HAKIKAT ETIKA
1. PENGERTIAN
Istilah Etika berasal dari bahasa
Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya
yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa,
padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara
berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah
yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai
untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata),
etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu
tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk
manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia.
2. HAKIKAT ETIKA
Hakikat suatu etika berkaitan dengan baik
dan buruk, benar dan salah, betul dan tidak, bohong dan jujur. Dalam
berinteraksi dengan lingkungannya orang-orang dapat menunjukan perilaku yang
dinilai baik atau buruk, benar atau salah ketika melakukan suatu tindakan. Hal
tersebut sangat bergantung pada nilai-nilai yang berlaku dalam lingkungan
dimana orang-orang berfungsi. Tidak jarang terdapat penilaian yang berbeda
terhadap suatu perilaku dalam lingkungan yang berbeda.
3. ILMU FILSAFAT
Pada dasarnya etika merupakan
cabang filsafat yang mengenakan refleksi serta metode pada tugas manusia dalam
upaya menggali nilai-nilai moral atau menterjemahkan berbagai nilai itu kedalam
norma-norma dan menerapkannya pada situasi kehidupan konkrit. Sebagai ilmu
etika mencari kebenaran dan sebagai filsafat ia mencari keterangan yang sedalam-dalamnya.
Sebagai tugas tertentu bagi etika, ia mencari ukuran baik buruk bagi tingkah
laku manusia. Sebagai ilmu dan filsafat, etika menghendaki ukuran yang umum,
tidak berlaku untuk sebagian dari manusia, tetepi untuk semua manusia. Apa yang
ditentukan oleh atika mungkin memang
menjadi pedoman untuk seseorang, namun tujuan pertama dan utama dari etika bukanlah
untuk mencari pedoman melainkan untuk tahu.
4. SEJARAH PERKEMBANGAN ETIKA
- Etika periode Yunani
Penyelidikan para ahli
Filsafat tidak banyak memperhatikan masalah Etika. Kebanyakan dari mereka
melakukan penyelidikan mengenai alam. Misalnya; bagaimana alam ini terjadi? Apa
yang menjadi unsur utama alam ini? dan lain-lain. Sampai akhirnya datang Sophisticians
ialah orang yang bijaksana yang menjadi guru dan tersebar ke berbagai
negeri.
Socrates dipandang
sebagai perintis Ilmu Akhlak. Karena ia yang pertama berusaha dengan
sungguh-sungguh membentuk perhubungan manusia dengan ilmu pengetahuan. Dia
berpendapat akhlak dan bentuk perhubungan itu, tidak menjadi benar kacuali bila
didasarkan ilmu pengetahuan. (Ahmadamin, 1975: 45)
Faham Antisthenes,
yang hidup pada 444-370 SM. Ajarannya mengatakan ketuhanan itu bersih dari
segala kebutuhan, dan sebaik-baik manusia itu yang berperangai dengan akhlak
ketuhanan. Maka ia mengurangi kebutuhannya sedapat mungkin, rela dengan
sedikit, suka menanggung penderitaan, dan mengabaikannya. Dia menghinakan orang
kaya, menyingkiri segala kelezatan, dan tidak peduli kemiskinan dan cercaan
manusia selama ia berpegangan dengan kebenaran.
Pemimpin aliran ini
yang terkenal adalah Diogenes, wafat pada 323 SM. Dia memberi pelajaran kepada
kawan-kawannya untuk menghilangkan beban yang dilakukan oleh ciptaan manusia
dan peranannya. (H.A. Mustofa, 1999: 42).
Setelah faham Antisthenes
ini, lalu datang Plato (427-347 SM). Ia seorang ahli Filsafat Athena, yang
merupakan murid dari Socrates. Buah pemikirannya dalam Etika berdasarkan ‘teori
contoh’. Dia berpendapat alam lain adalah alam rohani. Di dalam jiwa itu ada
kekuatan bermacam-macam, dan keutamaan itu timbul dari perimbangan dan
tunduknya kepada hukum. (Ahmadamin, 1975: 47).
Pokok-pokok keutamaan
itu adalah Hikmat kebijaksana, keberanian, keperwiraan, dan keadilan. Hal ini
merupakan tiang penegak bangsa-bangsa dan pribadi. Seperti yang kita ketahui
bahwa, kebijaksanaan itu utama untuk para hakim. Keberanian itu untuk tentara,
perwira itu utama untuk rakyat, dan adil itu untuk semua. Pokok-pokok keutamaan
itu memberikan batasan kepada manusia dalam setiap perbuatannya, agar ia
melakukan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya.
Kemudian disusul
Aristoteles (394-322 SM), dia adalah muridnya plato. Pengukutnya disebut Peripatetis
karena ia memberi pelajaran sambil berjalan atau di tempat berjalan yang
teduh. (H.A. Mustofa, 1999: 44).
