Senin, 11 Januari 2016

Makalah Etika

HAKIKAT ETIKA

1. PENGERTIAN
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia.
2.      HAKIKAT ETIKA
Hakikat suatu etika berkaitan dengan baik dan buruk, benar dan salah, betul dan tidak, bohong dan jujur. Dalam berinteraksi dengan lingkungannya orang-orang dapat menunjukan perilaku yang dinilai baik atau buruk, benar atau salah ketika melakukan suatu tindakan. Hal tersebut sangat bergantung pada nilai-nilai yang berlaku dalam lingkungan dimana orang-orang berfungsi. Tidak jarang terdapat penilaian yang berbeda terhadap suatu perilaku dalam lingkungan yang berbeda.
3.      ILMU FILSAFAT
Pada dasarnya etika merupakan cabang filsafat yang mengenakan refleksi serta metode pada tugas manusia dalam upaya menggali nilai-nilai moral atau menterjemahkan berbagai nilai itu kedalam norma-norma dan menerapkannya pada situasi kehidupan konkrit. Sebagai ilmu etika mencari kebenaran dan sebagai filsafat ia mencari keterangan yang sedalam-dalamnya. Sebagai tugas tertentu bagi etika, ia mencari ukuran baik buruk bagi tingkah laku manusia. Sebagai ilmu dan filsafat, etika menghendaki ukuran yang umum, tidak berlaku untuk sebagian dari manusia, tetepi untuk semua manusia. Apa yang ditentukan oleh atika mungkin  memang menjadi pedoman untuk seseorang, namun tujuan pertama dan utama dari etika bukanlah untuk mencari pedoman melainkan untuk tahu.
 4. SEJARAH PERKEMBANGAN ETIKA
  1. Etika periode Yunani

Penyelidikan para ahli Filsafat tidak banyak memperhatikan masalah Etika. Kebanyakan dari mereka melakukan penyelidikan mengenai alam. Misalnya; bagaimana alam ini terjadi? Apa yang menjadi unsur utama alam ini? dan lain-lain. Sampai akhirnya datang Sophisticians ialah orang yang bijaksana yang menjadi guru dan tersebar ke berbagai negeri.
Socrates dipandang sebagai perintis Ilmu Akhlak. Karena ia yang pertama berusaha dengan sungguh-sungguh membentuk perhubungan manusia dengan ilmu pengetahuan. Dia berpendapat akhlak dan bentuk perhubungan itu, tidak menjadi benar kacuali bila didasarkan ilmu pengetahuan. (Ahmadamin, 1975: 45)
Faham Antisthenes, yang hidup pada 444-370 SM. Ajarannya mengatakan ketuhanan itu bersih dari segala kebutuhan, dan sebaik-baik manusia itu yang berperangai dengan akhlak ketuhanan. Maka ia mengurangi kebutuhannya sedapat mungkin, rela dengan sedikit, suka menanggung penderitaan, dan mengabaikannya. Dia menghinakan orang kaya, menyingkiri segala kelezatan, dan tidak peduli kemiskinan dan cercaan manusia selama ia berpegangan dengan kebenaran.
Pemimpin aliran ini yang terkenal adalah Diogenes, wafat pada 323 SM. Dia memberi pelajaran kepada kawan-kawannya untuk menghilangkan beban yang dilakukan oleh ciptaan manusia dan peranannya. (H.A. Mustofa, 1999: 42).
Setelah faham Antisthenes ini, lalu datang Plato (427-347 SM). Ia seorang ahli Filsafat Athena, yang merupakan murid dari Socrates. Buah pemikirannya dalam Etika berdasarkan ‘teori contoh’. Dia berpendapat alam lain adalah alam rohani. Di dalam jiwa itu ada kekuatan bermacam-macam, dan keutamaan itu timbul dari perimbangan dan tunduknya kepada hukum. (Ahmadamin, 1975: 47).
Pokok-pokok keutamaan itu adalah Hikmat kebijaksana, keberanian, keperwiraan, dan keadilan. Hal ini merupakan tiang penegak bangsa-bangsa dan pribadi. Seperti yang kita ketahui bahwa, kebijaksanaan itu utama untuk para hakim. Keberanian itu untuk tentara, perwira itu utama untuk rakyat, dan adil itu untuk semua. Pokok-pokok keutamaan itu memberikan batasan kepada manusia dalam setiap perbuatannya, agar ia melakukan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya.
Kemudian disusul Aristoteles (394-322 SM), dia adalah muridnya plato. Pengukutnya disebut Peripatetis karena ia memberi pelajaran sambil berjalan atau di tempat berjalan yang teduh. (H.A. Mustofa, 1999: 44).
Aristoteles berpendapat bahwa tujuan akhir dari yang dikehendaki manusia mengenai segala perbuatan adalah bahagia. Namun pengertiannya tentang konsep bahagia itu lebih luas dan lebih tinggi. Menurutnya, untuk mendapatkan kebahagiaan, seseorang itu hendaklah mempergunakan kekuatan akal dengan sebaik-baiknya.
Aristoteles menciptakan teori serba tengah. Tiap-tiap keutamaan adalah tengah-tengah, di antara dua keburukan. Misalnya; dermawan adalah pertengahan antara boros dan kikir. Keberanian adalah pertengahan antara membabi-buta dan takut.
Pada akhir abad ke tiga M, tersiarlah agama Nasrani di Eropa. Agama tersebut merubah fikiran manusia dan membawa pokok-poko akhlak tersebut dalam Taurat. Memberi pelajaran kepada manusia, bahwa Tuhan adalah sumber segala akhlak. Tuhan yang membuat patok yang harus kita pelihara dalam hubungan kitaa dengan orang lain. Dan Tuhan juga yang menjelaskan tentang arti baik dan jahat. (Ahmaddamin, 1975).
Baik menurut arti yang sebenarnya adalah kerelaan Tuhan Allah, dan melaksanakan segala perintahnya. Menurut ahli Filsafat Yunani, pendorong untuk melakukan perbuatan baik ialah pengetahuan atau kebijaksanaan. Sedangkan menurut Agama Nasrani, bahwa yang mendorong perbuatan baik adalah cinta kepada Allah, dan iman kepada-Nya.

2. Etika Abad Pertengahan

Pada abad pertengahan, Etika bisa dikatakan ‘dianiaya’ oleh Gereja. Pada saat itu, Gereja memerangi Filsafat Yunani dan Romawi, dan menentang penyiaran ilmu dan kebudayaan kuno. (H.A.Mustofa, 1999: 45).
Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan hakikat telah diterima dari wahyu. Dan apa yang terkandung dan diajarkan oleh wahyu adalah benar. Jadi manusia tidak perlu lagi bersusah-susah menyelidiki tentang kebenaran hakikat, karena semuanya telah diatur oleh Tuhan.
Ahli-ahli Filsafat Etika yang lahir pada masa itu, adalah paduan dari ajaran Yunani dan ajaran Nasrani. Di antara mereka yang termasyur adalah Abelard (1079-1142 SM), seorang ahli Filsafat Prancis. Dan Thomas Aquinas (1226-1270 SM), seorang ahli Filsafat Agama dari Italia. (Ahmaddamin, 1975).

3. Etika Periode Bangsa Arab

Bangsa Arab pada zaman jahiliah tidak mempunyai ahli-ahli Filsafat yang mengajak kepada aliran atau faham tertentu sebagaimana Yunani, seperti Epicurus, Zeno, Plato, dan Aristoteles.
Hal itu terjadi karena penyelidikan ilmu tidak terjadi kecuali di Negara yang sudah maju. Waktu itu bangsa Arab hanya memiliki ahli-ahli hikmat dan sebagian ahli syair. Yang memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, mendorong menuju keutamaan, dan menjauhkan diri dari kerendahan yang terkenal pada zaman mereka. (H.A. Mustofa, 1999: 46).
Namun sejak kedatangan Islam, agama yang mengajak kepada orang-orang untuk percaya kepada Allah, sumber segala sesuatu di seluruh alam. Allah memberikan jalan kepada manusia jalan yang harus diseberangi. Allah juga menetapkan keutamaan seperti benar dan adil, yang harus dilaksanakannya, dan menjadikan kebahagiaan di dunia dan kenikmatan di akhirat, sebagai pahala bagi orang yang mengikutinya.
Di antara ayat Al-Quran yang berbicara mengenai Etika adalah:
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
( QS. An-Nahl: 90)
Jadi Bangsa Arab pada masa itu, telah puas mengambil etika dari agama dan tidak merasa butuh untuk menyelidiki mengenai dasar baik dan buruk. Oleh karena itu, agama banyak menjadi dasar buku-buku yang di lukiskan dalam etika. Seperti buku karya Al-Ghazali dan Al-Mawardi.
Yang termasyur melakukan penyelidikan tentang akhlak dengan berdasarkan ilmu pengetahuan adalah Abu Nasr Al-Farabi, yang meninggal pada tahun 339 H. demikian juga Ikhwanus Sofa, di dalam risalah brosurnya, dan Abu ‘Ali ibnu Sina (370-428 H). mereka telah mempelajarai Filsafat Yunani, terutama pendapat mengenai akhlak. (Ahmaddamin, 1975).
Penyelidik Bangsa Arab yang terbesar mengenai Etika adalah Ibnu Maskawayh, yang wafat pada 421 H. dia mencampurkan ajaran Plato, Aristoteles, Galinus dengan jaran Islam. Ajara Aristoteles banyak termasuk dalam kitabnya, terutama dalam penyelidikan tentang jiwa. (Ahmad Mahmud Shubhi, 1992: 17).

4. Etika Periode Abad Modern

Pada akhir abad lima belas, Eropa mulai bangkit. Ahli pengetahuan mulai menyuburkan Filsafat Yunani Kuno. Begitu juga dengan Italia, lalu berkembang ke seluruh Eropa.
Pada masa ini, segala sesuatu dikecam dan diselidiki, sehingga tegaklah kemerdekaan berfikir. Dan mulai melihat segala sesuatu dengan pandangan baru, dan mempertimbangkannya dengan ukuran yang baru.
Discartes, seorang ahli Filsafat Prancis (1596-1650), termasuk pendiri Filsafat baru. Untuk ilmu pengetahuan, ia menetapkan dasar-dasar sebagai berikut:
1. Tidak menerima sesuatu yang belum diperiksa akal dan nyata adanya. Dan apa yang tumbuhnya dari adat kabiasaan saja, wajib ditolak.
2. Di dalam penyelidikan harus kita mulai dari yang sekecil-kecilnya, lalu meningkat ke hal-hal yang lebih besar.
3. Jangan menetapkan sesuatu hukum akan kebenaran suatu hal sehingga menyatakan dengan ujian. (H.A. Mustofa, 1999: 51)..
Namun di antara ahli-ahli ilmu pengetahuan bangsa Jerman yang merupakan pengaruh besar dalam akhlak ialah Spinoza (1770-1831), Hegel (1770-1831) juga Kant (1724-1831).

5. Aliran - Aliran Etika

Menurut Ajaran Agama, Adat Kebiasaan, Kebahagiaan, Bisikan Hati (Intuisi), Evolusi, Utilitarisme, Paham Eudaemonisme, Aliran Pragmatisme, Aliran Positivisme, Aliran Naturalisme, Aliran Vitalisme, Aliran Idealisme, Aliran Eksistensialisme, Aliran Marxisme, Aliran Komunisme
Kriteria perbuatan baik atau buruk yang akan diuraikan di bawah ini sebatas berbagai aliran atau faham yang pernah dan terus berkembang sampai saat ini. Khusus penilaian perbuatan baik dan buruk menurut agama, adapt kebiasaan, dan kebudayaan tidak akan dibahas disini.

Faham Kebahagiaan (Hedonisme)

“Tingkah laku atau perbuatan yang melahirkan kebahagiaan dan kenikmatan/kelezatan”. Ada tiga sudut pandang dari faham ini yaitu (1) hedonisme individualistik/egostik hedonism yang menilai bahwa jika suatu keputusan baik bagi pribadinya maka disebut baik, sedangkan jika keputusan tersebut tidak baik maka itulah yang buruk; (2) hedonisme rasional/rationalistic hedonism yang berpendapat bahwa kebahagian atau kelezatan individu itu haruslah berdasarkan pertimbangan akal sehat; dan (3) universalistic hedonism yang menyatakan bahwa yang menjadi tolok ukur apakah suatu perbuatan itu baik atau buruk adalah mengacu kepada akibat perbuatan itu melahirkan kesenangan atau kebahagiaan kepada seluruh makhluk.

Bisikan Hati (Intuisi)

Bisikan hati adalah “kekuatan batin yang dapat mengidentifikasi apakah sesuatu perbuatan itu baik atau buruk tanpa terlebih dahulu melihat akibat yang ditimbulkan perbuatan itu”. Faham ini merupakan bantahan terhadap faham  hedonisme. Tujuan utama dari aliran ini adalah keutamaan, keunggulan, keistimewaan yang dapat juga diartikan sebagai “kebaikan budi pekerti”

Evolusi

Paham ini berpendapat bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini selalu (secara berangsur-angsur) mengalami perubahan yaitu berkembang menuju kea rah kesempurnaan. Dengan mengadopsi teori Darwin (ingat konsep selection of nature, struggle for life, dan survival for the fittest) Alexander mengungkapkan bahwa nilai moral harus selalu berkompetisi dengan nilai yang lainnya, bahkan dengan segala yang ada di ala mini, dan nilai moral yang bertahanlah (tetap) yang dikatakan dengan baik, dan nilai-nilai yang tidak bertahan (kalah dengan perjuangan antar nilai) dipandang sebagai buruk.

Paham Eudaemonisme

Prinsip pokok faham ini adalah kebahagiaan bagi diri sendiri dan kebahagiaan bagi orang lain. Menurut Aristoteles, untuk mencapai eudaemonia ini diperlukan 4 hal yaitu (1) kesehatan, kebebasan, kemerdekaan, kekayaan dan kekuasaan, (2) kemauaan, (3) perbuatan baik, dan (4) pengetahuan batiniah.

Aliran Pragmatisme

Aliran ini menititkberatkan pada hal-hal yang berguna dari diri sendiri baik yang bersifat moral maupun material. Yang menjadi titik beratnya adalah pengalaman, oleh karena itu penganut faham ini tidak mengenal istilah kebenaran sebab kebenaran bersifat abstrak dan tidak akan diperoleh dalam dunia empiris.

Aliran Naturalisme

Yang menjadi ukuran baik atau buruk adalah :”apakah sesuai dengan keadaan alam”, apabila alami maka itu dikatakan baik, sedangkan apabila tidak alami dipandang buruk. Jean Jack Rousseau mengemukakan bahwa kemajuan, pengetahuan dan kebudayaan adalah menjadi perusak alam semesta.

Aliran Vitalisme

Aliran ini merupakan bantahan terhadap aliran natiralisme sebab menurut faham vitalisme yang menjadi ukuran baik dan buruk itu  bukan alam tetapi “vitae” atau hidup (yang sangat diperlukan untuk hidup). Aliran ini terdiri dari dua kelompok yaitu (1) vitalisme pessimistis (negative vitalistis) dan (2) vitalisme optimistime. Kelompok pertama terkenal dengan ungkapan “homo homini lupus” artinya “manusia adalah serigala bagi manusia yang lain”. Sedangkan menurut aliran kedua “perang adalah halal”, sebab orang yang berperang itulah (yang menang) yang akan memegang kekuasaan. Tokoh terkenal aliran vitalisme adalah F. Niettsche yang banyak memberikan pengaruh terhadap Adolf Hitler.

Aliran Gessingnungsethik

Diprakarsai oleh Albert Schweitzer, seorang ahli Teolog, Musik, Medik, Filsuf, dan Etika. Yang terpenting menurut aliran ini adalah “penghormatan akan kehidupan”, yaitu sedapat mungkin setiap makhluk harus saling menolong dan berlaku baik. Ukuran kebaikannya adalah “pemelihataan akan kehidupan”, dan yang buruk adalah setiap usaha yang berakibat kebinasaan dan menghalangi-halangi hidup.

Aliran Idealisme

Sangat mementingkan eksistensi akal pikiran manusia sebab pikiran manusialah yang menjadi sumber ide. Ungkapan terkenal dari aliran ini adalah “segala yang ada hanyalah yang tiada” sebab yang ada itu hanyalah gambaran/perwujudan dari alam pikiran (bersifat tiruan). Sebaik apapun tiruan tidak akan seindah aslinya (yaitu ide). Jadi yang bai itu hanya apa yang ada di dalam ide itu sendiri.

Aliran Eksistensialisme

Etika Eksistensialisme berpandangan bahwa eksistensi di atas dunia selalu terkait pada keputusan-keputusan individu, Artinya, andaikan individu tidak mengambil suatu keputusan maka pastilah tidak ada yang terjadi. Individu sangat menentukan terhadao sesuatu yang baik, terutama sekali bagi kepentingan dirinya. Ungkapan dari aliran ini adalah “ Truth is subjectivity” atau kebenaran terletak pada pribadinya maka disebutlah baik, dan sebaliknya apabila keputusan itu tidak baik bagi pribadinya maka itulah yang buruk.


Aliran Marxisme

Berdasarkan “Dialectical Materialsme” yaitu segala sesuatu yang ada dikuasai oleh keadaan material dan keadaan material pun juga harus mengikuti jalan dialektikal itu. Aliran ini memegang motto “segala sesuatu jalan dapatlah dibenarkan asalkan saja jalan dapat ditempuh untuk mencapai sesuatu tujuan”. Jadi apapun dapat dipandang baik asalkan dapat menyampaikan/menghantar kepada tujuan

Aliran sosialisme
Sosialisme adalah ilmu yang membahas atau ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk sifat-sifat dan aktifitas yang terjadi di masyarakat.

Aliran Humanisme

Humanisme sering kali di anggap sebagai kemanusiaan, padahal itu kuranglah benar. Humanisme adalah ilmu yang mempelajari tentang seluk-beluk manusia, sifat-sifat yang mendasar pada diri manusia. Sifat dari manusia itu sendiri akan ditentukan oleh baik-buruknya keadaan manusia itu sendiri.

0 komentar: