat sekali dan di
sekeliling matanya ada daerah kehitam-hitaman. Ia berbaring kaku di ranjang dan
matanya menerawang.
Saya membaca keras-keras kisah tentang
bajak laut, dari buku karangan Howard Pyle, tapi saya tahu ia tidak
mengikutinya.
“Bagaimana rasanya Schatz?”
“Sama saja, rasanya.”
Saya duduk di ujung ranjang dan membaca
untuk diriku sendiri sambil menanti sampai tibanya waktu untuk memberikan
kapsul yang lainnya. Satu kapsul sudah diminumnya ketika dokter memberikannya
tadi. Mustinya ia sudah tidur, ternyata ia masih melihat ujung tempat tidur
dengan pandangan yang kosong dan aneh.
“Kenapa kau tidak tidur? Nanti papa
bangunkan kalau harus minum obat.”
“Sebaiknya saya bangun saja.” Ia berhenti
sejenak lalu menambahkan, “Papa tidak usah menunggui saya kalau itu menganggu
papa.”
“Sama sekali tidak mengganggu papa.”
Mungkin ia agak gelisah pikirku. Saya
beri dia kapsul jam 11:00 lalu saya pergi sebentar.
Hari sangat dingin. Pepohonan dan
semak-semak tertutup salju yang membeku. Saya membawa anjing saya
berjalan-jalan di atas permukaan salju yang licin. Anjing saya berkali-kali
tergelincir. Juga saya telah dua kali jatuh, sekali dengan senapan meluncur
jauh di atas es.
Kami melihat sekelompok burung puyuh,
dan saya menembak dua ekor, selagi mereka menghilang di balik tebing. Lincinnya
es membuatku sukar untuk menembak karena kaki menjadi tidak tetap. Saya toh
cukup gembira bahwa masih banyak yang tinggal hidup untuk ditembak lain kali.
Di rumah saya mendengar kabar bahwa anak
saya menolak orang masuk ke kamarnya.
“Kalian tidak boleh masuk, kalian tidak
boleh ketularan.”
Ketika saya masuk ia masih tetap
memandang ujung ranjang, sama seperti ketika saya meninggalkannya tadi. Saya
mengambil suhu badannya.
“Berapa?”
“Seratus dua empat persepuluh.”
“Ooo, seratus dua.”
“Suhu badanmu tak perlu dicemaskan.”
“saya tidak cemas hanya saya tidak dapat
berpikir.”
“jangan pikirka apa-apa, tenang-tenang
saja.”
“saya berusaha tenang.”
Ia, melihat lurus ke depan. Tenang
sekali ia berusaha menyimpan sesuatu persoalan.
“Minumlah obat ini.”
“Apakah ini menolong?”
“Tentu saja.”
Saya membaca lagi keras-keras tetapi
karena ia tidak mengikutinya, saya berhenti.
“Jam berapa kira-kira saya mati?”
“Apa?”
“Berapa lama lagi saya hidup?”
“Kau tak akan mati. Ada apa sih?”
“Ya saya akan mati, saya dengar dokter
berkata seratus dua.”
“Saya tahu orang akan mati dengan panas
seratus dua. Di sekolah dikatakan orang tak dapat hidup dengan panas empat
puluh empat derajat. Saya seratus dua derajat.”
Ia rupanya sedang menunggu kematian
sepanjang hari, sejak jam sembilan pagi.
“Schatz, kau benar-benar keeterlaluan.
Inikan seperti mil dan kilometer. Termometer yang itu normalnya 37o,
yang ini 98o. Tepat
berapa kilometer kita tempuh bila kita berjalan tujuh puluh mil dengan mobil,
tepat seperti itu.
“Oh,....”
Ia mengawasi tepi ranjang sambil
berpikir, pelan-pelan ia menjadi tenang. Besoknya ia menjadi sangat tenang,
sdan berteriak-teriak lagikarena yang hal-hal kecil seperti biasanya.
(Ernest
Hemingway, A Day’s Wait, terjemahan
Irsan Gautama)
Agar perbedaan antara narasi
informasional dan narasi artistik dapat dilihat lebih jelas, berikut ciri-ciri dominan pada kedua macam karangan
narasi.
Narasi
Informasional
|
Narasi
Artistik
|
1.
Memperluas pengetahuan
|
Menyampaikan
suatu makna atau suatu amanat yang tersirat
|
2.
Menyampaikan informasi faktual mengenai suatu
kejadian
|
Menimulkan
daya khayal
|
3.
Didasarkan pada penalaran untuk mencapai suatu
kejadian
|
Penalaran
hanya berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan makna, sehingga kalau perlu
penalaran dapat dilanggar
|
4.
Bahasa lebih condong ke bahasa informatif dengan
titik berat percakapan kata-kata denotatif
|
Ahasa
yang leih condong kebahasa figuratif dengan menitikberatkan penggunaan
kata-kata konotatif
|
Dari uraian dan contoh di atas dapatlah
kita simpulkan bahwa narasi informasional atau narasi ekspositoris digunakan
untuk karangan faktual seperti biografi, autobiografi, sejjarah, atau proses
dan cara melakukan sesuatu hal. Sebaliknya, karangan narasi artistik atau
narasi sugestif digunakan untuk karangan imajinatif seperti cerpen, novel,
roman, dan drama.
Untuk memandu dalam menulis narasi,
berikut ini disajikan langkah-langkah praktis mengembangkan karangan narasi.
·
Tentukan dulu tema dan amanat yang akan
disampaikan. Anda mau menulis tentang apa? Pesan apakah yang hendak disampaikan
kepada pembaca?
·
Tetapkan sasaran pembaca kita. Siapa
yang akan membaca karangan kita, orang dewasa, remaja, ataukah anak-anak?
·
Rancang peristiwa-peristiwa utama yang
akan ditampilkan dalam bentuk skema alur. Kejadian-kejadian apa saja yang akan
dimunculkan? Apakah kejadian-kejadian yang akan disajikan itu penting? Adakah
kejadian penting yang belum ditampilkan?
·
Bagi peristiwa utama itu ke dalam bagian
awal, perkembangan, dan akhir cerita. Peristiwa-peristiwa apa saja yang cocok
untuk setiap bagian cerita? Apakah peristiwa-peristiwa itu telah tersusun
secara logis dan wajar?
·
Rinci peristiwa-peristiwa utama ke dalam
detail-detail peristiwa sebagai pendukung cerita. Kejadian-kejadian penting dan
menarik apa saja yang berkaitan dan mendukung peristiwa utama?
·
Susun tokoh dan perwatakan, latar, dan
sudut pandang.
B.
PENDEKATAN
dan MODEL
1.
Pendekatan
Komunikatif
pendekatan
komunikatif memfokuskan pada keterampilan siswa mengimplementasikan fungsi
bahasa (untuk berkomunikasi) dalam pembelajaran, pendekatan komunikatif tampak
pada pembelajaran, misalnya: mendeskripsikan suatu benda, menulis surat, dan
membuat iklan. Pendekatan komunikatif dalam pengajaran bahasa muncul pada tahun
1970-an sebagai reaksi terhadap empat aliran pembelajaran bahasa yang dianut
sebelumnya (grammar translation method, direct method, audiolingual method, dan
cognitive learning theory). Keempat metode itu memiliki ciri yang sama yaitu
pembelajaran bahasa dalam bidang struktur bahasa yang disebut pembelajaran
bahasa struktural atau pembelajaran bahasa yang berdasarkan pendekatan
struktural.
Pendekatan
komunikatif merupakan pendekatan yang dilandasi oleh pemikiran bahwa kemampuan
menggunakan Bahasa dalam komunikasi merupakan tujuan yang harus dicapai dalam
pembelajaran Bahasa (Zuchdi, 1997). Pendekatan yang mendasarkan pandangannya
terhadap penggunaan bahasa sehari-hari secara nyata (M. Soenardi Dwiwandono,
1996). Menurut Dell Hymes, pendekatan komunikatif merupakan Penguasaan secara
naluri yang dipunyai seorang penutur asli untuk menggunakan dan memahami bahasa
secara wajar dalam proses berkomunikasi atau berinteraksi dan dalam hubungannya
dengan konteks sosial.
Ciri-ciri
pendekatan Komunikatif :
·
Mengutamakan makna sebenarnya daripada
tata gramatikalnya
·
Adanya kegiatan komunikasi fungsional
dan interaksi sosial yang saling berkaitan
·
Pembelajaran berorientasi pada pemerolehan
kompetensi komunikatif, bukan ketepatan gramatikal (pemahaman untuk dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari)
·
Pembelajaran diarahkan pada modifikasi
dan peningkatan murid dalam menemukan kaidah bahasa lewat kegiatan
berbahasa (learning by doing)
·
Materi pembelajaran berangkat dari
analisis kebutuhan berbahasa pembelajaran
Manfaat pendekatan komunikatif :
·
Siswa termotivasi untuk mengembangkan
keterampilan berbahasanya setelah mengetahui bahwa ada kaitannya dengan
penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari
·
Siswa akan lebih mudah untuk
berkomunikasi dan berinteraksi dalam kehidupan sosialnya
·
Siswa tidak hanya memiliki pengetahuan
tentang kebahasaan, tetapi juga memiliki kompetensi untuk menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari
Kekurangan
pendekatan komunikatif :
·
Guru harus kreatif menciptakan suasana
belajar yang mampu membuat siswa untuk aktif dan interaktif. Bila guru tidak
kreatif, maka pembelajaran akan tidak menarik
·
Bila siswa tidak memiliki pengatahuan
interaksi dan komunikasi yang cukup baik atau siswa cenderung pasif, maka siswa
akan kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran
Langkah-langkah pembelajaran dengan
pendekatan komunikatif :
·
Tahap persiapan, guru perlu merumuskan
tujuan pembelajaran dan menyiapkan berbagai strategi yang berhubungan dengan
pokok bahasan yang diajarkan.
·
Tahap pelaksanaan, guru menyajikan
materi pelajaran dengan memanfaatkan pendekatan komunikatif, sehingga menarik
perhatian siswa dalam proses belajar mengajar, sehingga pembelajaran
berlangsung efektif dan efesien.
·
Tahap evaluasi, guru mengadakan evaluasi
materi pelajaran
2.
Model
Discovery Learning
Model Discovery Learning mengacu kepada teori belajar yang
didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak
disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa
mengorganisasi sendiri.
Sebagai model pembelajaran, Discovery Learning mempunyai
prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan
yang prinsipil pada ketiga istilah ini.
Pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya
konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaan inkuiri dan problem
solving dengan Discovery Learning ialah bahwa
pada discovery learning masalah yang diperhadapkan kepada
siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru.
Dalam mengaplikasikan model
pembelajaran Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing
dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif,
sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan
belajar siswa sesuai dengan tujuan. Kondisi seperti ini ingin merubah
kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student
oriented.
Dalam Discovery Learning, hendaknya
guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem
solver, seorang scientis, historin, atau ahli
matematika. Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa
dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan,
mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta
membuat kesimpulan-kesimpulan. Kelebihan model discovery learning
antara lain:
·
Membantu
siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan
proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini,
seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.
·
Pengetahuan
yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan
pengertian, ingatan dan transfer.
·
Menimbulkan
rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
·
Model
pembelajaran ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan
kecepatannya sendiri.
·
Menyebabkan
siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan
motivasi sendiri.
·
Model
pembelajaran discovery learning ini dapat membantu siswa
memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan
yang lainnya.
·
Berpusat
pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan.
Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam
situasi diskusi.
·
Membantu
siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada
kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
·
Siswa
akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
·
Membantu
dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang
baru.
·
Mendorong
siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
·
Mendorong
siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.
·
Memberikan
keputusan yang bersifat intrinsik; Situasi proses belajar menjadi lebih
terangsang.
·
Proses
belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia
seutuhnya.
·
Meningkatkan
tingkat penghargaan pada siswa.
·
Kemungkinan
siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.
·
Dapat
mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
Model pembelajaran discovery
learning ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk
belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau
berfikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau
lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.
Model pembelajaran discovery
learning ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak,
karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau
pemecahan masalah lainnya.
Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
Model pembelajaran discovery
learning lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan
aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat
perhatian.
Pada beberapa disiplin ilmu,
misalnya menulis kurang fasilitas untuk
mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa. Model
pembelajaran discovery learning tidak menyediakan
kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah
dipilih terlebih dahulu oleh guru.
Langkah-langkah
model pembelajaran discovery learning:
1.
Langkah Persiapan
·
Menentukan
tujuan pembelajaran
·
Melakukan
identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar,
dan sebagainya)
·
Memilih
materi pelajaran.
·
Menentukan
topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh
generalisasi)
·
Mengembangkan
bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya
untuk dipelajari siswa
·
Mengatur
topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret
ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik
·
Melakukan
penilaian proses dan hasil belajar siswa
2.
Pelaksanaan
a.
Stimulation
(stimulasi/ pemberian rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar
dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan
untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki
sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan
pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah
pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk
menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu
siswa dalam mengeksplorasi bahan.
b.
Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru
memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin
agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah
satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas
pertanyaan masalah).
c.
Data collection (Pengumpulan Data)
Ketika eksplorasi berlangsung guru
juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya
yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244).
Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar
tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk
mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur,
mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan
sebagainya.
d.
Data Processing (Pengolahan Data)
Menurut Syah (2004:244) pengolahan
data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para
siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan.
Semua informai hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya
diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan
cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu
e.
Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan
pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang
ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data
processing (Syah, 2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses
belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui
contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
f.
Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik
kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip
umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan
memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi
maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi
Dalam
Model Pembelajaran Discovery Learning, penilaian dapat dilakukan
dengan menggunakan tes maupun non tes. Penilaian
yang digunakan dapat berupa penilaian kognitif, proses, sikap, atau penilaian
hasil kerja siswa. Jika bentuk penialainnya berupa penilaian kognitif, maka
dalam model pembelajaran discovery learning dapat menggunakan
tes tertulis. Jika bentuk penilaiannya menggunakan penilaian
proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa maka pelaksanaan
penilaian dapat dilakukan dengan pengamatan
II.
DESAIN
PEMBELAJARAN
A.
Sintakmatik
Model
1.
Penentuan
Pertanyaan Mendasar (Start With the Essential Question).
Pembelajaran dimulai dengan
pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat memberi penugasan peserta
didik dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil topik yang sesuai dengan
realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah pemecahan masalah yang mendalam.
Pengajar berusaha agar topik yang diangkat relevan untuk para peserta didik.
2.
Mendesain
Perencanaan Proyek (Design a Plan for the Project)
Perencanaan dilakukan secara
kolaboratif antara pengajar dan peserta didik. Dengan demikian peserta
didik diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan
berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam
menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek yang
mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk
membantu penyelesaian proyek.
3.
Menyusun Jadwal
(Create a Schedule)
Pengajar dan
peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan
proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: (1) membuat timeline untuk
menyelesaikan proyek, (2) membuat deadline penyelesaian proyek, (3) membawa
peserta didik agar merencanakan cara yang baru, (4) membimbing peserta didik
ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek, dan (5)
meminta peserta didik untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu
cara.
4. Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek (Monitor
the Students and the Progress of the Project)
Pengajar bertanggungjawab untuk melakukan monitor
terhadap aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring
dilakukan dengan cara menfasilitasi peserta didik pada setiap roses. Dengan
kata lain pengajar berperan menjadi mentor bagi aktivitas peserta didik. Agar
mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam
keseluruhan aktivitas yang penting.
5. Menguji Hasil (Assess the Outcome)
Penilaian dilakukan untuk membantu pengajar dalam
mengukur ketercapaian standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing-
masing peserta didik, memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah
dicapai peserta didik, membantu pengajar dalam menyusun strategi pembelajaran
berikutnya.
6. Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience)
Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan peserta
didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah
dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok.
Pada tahap ini peserta didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan
pengalamanya selama menyelesaikan proyek. Pengajar dan peserta didik
mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses
pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new
inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama
pembelajaran.
B.
Sistem Sosial
1. Siswa memecahkan problem-problem
yang kompleks.
2. Melakukan kerja kelompok dalam
proyek memerlukan siswa mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan
komunikasi. Kelompok kerja kooperatif, evaluasi siswa, pertukaran informasi
online adalah aspek-aspek kolaboratif dari sebuah proyek.
3. Siswa meningkatkan keterampilan
mengelola sumber. Bagian dari menjadi siswa yang independen adalah
bertanggungjawab untuk menyelesaikan tugas yang kompleks.
C.
Prinsip Reaksi
1. Siswa aktif dalam kegiatan belajar
mengajar
2. Siswa bekerja dan secara produktif
menemukan berbagai pengetahuan melalui pembelajaran proyek.
3. Siswa mengembangkan dan
mempraktikkan keterampilan komunikasi melalui kerja kelompok.
4. Pengajar hanya mengamati dan
memantau jalannya kegiatan belajar mengajar baik di dalam kelas maupun di luar
kelas.
D.
Sistem Pendukung
Guru membuat power point sebagai media pembelajaran.Pengajar merancang desain atau
membuat kerangka proyek yang bermanfaat dalam menyediakan informasi yang
dibutuhkan oleh pelajar dalam mengembangkan pemikiran terhadap proyek tersebut
sesuai dengan kerangka yang ada.Guru memberikan rubrik penilaian
portofolio kepada siswa untuk memonitor kegiatan siswa.
E.
Dampak Instruksional dan Pengiring
1. Dampak Instruksional
a. Memahami materi
b.
Menggunakan kemampuan bertanya dan berpikir.
c. Menuliskan pokok-pokok materi
d. Menciptakan karya sesuai dengan
pengalaman siswa
e.
Mengaplikasikan hasil belajar lewat tindakan.
2.
Dampak Pengiring
a. Siswa akan berpikir lebih kritis
dalam membuat keputusan
b. Siswa memiliki rasa bertanggung
jawab
c. Kesadaran tentang rasa kekeluargaan
d. Mendapatkan sebuah pelajaran yang
dapat diambil hikmahnya
III.
IMPLEMENTASI
DESAIN PEMBELAJARAN
Sekolah : SMP Negeri
Kelas/Semester : VII/1
Mata
Pelajaran : Bahasa Indonesia
Materi
Pokok : Teks Narasi
Alokasi waktu : 3 x 45 menit (3x pertemuan)
A.
Kompetensi Dasar dan
Indikator
Kompetensi
Dasar
|
Indikator
|
3.3.
Mengientifikasi unsur-unsur teks narasi (cerita
imajinasi) yang dibaca an didengar.
|
1.
Menyimpulkan pengertian teks narasi (cerita
imajinasi).
2.
Menjelaskan ciri-ciri teks narasi (cerita
imajinasi).
3.
Menjelaskan struktur dan kaidah teks narasi
(cerita imajinasi).
|
4.3.
Menceritakan kembali isi teks narasi (cerita
imajinatif) yang didengar dan dibaca
|
1.
Menceritakan kembali teks narasi yang telah
dibuat.
|
B.
Tujuan
Pembelajaran
1. Siswa
mampu menyimpulkan pengertian dari teks narasi (cerita imajinasi)
2. Siswa
mampu menjelaskan struktur teks narasi (cerita imajinatif)
3. Siswa
mampu menjelaskan kaiah kebahasaan teks narasi (cerita imajinatif)
4. Siswa
mampu menceritakan kembali teks narasi yang telah dibuatnya.
C.
Materi
Pokok
1.
Pengertian teks narasi
2.
Struktur teks narasi
3.
Kaidah kebahasaan teks narasi
4.
Contoh teks narasi
D.
Pendekatan,
Model
1. Pendekatan : Komunikatif
2. Model
: Discovery Learning
E.
Media
- Teks
narasi
- Buku
komik
- Film
tokoh inspiratif
F.
Sumber
Belajar
- Buku
teks
- Buku
siswa
- Buku
refrensi
G.
Langkah-
Langkah Pembelajaran
Pertemuan
|
Langkah-Langkah
|
Metode/
Teknik
|
Alokasi
Waktu
|
Ke-1
|
A. Kegiatan Awal (Orientasi, motivasi,
dan acuan)
1.
Guru memberikan orientasi dan
motivasi tentang pembelajaran yang akan dilakukan
2.
Guru menjelaskan acuan yang akan
dipakai dalam pembelajaran yang akan dilakukan
B. Kegiatan Inti
1.
Siswa mendengarkan penjelasan
tentang teks narasi
2.
Siswa mengelompokkan diri dan
berdiskusi tentang hakikat teks narasi
3.
Siswa memaparkan hasil diskusi
yang telah dilakukan
4.
Siswa menanyakan kesulitan yang
dihadapi dalam teks narasi
C. Kegiatan Penutup
1. Siswa
dan guru merefleksi kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan
|
Ceramah
Ceramah
Diskusi
Presentasi
Tanya
Jawab
Ceramah
|
10
Menit
15
Menit
30
Menit
20
Menit
15
Menit
5
Menit
|
Ke-2
|
A. Kegiatan Pembukaan (Orientasi,
motivasi, dan acuan)
1.
Guru memberikan orientasi dan
motivasi tentang pembelajaran yang akan dilakukan
2.
Guru menjelaskan acuan yang akan
digunakan dalam pembelajaran
B. Kegiatan Inti
1.
Guru dan siswa menelaah kembali
pembelajaran teks narsi yang telah dipelajari
2.
Siswa mengondisikan berkelompok
dan setiap kelompok diberi buku komik
3.
Siswa menulis teks narasi tentang
cerita yang terkandung dalam komik yang diberikan
4.
Siswa memaparkan hasil dari
menulis narasi di depan kelas
C. Kegiatan Penutupan
1.
Guru merefleksi kegiatan
pembelajaran yang telah dilakukan
2.
Guru memberikan simpulan tentang
pembelajaran yang telah dilakukan
|
Ceramah
Diskusi
-
Diskusi
Presentasi
Ceramah
Ceramah
|
10
Menit
10
Menit
5
Menit
25
Menit
30
Menit
10
Menit
|
Ke-3
|
A. Kegiatan Pembukaan (orientasi,
motivasi, dan acuan)
1.
Guru memberikan orientasi dan
motivasi kepada siswa tentang pembelajaran yang akan dilakukan
2.
Guru menjelaskan acuan yang akan
dipakai dalam pembelajaran yang akan dilakukan
B. Kegiatan Inti
1.
Guru dan siswa menelaah kembali
secara singkat tentang pembelajaran yang telah dilakukan sebelumnya
2.
Siswa menonton film tokoh
inspiratif
3.
Siswa menuliskan teks narasi
tentang tokoh yang mereka kagumi
4.
Perwakilan siswa memaparkan hasil
tulisannya di depan kelas
5.
Siswa melakukan diskusi kelas
mengenai pembelajaran teks narasi yang telah dilakukan
C. Kegiatan Penutupan
1.
Guru merefleksi kegiatan pembelajaran
yang telah dilakukan
2.
Guru memberikan simpulan tentang
pembelajaran yang telah dilakukan oleh siswa
|
Ceramah
Diskusi
-
-
Presentasi
Diskusi
Ceramah
|
5 menit
15 menit
10 menit
15 menit
15 menit
20 menit
10 menit
|
H.
Evaluasi
- Tes
Tulis (uraian)
- Tes
Tulis (produksi)
- Rubrik
IV.
DAFTAR
PUSTAKA
Anita
Lie, Cooperative Learning (Cover Baru) Grasindo, Jakarta: 1999
Iskandarwassid
dan Dadang Suhendar. Strategi Pemelajaran
Bahasa. PT Remaja Rosdakarya. Bandung:2009
Sharan,
Slomo. The Hand Book Of Cooperative
Learning, Istana Media. Yogjakarta: 2014
Kurniasih,
Imas dan Berlin Sani. Ragam Pengembanngan
Model Pembelajaran Untuk Peningkatan Profesionalitas Guru, Kata Pena. Yogjakarta:
2015
Langganan:
Postingan (Atom)