Aristoteles berpendapat
bahwa tujuan akhir dari yang dikehendaki manusia mengenai segala perbuatan
adalah bahagia. Namun pengertiannya tentang konsep bahagia itu lebih luas dan
lebih tinggi. Menurutnya, untuk mendapatkan kebahagiaan, seseorang itu
hendaklah mempergunakan kekuatan akal dengan sebaik-baiknya.
Aristoteles menciptakan
teori serba tengah. Tiap-tiap keutamaan adalah tengah-tengah, di antara dua
keburukan. Misalnya; dermawan adalah pertengahan antara boros dan kikir.
Keberanian adalah pertengahan antara membabi-buta dan takut.
Pada akhir abad ke tiga
M, tersiarlah agama Nasrani di Eropa. Agama tersebut merubah fikiran manusia
dan membawa pokok-poko akhlak tersebut dalam Taurat. Memberi pelajaran kepada
manusia, bahwa Tuhan adalah sumber segala akhlak. Tuhan yang membuat patok yang
harus kita pelihara dalam hubungan kitaa dengan orang lain. Dan Tuhan juga yang
menjelaskan tentang arti baik dan jahat. (Ahmaddamin, 1975).
Baik menurut arti yang
sebenarnya adalah kerelaan Tuhan Allah, dan melaksanakan segala perintahnya.
Menurut ahli Filsafat Yunani, pendorong untuk melakukan perbuatan baik ialah
pengetahuan atau kebijaksanaan. Sedangkan menurut Agama Nasrani, bahwa yang
mendorong perbuatan baik adalah cinta kepada Allah, dan iman kepada-Nya.
2. Etika Abad Pertengahan
Pada abad pertengahan,
Etika bisa dikatakan ‘dianiaya’ oleh Gereja. Pada saat itu, Gereja memerangi
Filsafat Yunani dan Romawi, dan menentang penyiaran ilmu dan kebudayaan kuno.
(H.A.Mustofa, 1999: 45).
Gereja berkeyakinan
bahwa kenyataan hakikat telah diterima dari wahyu. Dan apa yang terkandung dan
diajarkan oleh wahyu adalah benar. Jadi manusia tidak perlu lagi bersusah-susah
menyelidiki tentang kebenaran hakikat, karena semuanya telah diatur oleh Tuhan.
Ahli-ahli Filsafat
Etika yang lahir pada masa itu, adalah paduan dari ajaran Yunani dan ajaran
Nasrani. Di antara mereka yang termasyur adalah Abelard (1079-1142 SM), seorang
ahli Filsafat Prancis. Dan Thomas Aquinas (1226-1270 SM), seorang ahli Filsafat
Agama dari Italia. (Ahmaddamin, 1975).
3. Etika Periode Bangsa Arab
Bangsa Arab pada zaman
jahiliah tidak mempunyai ahli-ahli Filsafat yang mengajak kepada aliran atau
faham tertentu sebagaimana Yunani, seperti Epicurus, Zeno, Plato, dan
Aristoteles.
Hal itu terjadi karena
penyelidikan ilmu tidak terjadi kecuali di Negara yang sudah maju. Waktu itu
bangsa Arab hanya memiliki ahli-ahli hikmat dan sebagian ahli syair. Yang
memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, mendorong menuju
keutamaan, dan menjauhkan diri dari kerendahan yang terkenal pada zaman mereka.
(H.A. Mustofa, 1999: 46).
Namun sejak kedatangan
Islam, agama yang mengajak kepada orang-orang untuk percaya kepada Allah,
sumber segala sesuatu di seluruh alam. Allah memberikan jalan kepada manusia
jalan yang harus diseberangi. Allah juga menetapkan keutamaan seperti benar dan
adil, yang harus dilaksanakannya, dan menjadikan kebahagiaan di dunia dan
kenikmatan di akhirat, sebagai pahala bagi orang yang mengikutinya.
Di
antara ayat Al-Quran yang berbicara mengenai Etika adalah:
Artinya: Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
( QS. An-Nahl: 90)
Jadi Bangsa Arab pada
masa itu, telah puas mengambil etika dari agama dan tidak merasa butuh untuk
menyelidiki mengenai dasar baik dan buruk. Oleh karena itu, agama banyak
menjadi dasar buku-buku yang di lukiskan dalam etika. Seperti buku karya
Al-Ghazali dan Al-Mawardi.
Yang termasyur
melakukan penyelidikan tentang akhlak dengan berdasarkan ilmu pengetahuan
adalah Abu Nasr Al-Farabi, yang meninggal pada tahun 339 H. demikian juga
Ikhwanus Sofa, di dalam risalah brosurnya, dan Abu ‘Ali ibnu Sina (370-428 H).
mereka telah mempelajarai Filsafat Yunani, terutama pendapat mengenai akhlak.
(Ahmaddamin, 1975).
Penyelidik Bangsa Arab
yang terbesar mengenai Etika adalah Ibnu Maskawayh, yang wafat pada 421 H. dia
mencampurkan ajaran Plato, Aristoteles, Galinus dengan jaran Islam. Ajara
Aristoteles banyak termasuk dalam kitabnya, terutama dalam penyelidikan tentang
jiwa. (Ahmad Mahmud Shubhi, 1992: 17).
4. Etika Periode Abad Modern
Pada akhir abad lima
belas, Eropa mulai bangkit. Ahli pengetahuan mulai menyuburkan Filsafat Yunani
Kuno. Begitu juga dengan Italia, lalu berkembang ke seluruh Eropa.
Pada masa ini, segala
sesuatu dikecam dan diselidiki, sehingga tegaklah kemerdekaan berfikir. Dan
mulai melihat segala sesuatu dengan pandangan baru, dan mempertimbangkannya
dengan ukuran yang baru.
Discartes, seorang ahli
Filsafat Prancis (1596-1650), termasuk pendiri Filsafat baru. Untuk ilmu
pengetahuan, ia menetapkan dasar-dasar sebagai berikut:
1.
Tidak menerima sesuatu yang belum diperiksa akal dan nyata adanya. Dan apa yang
tumbuhnya dari adat kabiasaan saja, wajib ditolak.
2.
Di dalam penyelidikan harus kita mulai dari yang sekecil-kecilnya, lalu
meningkat ke hal-hal yang lebih besar.
3.
Jangan menetapkan sesuatu hukum akan kebenaran suatu hal sehingga menyatakan
dengan ujian. (H.A. Mustofa, 1999: 51)..
Namun di antara
ahli-ahli ilmu pengetahuan bangsa Jerman yang merupakan pengaruh besar dalam
akhlak ialah Spinoza (1770-1831), Hegel (1770-1831) juga Kant (1724-1831).
5. Aliran - Aliran Etika
Menurut Ajaran
Agama, Adat Kebiasaan, Kebahagiaan, Bisikan Hati (Intuisi), Evolusi,
Utilitarisme, Paham Eudaemonisme, Aliran Pragmatisme, Aliran Positivisme,
Aliran Naturalisme, Aliran Vitalisme, Aliran Idealisme, Aliran Eksistensialisme,
Aliran Marxisme, Aliran Komunisme
Kriteria
perbuatan baik atau buruk yang akan diuraikan di bawah ini sebatas berbagai
aliran atau faham yang pernah dan terus berkembang sampai saat ini. Khusus
penilaian perbuatan baik dan buruk menurut agama, adapt kebiasaan, dan
kebudayaan tidak akan dibahas disini.
Faham Kebahagiaan (Hedonisme)
“Tingkah laku
atau perbuatan yang melahirkan kebahagiaan dan kenikmatan/kelezatan”. Ada tiga
sudut pandang dari faham ini yaitu (1) hedonisme individualistik/egostik
hedonism yang menilai bahwa jika suatu keputusan baik bagi pribadinya maka
disebut baik, sedangkan jika keputusan tersebut tidak baik maka itulah yang
buruk; (2) hedonisme rasional/rationalistic hedonism yang berpendapat bahwa kebahagian
atau kelezatan individu itu haruslah berdasarkan pertimbangan akal sehat; dan
(3) universalistic hedonism yang menyatakan bahwa yang menjadi tolok ukur
apakah suatu perbuatan itu baik atau buruk adalah mengacu kepada akibat
perbuatan itu melahirkan kesenangan atau kebahagiaan kepada seluruh makhluk.
Bisikan Hati (Intuisi)
Bisikan hati
adalah “kekuatan batin yang dapat mengidentifikasi apakah sesuatu perbuatan itu
baik atau buruk tanpa terlebih dahulu melihat akibat yang ditimbulkan perbuatan
itu”. Faham ini merupakan bantahan terhadap faham hedonisme. Tujuan utama dari aliran ini
adalah keutamaan, keunggulan, keistimewaan yang dapat juga diartikan sebagai
“kebaikan budi pekerti”
Evolusi
Paham ini
berpendapat bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini selalu (secara
berangsur-angsur) mengalami perubahan yaitu berkembang menuju kea rah
kesempurnaan. Dengan mengadopsi teori Darwin (ingat konsep selection of nature,
struggle for life, dan survival for the fittest) Alexander mengungkapkan bahwa
nilai moral harus selalu berkompetisi dengan nilai yang lainnya, bahkan dengan
segala yang ada di ala mini, dan nilai moral yang bertahanlah (tetap) yang
dikatakan dengan baik, dan nilai-nilai yang tidak bertahan (kalah dengan
perjuangan antar nilai) dipandang sebagai buruk.
Paham Eudaemonisme
Prinsip pokok
faham ini adalah kebahagiaan bagi diri sendiri dan kebahagiaan bagi orang lain.
Menurut Aristoteles, untuk mencapai eudaemonia ini diperlukan 4 hal yaitu (1)
kesehatan, kebebasan, kemerdekaan, kekayaan dan kekuasaan, (2) kemauaan, (3)
perbuatan baik, dan (4) pengetahuan batiniah.
Aliran Pragmatisme
Aliran ini
menititkberatkan pada hal-hal yang berguna dari diri sendiri baik yang bersifat
moral maupun material. Yang menjadi titik beratnya adalah pengalaman, oleh
karena itu penganut faham ini tidak mengenal istilah kebenaran sebab kebenaran
bersifat abstrak dan tidak akan diperoleh dalam dunia empiris.
Aliran Naturalisme
Yang menjadi
ukuran baik atau buruk adalah :”apakah sesuai dengan keadaan alam”, apabila alami
maka itu dikatakan baik, sedangkan apabila tidak alami dipandang buruk. Jean
Jack Rousseau mengemukakan bahwa kemajuan, pengetahuan dan kebudayaan adalah
menjadi perusak alam semesta.
Aliran Vitalisme
Aliran ini
merupakan bantahan terhadap aliran natiralisme sebab menurut faham vitalisme
yang menjadi ukuran baik dan buruk itu
bukan alam tetapi “vitae” atau hidup (yang sangat diperlukan untuk
hidup). Aliran ini terdiri dari dua kelompok yaitu (1) vitalisme pessimistis
(negative vitalistis) dan (2) vitalisme optimistime. Kelompok pertama terkenal
dengan ungkapan “homo homini lupus” artinya “manusia adalah serigala bagi
manusia yang lain”. Sedangkan menurut aliran kedua “perang adalah halal”, sebab
orang yang berperang itulah (yang menang) yang akan memegang kekuasaan. Tokoh
terkenal aliran vitalisme adalah F. Niettsche yang banyak memberikan pengaruh
terhadap Adolf Hitler.
Aliran Gessingnungsethik
Diprakarsai oleh
Albert Schweitzer, seorang ahli Teolog, Musik, Medik, Filsuf, dan Etika. Yang
terpenting menurut aliran ini adalah “penghormatan akan kehidupan”, yaitu
sedapat mungkin setiap makhluk harus saling menolong dan berlaku baik. Ukuran
kebaikannya adalah “pemelihataan akan kehidupan”, dan yang buruk adalah setiap
usaha yang berakibat kebinasaan dan menghalangi-halangi hidup.
Aliran Idealisme
Sangat
mementingkan eksistensi akal pikiran manusia sebab pikiran manusialah yang
menjadi sumber ide. Ungkapan terkenal dari aliran ini adalah “segala yang ada
hanyalah yang tiada” sebab yang ada itu hanyalah gambaran/perwujudan dari alam
pikiran (bersifat tiruan). Sebaik apapun tiruan tidak akan seindah aslinya
(yaitu ide). Jadi yang bai itu hanya apa yang ada di dalam ide itu sendiri.
Aliran Eksistensialisme
Etika
Eksistensialisme berpandangan bahwa eksistensi di atas dunia selalu terkait
pada keputusan-keputusan individu, Artinya, andaikan individu tidak mengambil
suatu keputusan maka pastilah tidak ada yang terjadi. Individu sangat
menentukan terhadao sesuatu yang baik, terutama sekali bagi kepentingan dirinya.
Ungkapan dari aliran ini adalah “ Truth is subjectivity” atau kebenaran
terletak pada pribadinya maka disebutlah baik, dan sebaliknya apabila keputusan
itu tidak baik bagi pribadinya maka itulah yang buruk.
Aliran Marxisme
Berdasarkan
“Dialectical Materialsme” yaitu segala sesuatu yang ada dikuasai oleh keadaan
material dan keadaan material pun juga harus mengikuti jalan dialektikal itu.
Aliran ini memegang motto “segala sesuatu jalan dapatlah dibenarkan asalkan
saja jalan dapat ditempuh untuk mencapai sesuatu tujuan”. Jadi apapun dapat
dipandang baik asalkan dapat menyampaikan/menghantar kepada tujuan
Aliran sosialisme
Sosialisme
adalah ilmu yang membahas atau ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk
sifat-sifat dan aktifitas yang terjadi di masyarakat.
Aliran Humanisme
Humanisme
sering kali di anggap sebagai kemanusiaan, padahal itu kuranglah benar.
Humanisme adalah ilmu yang mempelajari tentang seluk-beluk manusia, sifat-sifat
yang mendasar pada diri manusia. Sifat dari manusia itu sendiri akan ditentukan
oleh baik-buruknya keadaan manusia itu sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar